Jumat, 04 Maret 2016

IHMT 2014

BAB II IDENTIFIKASI RUMPUT DAN LEGUM Tinjauan Pustaka Produksi Hijauan Makanan Ternak Pakan hijauan ialah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk dedaunan. Kelompok makanan hijauan ini antara lain bangsa rumput (graminae), leguminoceae, dan hijauan dari tumbuhan lain seperti daun nangka, daun waru, dan lain sebagainya. Kelompok makanan hijauan ini biasanya disebut pakan kasar. Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa diberikan dalam dua macam bentuk, yakni hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar ialah makanan yang berasal dari hijauan yang diberikan dalam bentuk segar. Kelompok pakan yang termasuk hijauan segar antara lain rumput segar, leguminoceaesegar, dan silage. Hijauan kering ialah makanan yang berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan (hay) ataupun jeramin kering (AAK, 1990). Susunan dan daya cerna dari zat-zat pada setiap makanan tidaklah tetap pada hijauan. Tanaman yang masih muda mengandung lebih banyak air dan lebih sedikit bahan kering daripada yang sudah tua (Lubis, 1992). Menurut Reksohadiprodjo (1994) produksi hijauan dipengaruhi oleh iklim, tanah, genetik, dan perlakuan masyarakat.Konsumsi hijauan makanan ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya disukai atau tidaknya oleh ternak (palatability), jumlah hijauan yang tersedia, gerak lajunya sebagai makanan (passage) dan pengaruh langsung lingkungan. Identifikasi Tanaman Identifikasi tanaman merupakan penentuan nama yang benar dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi. Indentifikasi tanaman berfungsi untuk mengadakan penggolongan atau klarifikasi. Hal tersebut dilakukan untuk kepentingan studi (Indah, 2009). Tanaman rumput Rumput merupakan istilah umum bagi semua anggota familia Gramineae. Rumput merupakan monokotil dan embrionya memiliki satu kotiledon. Rumput dapat bersifat annual atau biennial. Tanaman annual menyelesaikan siklus hidupnya dalam satu musim tumbuh dan kemudian mati, apabila tanaman menyelesaikan siklus hidupnya dalam dua musim disebut biennial, namun istilah tersebut tidak tepat di daerah tropis dimana musim kemarau dan penghujan mempengaruhi pola pertumbuhan. Tanaman annual dan temperate dapat tumbuh selama beberapa musim dengan tersedianya air yang cukup. Misalnya Sorghum vulgare akan bersifat annual bila terdapat suhu beku, namun akan cenderung perenial di tropik dengan banyaknya air tanah (Jayadi,1991). Menurut Soehadji(1991), tanaman rumput mempunyai sistematika sebagai berikut : Phyllum : Spermatophyta Subphyllum : Angiospermae Classis : Monocotiledonaeae Ordo : Glumiflora Familia : Gramineae Subfamilia : Panicoideae Tribus : Andropogoneae Chlorideae Eragrosteae Paniceae. Subfamilia pada rumput dibagi menjadi beberapa tribus yang penting antara lain Andropogoneae, Chlorideae, Eragrosteae, dan Panicieae, yang semuanya memiliki genus yang berbeda–beda (Blegur dan Samsul, 2009). Rumput terdiri dari sheate, blade atau helaian daun yang berfungsi dalam fotosintesis; ligule terletak diantara sheate dan blade yang merupakan bagian yang melingkari permukaan apex dari sheat; auricle merupakan bagian-bagian yag tumbuh lateral pada apex sheate atau pada blade. Tipe daun rumput hanya ada satu yaitu tunggal. Seperti pada umumnya tumbuhan memiliki pertumbuhan yang berbeda–beda menurut arah tumbuhnya antara lain ialah tipe erect (tumbuh ke atas), tipe semi erect (serong ke atas), decumben (serong ke samping), dan procumben (merayap) yang semuanya memiliki macam jenis tanaman yang berbeda pula (Reksohadiprodjo, 1994). Tipe bunga rumput umumnya dibagi menjadi tiga jenis yaitu tipe spike yaitu spikelet tanpa tangkai, kemudian raceme adalah spikelet yang menempel pada suatu tangkai yang memanjang, lalu panicle adalah spikelet yang menempel pada tangkai yang mempunyai tangkai lagi di sekitarnya (Parakkasi, 1995). Tanaman legum Legum adalah keluarga raksasa yang terdiri dari kacang-kacangan dan polong. Termasuk juga produknya seperti air kedelai, tahu, tempe, dan TVP (Texturised Vegetable Protein/keringan gluten). Legum dan palawija merupakan dua kelompok yang sangat penting. Apabila dalam negara kerajaan maka legum dan palawija adalah raja dan ratu dikarenakan alasan berikut. Pertama, mereka terutama adalah sumber nabati yang kaya akan lemak tak jenuh seperti asam linoleat, asam linolenat. Berbeda dengan lemak jenuh yang mematikan, lemak tak jenuh justru membantu menurunkan kadar kolesterol dan lemak yang berlebihan dalam tubuh. Kedua, sebagian besar adalah sumber protein sehat dan lengkap, mengandung komposisi asam amino secara utuh. Ketiga, kaya lesitin, kompleks vitamin B, dan mineral serta merupakan sumber serat makanan yang dapat diandalkan. Kandungan teristimewa adalah vitamin E, vitamin yang memainkan peranan penting dalam memperlambat proses penuaan (Jayadi.,1991). MenurutSoehadji (1991), tanaman legum mempunyai sistematika sebagai berikut : Divisio/ phyllum : Spermatopyta Subdivisio/subphylum : Angiosperma Classis : Dicotiledonae Ordo : Rosales Subordo : Rosineae Familia : Leguminoceae Subfamilia : Papilionaceae Mimosaceae Caesalpiniaceae Beberapa jenis legum tropik disamping sebagai makanan ternak juga dapat berfungsi untuk mencegah erosi diantaranyaCentrosema pubescens, Clitoria cajanifolia, danLeucaena glauca. Legum tropik tanaman ternak yang berfungsi sebagai penutup tanah adalah Cajanus cajan, Colopogonium mucunoides, Centrosema plumieri, Crotaloria usaramaensisdan Mimosa invisa (Soehadji, 1991). Terdapat perbedaan tipe daun antara tanaman legum dengan tanaman rumput, pada tanaman legum terdiri dari tipe simple yaitu berdaun tunggal, tipe trifoliate berdaun ganda, tipe paripinate berdaun genap, dan tipe imparipinate yang berdaun ganjil. Semuanya memiliki macam jenis tanaman legum yang berbeda–beda pula. Menurut tipe bunganya legum memiliki jenis yang berbeda–beda pada bentuknya juga subfamilianya yaitu pada Papilionaceae berbentuk seperti kupu–kupu, Mimosaceae berbentuk seperti bola, sedangkan pada Caesalpiniaceae berbentuk seperti terompet (Soetrisno et al., 2008). Sifat tumbuh dari spesies legumantara lainprocumben, stoloniferus, dan merayap biasanya lebih tahan penggembalaan berat. Banyak legum yang merayap dan membelit dengan batang-batang yang dapat mengeluarkan akar dari tiap ruas batangnya, mereka dpat menghindari dari tertutupnya oleh bayangan tanaman pesertanya (rumput) dan dapat menekan pertumbuhan weed, misalnya: centro, glicine, siratro, dan puero(Reksohadiprodjo, 1994). Menurut Reksohadiprodjo (1994) produksi dari beberapa tanaman legum adalah Calopogonium. Tanaman ini mencapai ketinggian 30 sampai 60 cm setelah berumur 4 sampai 5 bulan. Hasil pemotongan mengandung BK 13,55 ton/ha. Desmodium, hasil yang diperoleh apabila dipupuk yaitu 3,85 ton BK/ha dan apabila tidak dipupuk 4,72 ton BK/ha. Pemotongan dilakukan setiap 6 sampai 9 minggu, dipotong 20 cm di atas tanah.Stylosanthes, pemotongan hijauan dilakukan setelah tanaman berumur 6 bulan. Dipotong lebih dari 15 cm di atas tanah dengan interval pemotongan 6 sampai 16 minggu atau 3 sampai 6 minggu. Apabila dipupuk menghasilkan BK 50 sampai 150 ton/ha. Leucaena, pemotongan hijauan dilakukan setelah tanaman berumur 2 sampai 8 bulan dengan tinggi 90 sampai 150 cm. Pemotongan dekat dengan tanah menghasilkan 50 ton/ha/tahun, sedangkan pemotongan 76 cm di atas tanah menghasilkan 40 ton segar/ha/tahun. Pemotongan 4 kali/tahun interval 12 minggu hasilnya lebih besar daripada 6 minggu sekali.   Materi dan Metode Materi Alat. Alat yang digunakan untuk praktikum identifikasi tanaman antara lain kamera, alat tulis, dan kertas kerja. Bahan.Bahan yang digunakan adalah tanaman rumput dan legum yang ada di kebun koleksi milik Laboratorium Hijauan Makanan Ternak dan Pastura Fakultas Peternakan UGM. Metode Metode yang digunakan pada praktikum identifikasi tanaman adalahmelihat dan mengamati ciri spesifik dari tanaman-tanaman tersebut yaitu berupa tipe tumbuh, tipe daun, tipe bunga, serta keterangan lainnya.   Hasil dan Pembahasan Praktikum acara identifikasi tanaman rumput dan legum bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis tanaman rumput dan legum secara tepat dan mengetahui ciri-cirinya. Tanaman rumput Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh identifikasi tanaman rumput tercantum pada tabel 1 sebagai berikut. Tabel 2.1 Identifikasi tanaman rumput Nama Latin Nama Umum Tipe Tumbuh Bunga Daun Brachiaria brizantha Rumput Palisade Decumben Panicle Helaian Brachiaria decumbens Brachiaria humidicola Rumput Signal Rumput Koronivia Semi erect Procumben Raceme Raceme Helaian Helaian Brachiaria ruziziensis Rumput Ruzi Procumben Spike Helaian Chloris gayana Rumput Rhodes Erect Raceme Helaian Digitaria decumbens Rumput Pangola Decumben Raceme Helaian Euchlaena Mexicana Rumput Mexico Erect Panicle Helaian Irian grass Rumput Sudan Erect Panicle Helaian Panicum maximum Rumput Benggala Erect Open panicle Helaian Panicum maximum cv Irian Rumput Benggala cv Irian Erect Open panicle Helaian Panicum muticum Rumput Kolonjono Procumben Panicle Helaian Paspalum atractum Paspalum dilabecum Rumput Australia - Erect Procumben Panicle Spike Helaian Helaian Paspalum dilatatum Paspalum notatum Rumput Australia - Erect Semi erect Panicle Panicle Helaian Helaian Paspalum plicatulum Rumput Australia Decumben Panicle Helaian Pennisetum purpuphoides Rumput Raja Erect Panicle Helaian Pennisetum purpureum (var.exchina) Rumput Gajah Erect Panicle Helaian Pennisetum purpureum var.dwarf Pennisetum purpureum (cv.odot) Rumput Gajah mini Rumput Odot Erect Erect Spike Panicle Helaian Helaian Setaria lampungensis Setaria splendida Pennistum purpureum Rumput Setaria Rumput Setaria Rumput gajah Erect Erect Erect Panicle - Spike Helaian Helaian Helaian Vetiveira zizanoides Akar Wangi Erect Panicle Helaian Brachiaria brizantha(rumput palisade). Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh ciri-ciriBrachiaria brizantha antara lain tipe tumbuh decumben, tipe daun helaian, tipe bungapanicle, terdapat ligule dan auricle berbulu dan berwarna kuning, ujung daun ada patahan, daun berbulu kasar, dan tipe daun ungu kemerahan.Jayadi (1991) menyatakan bahwa tanaman Brachiaria brizantha tumbuhnya semi tegak sampai tegak (prostate/semierect-erect), merupakan rumput yang berumur panjang, tumbuh membentuk hamparan lebat, tinggi hamparan dapat mencapai 30 sampai 45 cm dan tangkai yang sedang berbunga dapat mencapi tinggi 1m, sedangkan Schulke (1992) menyatakan bahwa tanaman Brachiaria brizantha memiliki rhizoma yang pendek dan tinggi batang sekitar 30 sampai 200 cm. Bentuk daun linear biasanya berukuran (10 sampai 100) cm x (3 sampai 20) mm, berambut atau berbulu dan berwarna hijau gelap. Infloresence (bunga) terdiri dari 2 sampai 16 tandan (panicle) dengan panjang 4 sampai 20 cm, spikelet dalam satu baris; luas rachis 1 mm, berwarna ungu, spikelet berbentuk elips panjang 4 sampai 6 mm, berbulu atau berbulu pada ujungnya, panjang glume sepertiga dari panjang spikelet. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur tanaman Brachiaria brizanthasesuai. Gambar 2.1Brachiaria brizantha Brachiaria decumbens(Rumput signal).Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa rumput signal mempuyai tipe tumbuh semi erect, daun sejajar, dan tipe bunga raceme. Fisher dan Petter (1992) menyatakan bahwa tanaman ini mempunyai tipe tumbuh erect,tipe daun berbentuk helaian daun, daun halus dan berbulu, serta memiliki tipe bunga raceme yaitu spikelet menempel pada suatu tangkai yang memanjang. Nama lain dari rumput ini adalah rumput signal. Tumbuh parennial yaitu dapat tumbuh lebih dari satu musim. Daun berbentuk kaku atau tegak dan dapat mencapai tinggi 80 cm sampai 2 m. Jenis rumput ini mempunyai produksi biji yang rendah, sehingga perbanyakan tanaman dengan menggunakan akar. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.2Brachiaria decumbens Brachiaria humidicola(rumput koronivia).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh ciri-ciri Brachiaria humidicolayaitu memiliki tipe tumbuh procumben, tipe bunga raceme, dan tipe daun berbentuk helaian.Menurut Ginting dan Andi (2007), Brachiaria humidicola merupakan rumput yang memiliki tipe bunga raceme dan tipe tumbuh procumben.Brachiaria humidicolamemiliki toleransi baik terhadap naungan, secara kualitatif juga memiliki potensi yang baik sebagai hijauan pakan untuk ternak kambing.Koefisien cerna beberapa unsur nutrisi yang penting bagi ternak seperti BO, protein kasar dan energi kasar berada pada kisaran sedang sampai tinggi, sehingga cocok sebagai penyedia nutrisi bagi kebutuhan hidup pokok maupun produksi. Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.3Brachiaria humidicola Brachiaria ruziziensis (rumput ruzi).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa tanaman ini memiliki tipe tumbuh procumben, tipe bunga spikedan tipe daun sejajar.Tarigan dan Ginting (2011) menyatakan bahwa, rumput ruzi memiliki tipe tumbuh procumben, tipe daun helaian dan tipe bunga raceme. Rumput ruzi merupakan tanaman berumpun, tahunan merambat dengan rizoma yang pendek. Batang berongga tumbuh dari pucuk buku-buku merambat dan rizoma pendek. Daun panjang sampai 25 cm dan lebar 15 mm. Bunga terdiri dari 3 sampai 9 tandan yang relatif panjang (4 sampai 10 cm). Berat biji 250.000 biji per kg. Kegunaan dari rumput ruzi adalah sebagai padang penggembalaan permanen atau semi permanen untuk digembalai atau dipotong sebagai pakan hijauan dan konservasi. Tanaman ini juga ditanam sebagai padangan dibawah kebun kelapa.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.4Brachiaria ruziziensis Chloris gayana (Rumput rhodes). Berdasarkan pengamatan tipe tumbuh tanaman ini adalah erect, tipe daun adalahsejajar dan tipe bunga adalah raceme. Mannetje dan Jone (1992) menyatakan bahwa batang dari rumput rhodes halus dan rimbun, dengan ketinggian berkisar antara 0,5 dan 2 m tinggi. Daun gundul, panjang daunnya 15 sampai 50 cm dan 3 sampai 9 mm lebar. Memiliki malai yang padat berkisar antara 3 sampai 20, raceme spikelet 4 sampai 15 cm. Spikelet memiliki 3 sampai 4 kuntum.Tanaman Chloris gayana bersifat perennial, berstolon, sering kali berumpun, tumbuh tegak, tidak terdapat bulu pada daun kecuali di dekat leaf blade.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar2.5 Chloris gayana Digitaria decumbens (rumput pangola).Berdasarkan pengamatan pada saat praktikum, ciri-ciri rumput pangola adalah tipe tumbuh decumben, tipe daun sejajar, dan tipe bunga raceme. Parakkasi (1995) menyatakan bahwaDigitaria decumbens termasuk dalam golongan rumput pangola.Tipe tumbuh decumben, tipe daun berupa helaian daun dan tipe bunga raceme.Rumput pangola dapat dikembangkan dengan rhizoma, terdapat ligule yang menyelimuti rumput, tepi daun berwarna ungu kemerahan, dan tingginya mencapai 1 m. Rumput ini merupakan tanaman berumur taunan dengan stolon yang berakar panjang membentuk hamparan yang tidak rapat,memiliki batang-batang yang berbunga sehinnga tingginya dapat mencapai 60 sampai 120 cm. Daunnya tidak berbulu dengan panjang daun 10 sampai 25 cm dan lebar daun 2 sampai 7 cm. Tipe bunga mayang menjari terdiri dari 5 sampai 10 tandan,yang panjangnya 13 cm. Spikilet terdari dari 2 floret dengan panjang spikelet 2,7 sampai 3,0 cm. Sebuah stoloniferous abadi yang berbeda dari Digitariapentzii terutama dalam memiliki batang bercabang banyak, biasanya yg berbaring, dan sering mencari-cari dari node yang lebih rendah, bulir 2,5 sampai 3 mm panjang dan cukup licin, rambut di glume atas dan bawah lemma menjadi pendek, halus dan tidak mencolok. Rumput pangola berdaun lebar membentuk stolon dan berakar di tiap buku stolon.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar2.6Digitaria decumbens Euclaena mexicana(Rumput Meksiko).Tipe tumbuh adalah erect , tipe daun sejajar, dan tipe bunganya adalah panicle. Reksohadiprodjo (1994) menyatakan bahwatipe tumbuh rumput Euchlaena mexicanaerect, tepi daun berwarna ungu dan bergerigi. Tulang daunnya putih serta daunnya lebar-lebar dengan bagian bawah berbulu halus dan bagian atas kasar. Rumput ini kaku, annual, morfologinya seperti tanaman jagung, berasal dari Amerika Tengah dan Mexico. Hasil hijauannya lebih sedikit di daerah-daerah yang kering dan kurang subur dibanding tanaman jagung dan shorgum. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.7Euclaena mexicana Irian grass(Rumput sudan).Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan ciri nya adalah tipe tumbuh erect, tipe bunga panicle, dan tipe daunsejajar. Rukmana (2005) mengatakan bahwa, karakteristik morfologi rumput sudanadalah tumbuh tegak, daun bergerigi dan tidak berbulu, tepi daun terdapat bercak merah, ligule kuning dan tulang daun kuning. Tipe bunga panicle, mempunyai pannicle dengan 8 sampai 13 racemes, tiap raceme mempunyai dua baris spikelet. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.8Irian grass Panicum maximum (Rumput benggala).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan bahwa tanaman ini tipe tumbuhnya adalah erect, tipe daun sejajar dan tipe bunga dari rumput ini adalah panicle.Sajimin et al. (2012) menyatakan bahwa karakteristik rumput benggala adalah tanaman tumbuh tegak membentuk rumpun mirip padi. Termasuk rumput tahunan, kuat, berkembang biak yang berupa rumpun atau pols yang sangat besar, dengan akar serabut menembus dalam tanah, batangnya tegak, berongga tak berbulu. Tinggi tanaman 1,00 sampai 1,50 m, dengan seludang-seludangnya berbulu panjang pada pangkalnya, lidah kadang-kadang berkembang biak. Daun bentuk pita yang sangat banyak jumlahnya itu terbangun garis, lancip bersembir kasar, berwarna hijau, panjang 40 sampai 105 cm dengan lebar 10 sampai 30 mm. Bunga majemuk dengan sebuah malai yang panjangnya 20 sampai 45 cm, tegak, bercabang-cabang, acapkali diselaputi lapisan lilin putih. Umumnya rumput benggala mempunyai kandungan protein kasar lebih tinggi dan serat kasar lebih rendah dibanding rumput gajah kultivar Taiwan.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.9Panicum maximum Panicum maximum cv Irian (Rumput benggala cv Irian).Berdasarkan hasil pengamatan, tanaman ini tipe tumbuhnya erect, tipe bunga open panicle dan daunnya sejajar.Skerman dan Rifveros (1990) menyatakan bahwa rumput benggala merupakan rumput yang berumur panjang, tumbuh tegak, kuat, batangnya seperti pada padi mencapai 2 m sampai 2,5 m, warna daun hijau tua, bentuknya ramping. Rumpunnya bisa sampai ratusan karena mudah membentuk anakan, mempunyai akar serabut yang dalam, sehingga tahan kekeringan. Jayadi (1991) menyatakan bahwaPanicum maximum berumpun dengan lepas atau padat, berhizoma pendek, tegak atau merunduk, berakar pada buku-buku bawah.Helaian daunnya linear sampai lanceolate menyempit dengan tipe bunga panicle.Pembungaan bervariasi diantara kultivar, beberapa menghasilkan pembungaan tunggal sementara lainnya mungkin berbunga 2 sampai 3 kali.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.10Panicum maximum cv Irian Panicum muticum(Rumput kolonjono).Berdasarkan hasil pengamatan, tipe tumbuh rumput ini adalah procumben menjalar diatas tanah dan tipe bunga adalah panicle.Reksohadiprojo (1995) menyatakan bahwa Pannicum muticum mempunyai akar serabut, akar keluar dari pangkal batang, jumlahnya banyak dan hampir sama, memiliki banyak rambut pada akarnya. Batang Brachiaria muticumbagian bawahnya tumbuh menjalar, membentuk panjang 100 sampai 400 cm, terdapat buku-buku batang ditumbuhi bulu halus yang panjang, batang berwarna hijau pucat, didekat buku berwarna agak keunguan, duduk daun berseling. Daun Panicum muticumberupa lembaran atau helaian daun tegak atau tidak elastis berbentuk garis atau garis lanset, permukaan daun berambut jarang, warna helaian daun hijau muda denga tepinya berwarna ungu. Bunga Pannicum muticummerupakan bungan majemuk, tumbuh diujung batang atau cabang, sumbu utama persegi panjang 15 sampai 25 cm, cabang tandan berjumlah 9 sampai 20 buah. Buah berbentuk bulat telur dengan ujung runcing berwarna hijau dan berukuran sangat kecil.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.11Panicum muticum Paspalum atractum(Rumput australia). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat deketahui bahwa tanaman ini memiliki tipe tumbuh decumben dan tipe daun sejajar.Parakkasi (1995) menyatakan bahwa tipe tumbuh Paspalum atractum adalahdecumben dan tipe bunga open panicle, daun hijau pucat, bertulang putih serta berumpun parennial yang mempunyai pannicle dengan 8 sampai 13 racemes, tiap raceme mempunyai dua baris spikelet. Ujung daun dari tanaman ini berbulu.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.12Paspalum atractum Paspalus dilatatum(Rumput australia).Berdasarkan hasil pengamatan, tipe tumbuhnya adalah erect, tipe daun sejajar, dan tipe bunganya adalah panicle.Reksohadiprodjo (1994) mengatakan bahwa, rumput berdaun banyak, kaku, berakar dalam, perennial, tingginya dapat mencapai 60 sampai 150 cm dengan batang berbunga dapat mencapai tinggi 175 cm, rhizomaya merayap dan membentuk tanaman baru yang menyebar cepat bila disenggut ternak atau dipotong, daunnya berwarna hijau tua, panjangnya 10 sampai 45 cm dan lebarnya 3 sampai 12 mm. Paspatum dilatatum memiliki tipe bunga panicle. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.13Paspalum dilatatum Paspatum plicatulum (Rumput paspalum).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Paspalum plicatulum memiliki tipe tumbuh decumben, tipe daunsejajar dan tipe bungapanicle.Parakkasi (1995) menyatakan bahwa tipe tumbuh Paspalum plicatulum decumben dan tipe bunga open panicle, daun hijau pucat, bertulang putih serta berumpun parennial yang mempunyai pannicle dengan 8 sampai 13 racemes, tiap raceme mempunyai dua baris spikelet. Ujung daun dari tanaman ini berbulu.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.14Paspatum plicatulum Pennisetum purpuphoides (Rumput raja). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, rumput ini memiliki tipe tumbuh erect, tipe bunga panicle dan tipe daun sejajar.Susetyo et al. (1991) menyatakan bahwa nama lain dari jenis rumput ini adalah king grass atau rumput raja yang merupakan hasil persilangan antara Pennisetum purpureum dan Pennisetum typoides, tanaman ini memiliki tipe tumbuh erect (tegak) dan tumbuh dengan membentuk rumpun. Tulang daun bewarna hijau dengan ligule dan auricle yang bewarna pucat. Daun bagian atas berbulu kasar tetapi pangkal daunnya tidak berbulu. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.15Pennisetum purpureum Pennisetum purpureum(Rumput gajah). Tipe tumbuhnya adalah erect, tipe daun sejajar dan tipe bunganya adalah panicle.Rukmana (2005) mengatakan bahwa, karakteristik morfologi rumput gajah adalah tumbuh tegak, merumpun lebat, tinggi tanaman dapat mencapai 7 m, berbatang tebal dan keras, daun panjang, dan berbunga seperti es lilin. Rumput gajah mempunyai beberapa varietas, antara lain varietas Afrika dan Hawai. Jayadi (1991) mengatakan bahwa permukaan daun halus hingga dilapisi rambut kaku dan pendek, daun memiliki bangun garis dengan pangkal daunnya melebar dan ujungnya runcing, panjang daun dapat mencapai 120 cm dan lebar 5 cm, ibu tulang daun tampak jelas di permukaan bawah daun. Perbungaan majemuk mulai yang tingginya dapat mencapai 30 cm dan lebarnya 30 mm, spikelet 5 sampai 7 mm, soliter atau berkelompok 5 dimana satu diantaranya fertil, bagian bawah perbungaan adalah bunga-bunga jantan dan bagian atasnya adalah kumpulan bunga banci dan fertil.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.16Pennisetum purpureum Pennisetum purpureum dwarf (Rumput gajah mini). Berdasarkan pegamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa tanaman ini memiliki tipe tumbuherect,tipe daun sejajar dan tipe bunga spike. Skerman dan Rifveros (1990) mengatakan bahwa rumput ini berumur panjang, tumbuh vertikal membentuk rumpun, daun lebat dan mencapai 2 sampai 2,5 m. Rumput ini baik sebagai bahan silage dan sebagai rumput potongan ataupun gembala, asal pertumbuhannya bisa dipertahankan pendek-pendek, tumbuh cepat dan waktu masih muda nilai gizinya cukup tinggi. Rumput gajah bersifat parennial, tumbuh tegak dengan rhizoma, aktivitas berbunga dipengaruhi oleh panjang hari yang pendek, tahan tehadap kebakaran dan pemotongan. Reksohadiprodjo (1994) mengatakan bahwa rumput ini termasuk jenis rumput berumur panjang, tumbuh tegak keatas, membentuk rumpun dengan tinggi mencapai lebih dari 2 m. Batang diliputi oleh perisai, daun agak berbulu dan perakaran dalam. Daunnya berwarna hijau pekat menyejukkan mata.Ciri khas lainnya, berdaun tebal dengan tepian yang agak keriting. Panjang daun hanya 5 cm, sedangkan rumput gajah biasa ada yang 10 cm, dengan akar sepanjang 5 sampai 8 cm. Perannya tak hanya sebagai penutup tanah, tapi juga untuk pemanis lantai carport dan pembatas teras dengan taman.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.17Pennisetum purpureum dwarf Setaria lampungensis(Rumput setaria). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, rumput ini memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun sejajar, dan tipe bunga panicle.Rukmana (2005) mengatakan bahwa, rumput setaria memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun helaian dan tipe bunganya panicle. Rumput tersebut tahan genangan air dengan hasil hijauan segar sebanyak 100 sampai 110 ton per ha per tahun (satu kali pemotongan dengan interval 45 hari adalah 12,50 sampai 13,75 ton per ha). Panen pertama pada umur 45 sampai 60 hari setelah tanam, dengan tinggi pemotongan 5 sampai 10 cm, sehingga dapat mencukupi kebutuhan ternak sapi potong sebanyak kurang lebih 9 sampai 11 ekor dengan berat badan 300 kg. tanaman ini memiliki rhizoma yang pendek, pangkal batang berwarna kemerahan, daunnya lebar dan berbulu. Rumput setaria tumbuh tegak, berumpun lebat, tinggi dapat mencapai 2 m, berdaun halus dan lebar berwarna hijau gelap, berbatang lunak dengan warna merah keungu-unguan, pangkal batang pipih, pelepah daun pada pangkal batang tersusun seperti kipas, dan bunga tersusun dalam tandan berwarna coklat keemasan. Nilai gizi yang terkandung dalam rumput seteriaini adalah protein kasar 6 sampai 7%, serat kasar 42,0%, BETN (Bahan Ekstrak Tampa Nitrogen) 36,1%, dan lemak 2,8%, selain sebagai rumput potong untuk pakan ternak, juga digunakan sebagai rumput untuk padang penggembalaan, karena tahan injakan. Rumput ini dapat tumbuh di mana-mana di seluruh Indonesia terutama pada daerah dengan ketinggian 25 sampai 800 m dari permukaan laut, dengan curah hujan tidak kurang dari 760 mm per tahun, terutama pada daerah yang tanahnya berpasir.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai Gambar 2.18Setaria lampungensis Setaria splendida (rumput setaria).Rumput setaria splendida berdasarkan praktikum memiliki tipe pertumbuhan erect, tipe daun helaian. Menurut Reksohadiprojo (1994) rumput ini memiliki memiliki tipe pertumbuhan erect, tipe daun helaian, dan tipe bunga panicle. Tumbuhan ini dapat tumbuh sepanjang tahun atau disebut perennial, tumbuh pada ketinggian lebih dari 4000 kaki dengan curah hujan tinggi.Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.19Setaria splendida Vetiveria zizanoides (Rumput akar wangi).Berdasarkan hasil dari pengamatan yang dilakukan, tanaman ini memiliki tipe tumbuh erect, daunnya sejajar dan tipe bunganya raceme.Crowder dan Chedda (1992) menyatakan bahwa daun yang dimiliki tanaman ini termasuk kaku, serta memiliki tipe bunga raceme. Tipe pertumbuhan yang dimiliki tanaman ini erect, yaitu tumbuh dengan batang kokoh untuk menopang batang daunnya. Wardiyono (2013) menyatakan bahwa Vetiveria zizanoides. Daun berbentuk daun berupa bangun garis, pipih, kaku, panjang 30 sampai 75 cm dan lebar 4 sampai 10 mm, permukaan bawah daun licin. Perbungaan malai (tandan majemuk) terminal, panjang nya mencapai 15 sampai 40 cm, tersusun atas 6 sampai 10 lingkaran hingga 20 lingkaran yang lebih ramping, tiap tandan memiliki panjang mencapai 10 cm, ruas yang terbentuk antara tandan dengan tangkai bunga berbentuk benang, namun di bagian apeksnya tampak menebal. Vetiveriazizanoides dapat tumbuh baik pada kondisi lingkungan sangat basah atau sangat kering, dengan curah hujan tahunan berkisar pada (300 sampai 1000 atau 2000 sampai 3000) mm. Rata-rata suhu maksimum yang mendukung pertumbuhannya adalah pada rentang 25 sampai 35°C; namun suhu absolut maksimumnya dapat mecapai 45°C. Vetiveria zizanoides tetap dapat tumbuh pada kondisi tanah tandus dan pada tipe tanah yang beragam.Vetiveria zizanoides dewasa dapat tumbuh pada tanah yang mengandung garam.Jenis rumput ini masih dapat tetap tumbuh meskipun telah mengalami kebakaran, terinjak-injak, ataupun habis karena dimakan hewan.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.20Vetiveria zizanoides Tanaman legum Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh identifikasi tanaman legum tercantum pada tabel 2 sebagai berikut. Tabel 2.2 Identifikasi tanaman legum Nama Latin Nama Umum Tipe Tumbuh Bunga Daun Arachis glabrata Aracis Procumben Terompet Paripinate Arachis pintoii Kacang pintoi Procumben Terompet Paripinate Bauhinia blaceana Tayuman Erect Terompet Simple Caliandra calothyrsus Kaliandra Erect Bola Bipinate Codariocalix mubangensi Sanagori Erect Kupu-kupu Trifoliate Desmanthus virgantus Lamtoro mini Erect Bola Bipinate Desmodium rensonii Desmodium Erect Kupu-kupu Trifoliate Gliricidia maculata Gamal Erect Kupu-kupu Imparipinate Gmelina arborea Jati putih Erect Kupu-kupu Simple Leucaena leucocephala Lamtoro Erect Bola Bipnate Mimosa invisa Putri malu Erect Bola Bipinate Sesbania glandiflora Turi Erect Kupu-kupu Bipinate Teramnus labialis Mashparni Erect Kupu-kupu Trifoliate Arachis glabrata(kacang batang).Arachis glabrata merupakan leguminosa dari keluargaArachis.Arachis memiliki ciri-ciri tipe tumbuh procumben, tipe daun paripinate, tipe bunga yaitu terompet.Sirait et al (2009) menyatakan bahwa ciri tanaman ini antara lain perekatan akar yang kuat dan dalam, akar berkembang dalam banyak cabang,batang menjalar di permukaannya. Daun dan bunganya mirip dengan kacang tanah. Berdasarkan hasil pengamatan, data yang diperoleh telah sesuai dengan literatur. Gambar 2.21Arachis glabrata Arachis pintoii (kacang pintoi). Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh ciri-ciri Arachis pintoii yaitu memiliki nama lokal kacang pintoi, tipe tumbuh procumben, tipe bunga terompet (Caesalpiniaceae), dan tipe daun paripinate.Balai Penelitian Tanah (2004), menyatakan bahwa karakteristik tanaman Arachis pintoii adalah jenis herba tahunan yang tumbuh rendah. Batangnya tumbuh menjalar membentuk anyaman yang kokoh, akar dan/atau sulur akan tumbuh dari buku batang apabila ada kontak langsung dengan tanah, tipe daun paripinate.. Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.22Arachis pintoii Calliandra calothyrsus (kaliandra).Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh ciri-ciri Calliandra calothyrsus yaitu memiliki nama lokal kaliandra, tipe tumbuh erect, tipe bunga bola, dan tipe daun bipinate.Calliandra calothyrsus atau disebut kaliandra merupakan legum semak. Ada dua macam kaliandra, yaitu kaliandra yang banyak dijumpai adalah yang berbunga merah. Daun kaliandra mengandung protein cukup tinggi sehingga baik untuk pakan, tetapi mengandung antikualitas berupa tanin. Tanaman tersebut memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun bipinate, dan tipe bunga bola (Utomo, 2012). Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.23Caliandra calothyrsus Gmelina arborea(jati putih).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh ciri-ciri Gmelina arborea yaitu memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun simple, dan tipe bunga kupu-kupu.Menurut Purbajanti (2013), tanaman kayu yang memiliki tipe daun simple dan lebar dengan bunga bewarna kuning. Gmelina arborea termasuk dalam subfamily faboidea, sehingga memiliki tipe bungaGmelina memiliki biji yang ujunganya runcing dan salah satu ujung lainnya tumpul. Tipe tumbuhnya tegak dan produktif menghasilkan kayu.Daunnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Gambar 2.24Gmelina arborea Sesbania grandiflora(Turi).Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa tanaman legum ini memiliki tipe tumbuh erect atau tegak, tipe daunbipinate, dan tipe bunga kupu-kupu.Jayadi (1991) menyatakan bahwa tanaman turi merupakan tanaman yang tidak berumur panjang, tipe tumbuhnya tegak dengan pertumbuhan yang cepat dan sistem perakaran yang dangkal serta cabangnya menggantung. Bentuk daunnya lonjong atau oval dengan tipe daun bipinate. Daunnya majemuk menyirip sepanjang 30 cm dengan jumlah anak daun genap (berpasangan) sekitar 20 sampai 50 anak daun per tangkai. Bunganya tersusun majemuk, mahkota berwarna putih, tipe bunga kupu-kupu atau papilionaceae. Buah polongnya menggantung berbentuk ramping dan lurus dengan ujung meruncing. Ukuran panjang polong 30 sampai 50 cm dengan lebar 1 sampai 1,5 cm. Ketika masih muda polongya berwarna hijau, kemudian setelah tua berwarna kuning. Bagian dari tanaman turi yang disukai ternak adalah daunnya sedangkan bunganya dipetik untuk konsumsi. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.25Sesbania glandiflora Leucaena leucochepala(Lamtoro).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh ciri-ciri Leucaena leucochepalayaitu memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun bipinate, dan tipe bunga bola. Menurut Jayadi (1991) menyatakan bahwa tanaman ini berasal dari Amerika Selatan, tumbuh tegak dengan sudut pangkal antara batang dengan cabang 45 derajat.Daunnya kecil, tulang daun menyirip ganda dua dengan jumlah 4 sampai 8 pasang, tiap sirip tangkai daun mempunyai 11 sampai 22 helai anak daun. Bunganya merupakan bunga bangkol atau membulat, bunga majemuk menyerupai cawan tetapi tanpa daun pembalut, berbentuk bola, dan berwarna putih.Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.26Leucaena leucocephala Bauhinia blakeana(Tayuman).Berdasarkan pengamatan, Bauhinia blakeana memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun simple, dan tipe bungaterompet.Menurut Purbajanti (2013), tanaman ini sering disebut sebagai tayuman. Tayuman merupakan salah satu pohon legum tahunan yang memiliki daun yang simple dan apabila tumbuh tingginya dapat mencapai 17 kaki, dengan tipe tumbuherect atau tegak. Bentuk bunga tayuman adalah papilionaceaeatau kupu-kupu, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil pengamatan tidak sesuai dengan literatur. Gambar 2.27 Bauhinia blakeana Desmanthus virgatus(lamtotoro mini).Desmanthus virgatus memiliki nama lokal lamtoro mini, tipe tumbuh legum ini adalah erect, tipe daunnya yaitu bipinate, tipe bunga yaitu bola. Purbajanti (2013) menyatakan bahwa Desmanthus virgatus di Indonesia sering disebut lamtoro mini.Jenis tanaman perennial dengan tipe daun bipinate paripinate karena pada ujungnya memiliki jumlah daun genap.Family fabaceae, sub family mimosoideae, dan memiliki daun berbentuk seperti bola. Gambar 2.28 Desmantus virgantus Desmodium rensonii(Desmodium).Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui legum ini tumbuh dengan tipeerect, daunnya bertipe trifoliate, dan bunganya berbentuk kupu-kupu. Menurut Bamualim dan Wirdahayati (2002), Desmodium tumbuh dengan tipeerect, tipe daun trifoliate, dan tipe bunga kupu-kupu, serta batangnya berbentuk silindris. Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.29 Desmodium rensonii Teramnus labialis. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, tipe tumbuh tanaman erectdan tipe daun trifoliate. Pengelly (1996) menyatakan bahwa Teramnus labialismemiliki tipe tumbuh erect dan tipe daun trifoliate. Gambar 2.30Teramnus labialis Codariocalyx mubangensis(Sanagori).Berdasarkan pengamatan, tanaman ini tumbuh tegak, memiliki daun bertipe trifoliate, dan bunga tipe kupu-kupu.Tanaman ini sering disebut sebagai Sanagori. Menurut Soedomo (1992), pohon sanagori tumbuh tegak dengan tinggi 1 sampai 3 m. Pucuk batang dan bunga biasanya ditutupi oleh rambut panjang. Daun berbentuk oval dengan panjang 8 cm dan lebar 5 cm. Bunga biasanya bercabang tiga, atau sering disebut trifoliate.Warna bunga merah muda dan apabila sudah tua menjadi merah lebih gelap. Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.31 Codariocalyx mubangensis Mimosa invisa(Putri malu raksasa).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa tanaman ini memiliki tipe tumbuh erect,tipe tumbuh paripinate dan tipe bunga bola. Reksohadiprodjo (1994) mengatakan bahwa, tipe tumbuh erectdan tipe daun paripinate. Mimosa invisa termasuk dalam sub-famili Mimosaceae.bersifat annual, merambat membelit sepanjang 6 m, digunakan sebagai tanaman penutup tanah dan pupuk hijau.Mimosa invisa memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun paripinate dan tipe bunga bola.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.32Mimosa invisa Gliricidia maculate(Gamal). Legum ini memiliki nama umum Gamal. Tipe tumbuh adalah erect, tipe daun adalah imparipinate, dan tipe bunga adalah caesalpiniaceae. Menurut Blegur (2009), Setaria lampungensismemiliki tipe tumbuh erect, tipe bunga caesalpiniaceae, dan tipe daun imparipinate. Tanaman tersebut sering disebut sebagai rumput setaria lampung. Rumput setaria bersifat perennial, tumbuh tegak, berumpun lebat, tinggi dapat mencapai 2 m, berdaun halus dan lebar berwarna hijau gelap, berbatang lunak dengan warna merah keungu-unguan, bunga tersusuri dalam tandan coklat keemasan, pangkal batang pipih, dan pelepah daun pada pangkal batang tersusun seperti kipas. Rumput ini merupakan rumput potong atau gembala di daerah dataran tinggi, termasuk tanaman yang tahan kering dan teduh, berdaun lunak dan disukai ternak. Rumput setaria sangat cocok di tanam di tanah yang mempunyai ketinggian 1200 m dpl, dengan curah hujan tahunan 750 mm atau lebih, dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, dan tahan terhadap genangan air,dan responsif terhadap pemupukan. Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.33Gliricida maculata Kesimpulan Berdasarkan praktikum identifikasi tanaman rumput dan legume dapat disimpulkan bahwa tanaman rumput memiliki tipe tumbuh erect,semi erect, procumben dan decumben. Tipe daun pada tanaman rumput didasarkan pada tulang daunnya yaitu sejajar dan tidak sejajar. Tipe bunga rumput adalah spike, raceme dan panicle. Tanaman legume memiliki tipe tumbuh erect, semi erect dan menjalar. Tipe daun tanaman legum simple,trifoliate,paripinate, bipinate, imparipinate.Tipe bunga pada tanaman legume adalah mimosaceae (bola), papilionaceae (kupu-kupu), dan caesalpiniaceae (terompet).   Daftar Pustaka Bamualim, A. dan Wirdahayati, R.B .2002. Peternakan di Lahan Kering Nusa Tenggara.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Timur.95 hlm. Blegur, Samsul Bahari. 2009. TugasTatalaksana Padang Penggembalaan Tropika. Undana, Kupang. Crowder, dan H.R Chedda.1992. Tropical Grass Land Hurbandry. Longman Group Ltd. New York. Fisher, N. and Petter G. 1992. Fisiologi Tanaman Tropik. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Jayadi, S. 1991. Tanaman Makanan Ternak Tropika. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Indah, N. 2009. Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah. Institut Keguruan Ilmu Pendidikan PGRI. Jember. Lubis. 1992. Kelapa Sawit (Elais Guenensis Jacq) di Indonesia. Pusat Penelitian Perean Marihat Pematang Siantar, Sumatera Utara. Parakasi, Amiruddin. 1995. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Angkasa Bandung. Bandung. Pengelly, B.C. 1996. Diversity in the tropical legume genus Teramnus.Tropical Grassland.London. Purbajanti, E. D. 2013. Rumput dan Legum sebagai Hijauan Makanan Ternak.Cetakan pertama. Graha Ilmu Percetakan. Bogor. Reksohadiprodjo,S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFR Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta. Rukmana R. 2005. Budi Daya Rumput Unggul. Kanisius.Yogyakarta. Sajimin, E. Sutedi, N. D. Purwantari Dan B. R. Prawiradiputra. 2012. Agronomi Rumput Benggala (Panicum Maximum Jacq) Dan Pemanfaatannya Sebagai Rumput Potong. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Schulke, Kraft. 1992. Forages (Edi). Plant Resources of South-East Asia (PROSEA). No 4. Wageningen, Netherlands and Bogor. Indonesia. Sirait, J., R. Hutasoit, Junjungan, K. Simanjuntak. 2009. Potensi Arachis glabratayang ditanam pada taraf naungan berbeda sebagai pakan ternak kambing: morfologi, produksi, nilai nutrisi dan kecernaan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. Skerman, and Rifveros, F. 1990. Tropical Grasses Food and Agriculture Organisutron of The United Nation. Italy. Soedomo, R. 1992. Codariocalyx gyroides (Roxb. ex Link) Hassk. In: 't Mannetje, L. and Jones, R.M. (eds) Plant Resources of South-East Asia No. 4. Forages. pp. 97–98. (Pudoc Scientific Publishers, Wageningen, the Netherlands). Soehadji. 1991. Kebijaksanaan Pemuliaan Ternak (Breeding policy) khususnya dalam Pembangunan Peternakan. Pros Seminar Nasional. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang. Soetrisno, R.D. 2008.Pengantar Kultur Jaringan Tanaman Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Susetyo, Kismono dan Eedjo, S. 1991. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Peternakan Rakyat. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. Tarigan, A., dan S.P. Ginting. 2011. Pengaruh taraf pemberian Indigofera sp. terhadap konsumsi dan kecernaan pakan serta pertambahan bobot hidup kambing yang diberi rumput Brachiaria ruziziensis. JITV Vol. 16 No1 Th. 2011: 25-32. Utomo, Ristianto. 2012. Bahan Pakan Berserat untuk Sapi. Klaten: PT. Intan Sejati. Pengelly, B.C. 1996. Diversity in the tropical legume genus Teramnus.Tropical Grassland.London. Lampiran BAB III IDENTIFIKASI BIJI Tinjauan Pustaka Identifikasi Biji Biji bila dipandang dari segi botani, merupakan struktur yang dibentuk dari ovulum (bakal biji). Rumput, biji botani tidak dapat dipisahkan dari buah yang merupakan struktur yang terbentuk dari ovarium dan bakal buah. Biji merupakan bagian dari tanaman yang apabila ditepar akan menghasilkan tanaman baru (Fitter, 1991). Pembentukan biji homogen umumnya bagus dan hasil biji memuaskan.Pemanenan biji pada spesies-spesies baru diintroduksikan menghadapi permasalahan yang sama (Soetrisno, et al., 2008). Kelebatan tanaman, jumlah biji tiap bunga dan persentase biji yang terpanen merupakan tiga faktor utama dalam produksi biji tanaman makakan ternak tropik yang paling dipengaruhi cuaca dan praktek bercocok tanam. Produksi hijauan tinggi dan kualitas baik, didasarkan atas produksi bahan kering yang tinggi, toleran terhadap keadaan stres dan kekurangan vitamin A, palatabilitas dan daya cerna yang tinggi. Tanaman makanan ternak tropik menghasilkan biji dalam jumlah besar dan hanya sebagian kecil saja yang dapat terkumpul saat panen, hal ini disebabkan oleh keadaan: 1) Lamanya antara saat terbentuknya karangan bunga satu dengan yang lain; 2) Biji masak tiap karangan bunga tidak sama; 3) Biji masak, biji akan jatuh atau meloncat keluar; 4) Tanaman akan roboh pada saat biji masak (Reksohadiprodjo, 1994). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan biji legum (yang dalam hal ini berfungsi sebagai benih) dari pada graminae yaitu, relatifitas kondisi kulit biji legum. Jenis dari familil Leguminosae menunjukkan dormansi fisik, yang disebabkan yang rumit. Kondisi kedap air kulit biji legumehomogenya, dalam arti bahwa bermacam–macam jenis, bermacam-macam tingkatan kemasakan dan bermacam-macam individu dalambenih homogen menunjukkan tingkat ketahanan terhadap penyerapan air (imbibisi) yang berbeda. Struktur kulit biji terdiridari 4 lapisan yang sangat berbeda, yaitu kutikula adalah lapisan yang paling luar yang berlilin yang bersifat menolak air.Macrosclereids atau lapisan palisade yang terdiri dari sel-sel bentuk panjang, sempit, terbungkus rapat, vertikal.Osteosclereids yaitu lapisan yang terdiri dari sekelompok sel yang terbungkus longgar.Lapisan parenchyma yang tersusun oleh lapisan sel yang sedikit terdifrensiasi.Impermeabilitas ditentukan oleh dua lapisan luar, sekali lapisan-lapisan tersebut dapat tembus air, benih dapat mudah menyerapnya. Ketebalan kulit biji dan ketebalan masing-masing lapisan bervariasi menurut jenis (Rukmana, 2005). Struktur umum biji yaitu, di dalam biji terdapat embrio yang dilindungai oleh kulit biji. Embrio mendapat pasokan makanan dari jaringan penyimpan makanan. Embrio mempunyai sumbu dengan dua buah kutub, yaitu calon akar dan batang. Sebelah lateral sumbu terdapat kotiledon atau daun buah yang berfungsi untuk menyimpan makanan pada jaringan khusus, yang disebut endosperm. Dalam kondisi baik, biji akan berkecambah menjadi tumbuhan muda (Mulyani, 2006).   Materi dan Metode Materi Alat.Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kamera, kertas kerja, jangka sorong dan alat tulis. Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah berbagai bijiGliricidia maculata (Gamal), Albazia falcatarajava (Sengon laut), Leucaena leucocephala (Lamtoro), Desmodium rensonii (Desmodium), Oryza sativa (Padi), Zea mays (Jagung), Mucuna pruriens (Koro benguk),Bauhinia blakeana (Tayuman), Sorghum helepanse(Sorghum putih), Teramnus labialis, Gmelina arborea (Jatiputih), Sesbania glandiflora (Turi), Sorghum bicolor(Shorgum merah), Desmanthus virgantus (Lamtoro mini), Leucaena Leucochepala(Lamtoro), Acasia villosa (Akasia), Calopogonium mucunoides (Kacang kalopo), Vigna sinensis(kacang panjang), Phallaris canariensis (kenari), Glycine max(Kacang kedelai), Arachis hypogea(Kacang tanah), Pueraria phaseoloides (Kacang kudzu), Flemingia macrophylla (Opo-opo),dan Stylosantes cv. jerano (Stilo)yang ada di Laboratorium Ilmu Hijauan Makanan Ternak. Metode Biji yang ada di dalam tabung penyimpan di keluarkan sebagian dan ditaruh di cawan petri. Biji kemudian diukur ketebalanya menggunakan jangka sorong, kemudian biji diamati warna dan bentuk. Hasil pengamatan ditulis ke dalam lembar pengamatan. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, biji yang dipakai pada acara praktikum identifikasi di laboratorium Hijauan Makanan Ternak Fakultas Peternakan UGM antara lain: Tabel 3.1 Identifikasi biji Nama biji Tipe Warna Bentuk Ukuran Ketebalan kulit Gliricidia maculata (Gamal) Coklat tua Lempeng bulat 0,97mm Tipis Albazia falcatarajava (Sengon Laut) Coklat tua Lonjong pipih 0,3mm Tebal Leucaena leucocephala (Lamtoro) Coklat tua Bulat pipih 0,67mm Tipis Desmodium rensoni Coklat muda Bulat pipih 0,39mm Tipis Oryza sativa (Padi) Coklat kekuningan Lonjong bulat 0,32mm Tebal Zea mays(Jagung) Kuning tua Bulat menebal 0,93mm Tebal Sorghum bicolor(Sorghum merah) Coklat keunguan Bulat 0,03mm Tipis Sorghum helepanese (Sorghum putih) Putih Bulat 0,02mm Tipis Mucuna prurien (Kacang koro benguk) Abu-abu Lonjong 0,51mm Tipis Peuraria phaseloides (Kacang kudzu) Coklat hitam Lonjong kecil 0,02mm Tebal Acacia villosa (Akasia) Coklat tua Lonjong 0,05mm Tebal Bauhinia blakeana (Tayuman) Coklat tua Bulat pipih 0,57mm Tipis Flemingia macropphylla (Opo-opo) Hitam Bulat kecil 0,33mm Tebal Nama Biji Tipe Warna Bentuk Ukuran Ketebalan Vigna sinensis (Kacang panjang) Ungu Lonjong tebal 0,08mm Tebal Sesbania glandifora (Turi) Coklat muda Lonjong kecil 0,06mm Tebal Calopogonium mucunoides (Kacang kalopo) Coklat muda Lonjong kecil 0,01mm Tebal Glycine max (Kacang kedelai) Putih kekuningan Bulat tebal 0,03mm Tebal Stylosantes cv hjerano (Stilo) Coklat muda Lonjong kecil 1,2mm Tebal Gmelina arborea (Jati) Coklat muda Bulat tebal 1,1mm Tipis Phallaris canariensis (Kenari) Coklat terang Lonjong kecil 1,9mm Tebal Desmathus virgatus (Lamtoro mini) Coklat tua Bulat kecil 0,23mm Tebal Arachis hypogea (Kacang tanah Coklat tua Lonjong besar 6,7mm Tipis Gliricidia maculata (Gamal). Ciri-ciri spesifik yang ditunjukkan pada sat praktikum adalah biji berwarna coklat tua, berbentuk lempeng bulat, berukuran 0,97 mm, dan kulitnya tipis. Menurut Horne (2001), Gliricidia macullata bunganya berwarna putih dan sering digunakan stek batang dalam usaha pengembangbiakan gamal alasannya sulit mencari dan mengumpulkan biji gamal. penanaman stek lebih baik berasal dari batang bawah tanaman yang cukup usia lebih dari 2 tahun dengan diameter lebih dari 4 cm.Produksi daun gamal 8-11 ton BK per tahun. Menurut Anonim (2009), biji Gliricidia maculata berbentuk jorong dengan panjang sekitar 10 mm, mengkilap, dan berwarna merah kecoklatan. Menurut Plantus (2008), daerah asal Amerika tengah, Brazilia. Tanaman ini mempunyai bentuk polong, pipih, tangkai buah kecil, kulit buah dewasa terpuntir ketika terbuka. Satu buah mengandung 4 sampai 10 biji, biji berbentuk jorong, panjangnya sekitar 10 mm, mengkilap, dan berwarna merah kecoklatan. Anti kualitas yang terdapat pada tanaman gamal ialah dicoumerol dan HCN. Berdasarkan literatur dan hasil pengamatan biji Gliricida maculata mendekati literatur.Gambar dari biji Gliricidia maculata disajikan pada gambar 1. Gambar 3. 1.Gliricidia maculata Albazia falcatarajava(Sengon laut). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji saat praktikum ialah berwarna coklat tua, berbentuk lonjong, lempeng, pipih, berukuran 0,3 mm, serta memiliki kulit yangtebal. Menurut Sutopo (1993), biji berbentuk memanjang, pipih, panjang 6 mm sampai 7,5 mm dan lebar 3 mm sampai 4 mm. Menurut Joko (2010), Buah Albazia falcata berbentukpolong terbuka jika sudah masak dan kering, sehingga bijinya terlempar. Biji yang dikeringkan udara selama 10 sampai 15 hari dapat disimpan dalam wadah kaleng tertutup selama kira-kira 1 tahun.Biji yang tidak dikeringkan dan disimpan dengan baik, setelah 14 hari daya kecambahnya dapat turun sampai 20 %.Jumlah biji kering udara 40.500 butir per kg atau 36.000 butir per liter. Menurut Brans (2007) biji Albazia falcatara java pipih, lonjong, 3 sampai 4 x 6 sampai 7 mm, warna hijau, bagian tengah coklat. Jumlah benih 40.000 butir/kg.Daya berkecambah rata-rata 80%.Berat 1.000 butir 16 sampai 26 gram. Tanaman ini memiliki polong-polongan, panjang 10 sampai 13 cm, lebar 2 cm. Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Albazia falcatara javamendekati dengan litteratur . Gambar 3. 2.Albazia falcatarajava Leucaena leucocephala(Lamtoro). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna coklat, berbentuk bulatpipih, berukuran 0,67 mm, dan kulitnya tipis. Bentuk bijinya lonjong, dan pipih. Biji berukuran besar dan kulitnya keras, dalam 1 kg dapat dijumpai 15 sampai 25 biji lamtoro, ini dikarenakan ukurannya yang besar dankulitnya keras. Produksinya 20 ton/ha BK dalam satu tahun (Horne, 2001).Biji berukuran besar dan kulitnya keras.Berasal dari kerajaan Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Fabales, familyFabaceae, subfamilyMimosoideae, genus Leucaena, spesies L. leucocephala.Setiap 1 kg dapat dijumpai 15 sampai 25 biji lamtoro, ini dikarenakan ukurannya yang besar dan kulitnya keras. Lamtoro memiliki anti kualitas berupa mimosin atau leucaenine, taninn dan protease inhibitor (Tjitrosoepomo dan Gembong, 2005). Berdasarkan literatur dan maka hasil pengamatan biji, maka bijiLuecaena leucochepala mendekati litteratur.Biji Lamtoro disajikan pada gambar 3 berikut ini. Gambar3. 3.Leucaena leucocephala Desmodium rensonii(Desmodium). Berdasarkan hasil pengamatan saat praktikum, biji Desmodium rensonii memiliki ciri-ciri warna kulit coklat terang, bentuk biji bulat lempeng, ukuran biji 0,39 mm, dan ketebalan tipis.Ukuran biji Desmidium rensonii sekitar 4 mm dan 3 mm luas, hampir simetris.Biji kecil dan keras, hijau berubah kuning-coklat sampai coklat saat sudah tua (Roshetko, 1995).Apabila dibandingkan dengan litteratur pengamatan biji Desmodium rensonii telah mendekati litteratur. Gambar4.4. Desmodium rensonii Oryza sativa(Padi).Berdasarkan hasil praktikum ciri spesifik yang ditunjukkan biji tanaman Oryza sativamemiliki warna kuning, biji berukuran 0,32 mm, dan kulitnya tipis. Menurut Henny et al. (2009). Bentuk biji Oryza sativa hampir bulat hingga lonjong,ukuran 3mm hingga 15mm,tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam,struktur dominan padi yang biasa dikonsuksi yaitu jenis enduspermium. Menurut Anonim (2011), biji padi gogo berwarna kuning jerami dan berukuran sedang. Ketahanan terhadap penyakit, tahan terhadap penyakit blas ras 133 dan agak tahan penyakit blas ras 73, 173 dan 033. Toleransi cekaman abiotik, agak rentan terhadap kekeringan dan rentan terhadap keracunan Aluminium.Baik untuk ditanam di lahan kering dataran rendah sampai sedang < 700 m dpl.Apabila dibandingkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Oryza sativa telah mendekati literatur. Gambar3. 5.Oryza sativa Zea mays(Jagung). Berdasarkan hasil praktikum ciri spesifik yang ditujukan biji tanaman Zea mays antara lain berwarna orange, berbentuk bulat atau persegi tidak beraturan, berukuran 0,93 mm, dan kulit tebal.Biji jagung dapat digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri (Nani et.al, 2006).Menurut Plantus (2008), bijinya biasanya lonjong, warna bervariasi dari putih hingga kuning, merah atau keunguan hingga hitam. Pengawet pada jagung disebut fumarin yang menyebabkan waran merah muda pada jagung. Jagung mempunyai beberapa warna, yaitu: jagung kuning, jagung putih, dan jagung merah. Ketiga warna itu kerap kita lihat dari berbagai tempat produksi jagung di Indonesia, walaupun jagung kuning lebih dominan.Jagung kuning mempunyai pigmen crytoxanthin yang merupakan prekursor vitamin A. jagung mempunyai kandungan protein kasar yang beragam, mulai dari 8%-13%. Hal ini terjadi karena varietas jagung, kualitas tanah, dan usia panen jagung itu sendiri. Tetapi jagung mempunyai kandungan energy metabolis (ME) dan energy tercerna (DE) yang baik.Kandungan serat kasarnya rendah, tetapi kualitas proteinnya tidak tinggi (Rasyaf, 1992).Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Zea mays mendekati literatur. Gambar3. 6.Zea mays Sorghum bicolor(sorghum merah).Ciri spesifik yang teramati saat praktikum adalah biji berwarna merah atau putih, berbentuk bulat, berukuran 0,03 dan berkulit tipis.Menurut Laimeheriwa (1990), pada umumnya biji sorghum berbentuk bulat dengan ukuran biji kira-kira 4 x 2.5 x 3.5 mm. Berat biji bervariasi antara 8 sampai 50 mg, rata-rata berat 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorghum dibagi atas: sorgum biji kecil (8 sampai 10 mg), sorghum biji sedang (12 sampai 24 mg), dan sorghum biji besar (25 sampai 35 mg). Warna biji ini merupakan salah satu kriteria menentukan kegunaannya. Varietas yang berwarna lebih terang akan menghasilkan tepung yang lebih putih dan tepung ini cocok untuk digunakan sebagai makanan lunak, roti dan lain-lainnya. Menurut Anonim (2010), biji turi memilliki ciri-ciri kulit berwarna coklat kekuningan, bentuk kacang bulat utuh dan mulus.Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Sorghum bicolortelah mendekati literatur. Gambar3. 7.Sorghum bicolor Sorghum helepanse(sorghum putih).Berdasarkan hasil pengamatan saat praktikum, biji Sorghum helepanse memiliki ciri-ciri warna kulit biji putih, bentuk biji bulat seperti bola, ukuran sekitar 0,02 mm, dan memiliki kulit tipis. Warna lapisan kulit biji sorghum berhubungan dengan kadar tanin yang terkan-dung dalam biji tersebut. Biji sorghum yang berwarna tua mengandung lebih banyak tanin dibanding yang berwarna muda (Anonim, 1998). Umumnya biji sorgum berbentuk bulat, kulit biji yang berwarna putih sorgum kafir dan yang berwarna merah/cokelat biasanya termasuk (Edy, 2011).Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Sorgum helepanse mendekati literatur.Gambar biji sorghum tersaji pada gambar 8 berikut ini. Gambar 3. 8.Sorghum helepanse Mucuna pruriens(koro benguk). Berdasarkan hasil praktikum ciri spesifik yang ditujukan biji tanaman Mucuna pruriens antara lain berwarna abu-abu, berbentuk oval, berukuran 0,51 mm, dan kulit tipis.Menurut Purwanto (2007),koro benguk (Mucuna pruriens) adalah jenis tanaman kacang-kacangan dari wilayah tropis yang banyak ditemukan di lahan pertanian, termasuk di Indonesia. Jenis tanaman itu serumpun dengan tanaman kacang kapri dan kacang buncis.Biji Mucuna pruriensatau biji koro benguk. Biji benguk umumnya sebesar ujung kelingking, bentuknya mendekati persegi dengan ketebalan sekitar 5 mm. Biji yang telah tua dapat disimpan lama. Warna luar biji benguk yaitu putih bersih. Tanaman benguk diperbanyak dengan bijinya dan dapat langsung ditanam. Tanaman benguk sangat cocok ditanam di dataran rendah yang beriklim kering (Haryoto, 2000).Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Mucuna pruriens mendekati literatur.Gambar biji kacang koro benguk tersaji pada gambar 9. Gambar 3. 9.Mucuna pruriens Pueraria phaseoloides(Kacang Kudzu).Berwarna coklat kehitaman, berbentuk lonjong kecil, berukuran 0,02 mm, dan mempunyai kulit yang tebal. Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna coklat tua dan muda, berbentuk balok, berukuran kecil, dan kulitnya tebal (Prohati, 2009).Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Pueraria phaseloidesmendekaati literatur. Gambar3. 10.Pueraria phaseoloides Acasia villosa(Akasia).Berdasarkan hasil praktikum ciri spesifik yang ditunjukkan biji tanaman Acasia villosa antara lain kulit berwarna coklat tua, bentuk biji oval, berukuran 0,05 mm, dan mempunyai kulit tebal. Menurut Sutopo (1993), bibit sering memiliki mantel keras dengan sel-sel berbentuk jam pasir, dan kadang-kadang terdapat garis berbentuk u disebut pleurogram. Menurut Anonim (1997), ukuran biji tanaman ini sekitar 6 mm, warna biji coklat, bentuk biji reniform sampai lanset. Menurut Prohati (2009) Buah kering, panjangnya 6,5 cm dan 1 cm sampai 2,5 cm, berkayu, berwarna coklat, tepinya bergelombang, awalnya lurus namun ketika buahnya semakin tua akan terpuntir berbentuk spiral yang tidak teratur. Biji berbentuk bulat telur hingga elips, berukuran panjang 4 mm sampai 6 mm dan lebar 3 mm sampai 4 mm, berwarna hitam mengkilap, keras, tangkai biji panjang berwarna kuning atau merah.Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Acacia villosamendekati literatur. Gambar3. 11.Acasia villosa Bauhinia blakeana(Tayuman). Berdasarkan hasil pengamatan saat praktikum saat praktikum, biji Bauhenia blakeana memiliki ciri-ciri warna kulit coklat tua, bentuk biji bulat pipih, ukuran sekitar 0,57 mm, dan ketebalan kulit tipis.Biji Bauhinia blakeana atau dikenal sebagai biji tayuman. Biji tayuman keras dan berwarna sangat tua. Biji tayuman bundar dengan diameter lebih dari 7 mm. Satu buah tayuman berisi 5 sampai 11 biji (Syamsiah, 2004).Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Bauhinia blakeana mendekati literatur. Gambar3. 12.Bauhinia blakeana Flemingia macrophylla (Opo-opo). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna hitam, berbentuk bulat, berukuran 0,33 mm, dan kulitnya tebal.Buah polong kering pecah memanjang, panjang 8 mm sampai 15 mm dan lebar 5 mm, mengandung dua biji. Biji berbentuk bundar, dengan diameter biji 2 mm sampai 3 mm, berwarna hitam mengkilap (Prohati, 2009).Menurut Haba (2009),Biji berbentuk bundar, dengan diameter biji 2 sampai 3 mm, berwarna hitam mengkilap. Perbandingan data dengan literatur, diketahui data mendekati literatur. Gambar3. 13.Flemingia macrophylla Vigna sinensis(kacang panjang). Berdasarkan Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna ungu, berbentuk lonjong tebal, berukuran 0,08 mm, dan mempunyai kulit yang tebal. Menurut Prohati (2009), mengatakan bahwa Vigna sinensis memiliki biji berwarna ungu yang terbungkus dalam kulit buah berwarna hijau sewaktu muda.Kacang panjang merupakan tanaman semusim yang berbentuk perdu. Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Vigna sinensis mendekati literatur. Gambar3. 14.Vigna sinensis Sesbania glandiflora (Turi). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna coklat, berbentuk lonjong bulat, berukuran sedang 0,06 mm, serta kulitnya tebal.Menurut Horne (2001), biji turi tidak terlalu keras namun berukuran besar, dalam 1 kg turi putih terdapat 20 sampai 30 biji. Buah berbentuk garis sampai hampir sabit, panjang 20 cm sampai 60 cm dan lebar 6 mm sampai 9 mm, mengandung 15 sampai 50 biji. Biji berwarna coklat tua (Prohati, 2009).Menurut Wagner et al., (1999), biji berbentuk polong yang menggantung, berbentuk pita dengan sekat antara, panjang 20-55 cm, lebar 7-8 mm. Biji 15-50, letak melintang di dalam polong.Menurut Prohati (2009) Biji berbentuk agak mengginjal, berukuran 6.5 mm x 5 mm x 2.5-3 mm, berwarna coklat gelap.Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Sesbania glandifloramendekati literatur. Gambar3. 15.Sesbania glandifora Calopogonium mucunoides(Kacang kalopo). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna coklat, berbentuk lonjong kecil, berukuran 0,01 mm, serta kulitnya tebal. Menurut Prohati (2009), tanaman ini mempunyai bunga tandan lampai, panjang hingga 20 cm, bunga dalam fasikulum berjumlah 2 sampai 6, berwarna biru atau ungu. Polong memita-melonjong, lurus atau melengkung, dengan rambut coklat kemerahan diantara biji, biji berjumlah 3 sampai 8. Biji berbentuk persegi padat dengan panjang 2 mm sampai 3 mm, berwarna kekuningan atau coklat kemerahan. Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Calopogonium mucunoides mendekati literatur. Gambar3. 16. Calopogonium mucunoides Glycine max(Kacang kedelai). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna putih kekuningan, berbentuk bulat, berukuran 0,03 mm, dan kulitnya tebal.Menurut Merritt and Jenks, (2004), ukuran biji tanaman ini sedang dan kulitnya tipis.Menurut Tjitrosoepomo dan Gembong (2005), pada tanaman ini buah atau bijinya termasuk buah padi (caryopsis), yang memilikki ciri sebagai berikut : buah berdinding tipis mengandung satu biji dan kulit buah berlekatan dengan kulit biji,dan kadang-kadang ada juga yang berlekatan dengan bijinya.Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Glycine max mendekati literatur. Gambar3.17. Glycine max Stylosantes cv. jerano (stylo).berdasarkan pengamatan biji tanaman stylo memiliki ciri-ciri berwarna coklat muda, berbentuk lonjong kecil, berukuran 1,2 mm dan memiliki kilit tebal.Stylosantes memiliki warna benih kuning-coklat, kadang-kadang sedikit berbintik-bintik, hitam. Biji berukuran antara 1-1,5 mm. Tanaman ini biasa ditemukan di sabana dengan ph 4-6 (Valle, 2001). Berdasarkan dengan literatur, hasil pengamatan biji Stylosantes mendekati literatur. Gambar 3.18.Stylosantes cv. jerano Gmelina arborea(Jati putih). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna coklat muda, berbentuk bulat, berukuran 11 mm, dan kulitnya keras tipis. Menurut (Rukmana, 2005), kulitnya keras, biji tanaman ini berukuranbesar dan memiliki kulit yang tebal. Menurut Nurhasybi et al.(2010), kulit buahnya berwarna hijau kekuningan. Ukuran buah 2 - 3 cm. yang memiliki 2 - 3 butir biji, jumlah benih per 1 kg adalah 1000 - 1200 butir. Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Gmelina arboreamendekati literatur. Gambar3. 19. Gmelina arborea Phallaris canariensis(kenari). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diperoleh biji Phallaris canariensis memiliki ciri-ciri spesifik berwarna coklat kekuningan. Berbentuk lonjong, berukuran 0,203 mm, dan berkulit tipis. Biji Phallaris canariensisdikenal sebagai biji kenari. Biji kenari mengandung lemak dan protein tinggi. Buah kenari berbentuk lonjong sampai agak bulat. Secara morfologi, buah kenari terdiri dari kulit luar dan bagian tempurung dan isinya (endocarp). Bagian kulit luar dan daging buah ada yang tebal dan ada yang tipis tergantung pada spesies kenari. Bagian endocarp, sering disebut nut-in-shell, terdiri dari tempurung dan biji yang dibungkus oleh kulit ari (testa) (Djarkasi, 2012). Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Phallaris canariensis mendekati literatur. Gambar 3. 20.Phallaris canariensis Desmanthus virgatus(Lamtoro mini). Berdasarkan hasil praktikum ciri spesifik yang ditunjukkan biji tanaman Desmanthus virgatus antara lain berwarna coklat, berbentuk bulat, berukuran 2,3 mm, dan kulitnya tebal. Menurut Wagner et al., (1999), tanaman ini memiliki biji 9 sampai 27 per polong, panjang 2,1sampai 2,9 mm, lebar 1,4 sampai 2,7 mm, warna merah atau cokelat keemasan, dan pleurogram lebar 0,6-1,1 mm, 0,3-1,0 mm.Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Desmanthus virgantustelah sesuai. Gambar3. 21.Desmanthus virgantus Arachis hypogea(kacang tanah).Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diperoleh biji Arachis hipogea berwarna coklat tua, dengan bentuk bulat, berukuran 6,7 mm, dan berkulit tipis.Menurut Purwono dan Purnamawati (2007), setiap polong kacang tanah berisi 1 sampai 4 biji, namun kebanyakan 2-3 biji. Setiap pohon memiliki jumlah dan isi polong beragam, tergantung pada varietas dan tanaman yang dibudidayakan.Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Arachis hypogea mendekati literatur. Gambar3. 22.Arachis hypogea   Kesimpulan Berdasarkan praktikum identifikasi biji yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa biji yang diamati terbagi antara Leguminoceae dan biji Gramineae. Biji tanaman yang diamati berjumlah 22 jenis tamanan.Biji tanaman legum dan rumput memiliki bentuk, warna, ukuran, dan ketebalan kulit yang berbeda-beda.Selain perbedaan tersebut, tanaman rumput dapat lebih mudah tumbuh dengan persemaian biji dibandingkan dengan legum. Biji tanaman legum biasanya tersimpan dalam polong, sedangkan biji rumput tumbuh dengan bunga. Faktor yang mempengaruhi adalah spesies tanaman, iklim, budidaya tanaman, dan nutirisi yang diperoleh tanaman. Daftar Pustaka Anonim. 1997. Albazia falcataria.di http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke_energy/Albizia_falcataria.html. Diakses tanggal 8 April 2015. Pukul 16:45 WIB Anonim.2009. Tumbuhan Monokotil dan Dikotil.di http: www.adipedia.com. Diakses tanggal 8 April 2015.Pukul 16:45 WIB Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri.2010. Tanaman Rempah dan Industri.Sukabumi. Brands, SJ. 2007. Systema Naturae. Universal Natural Taxonomic Services. Amsterdam. Netherland Edy, S. 2011. Aspek Budidaya, Prospek, Kendala, dan Solusi Pengembangan Sorgum di Indonesia. Jakarta. Deptan, 2011. http://www.litbang.deptan.go.id Diakses tanggal 8 April 2015. Pukul 17.00 WIB. Departemen Pertanian, 1998. Sorghum dan Cara Pengolahan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Ungaran. In stalasi Penelitian dan Pengkajian Pertanian. Bagian Proyek Teknologi Pertanian, Yogyakarta. Djarkasi, G.S.S. 2012. Teknologi Pengolahan Minyak Kenari. Sam Ratulanggi University Fitter. A. H dan Hay, R. K. M. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman.Gadjah Mada University Press. Gillett , Polhill dan Verdcourt. 2014. Teramnus labialis.http://www.fao.org/ag/agp/AGPC/doc/Gbase/data/pf000072.htm.Di Akses pada tanggal 30 maret 2015. Haba, Jellian Radja. 2009. Tugas MK tatalaksana padang penggembalaan tropika. Blog Akademik: Michael Riwu Kaho, Undana, Kupang. Haryoto. 2000. Tempe Benguk. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Henny, Rachmawati, D. Iriantono, dan Hansen, Christian P. 2009. Informasisingkat benih.Diakses tanggal 10 April 2015. Pukul 17.00 WIB di http: bpthbalinusra.net. Horne, Werner W and Petter M. 2001.Menengembangkan Teknologi Hijauan Makanan Ternak bersama Petani Kecil.Australia. Joko, Tulus Sanyoto. 2010. Sengon laut. http: www.jabonjawa.com. Diakses tanggal 18 Maret 2015. Laimeheriwa J. 1990. Teknologi Budidaya Sorgum. Irian Jaya: Balai Informasi Pertanian, Departemen Pertanian. Lyhr, K. P., 1992. Mahogany – Silviculture and Use of American Mahogany (Swietenia spp.).The RoyalVeterinary and Agricultural University, Copenhagen. Merritt RJ, Jenks BH (01 May 2004). " Safety of soy-based infant formulas containing isoflavones: the clinical evidence ". J Nutr. 134 (5): 1220S–4S. PMID 15113975 . Michael A. Grusak. 2008. Genetic Diversity for Seed Mineral Composition in the Wild Legume Teramnus labialis. USDA/ARS Children’s Nutrition Research Center, Department of Pediatrics, Baylor College of Medicine, 1100 Bates Street, Houston, TX 77030, USA Mulyani, E.S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Kanisius. Yogyakarta Nani, D. Rahman, dan M. Sodik.2006. Pemberian Bokhasi Tanah Berpasir terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung.Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmu Pertanian. 2: 6-11. Nurhasybi, Kartiko, M. Zanzibar, Sudrajat Dede Jajat, Pramono Agus A., Buharman, Sudrajat, Suhariyanto. 2010. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor. Plantus.2008. NEKAPLANTASIA.Diakses tanggal 10 April 2015. Pukul 17.00 WIB di http://anekaplanta.com/feed/. Prohati.2009. Keanekaragaman Tumbuhan Hayati Indonesia.Diakses tanggal 10 April 2015. Pukul 17.00 WIB di http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=387. Purwanto, Imam. 2007. Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Purwono dan Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf.1992. Beternak Ayam kampong.PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Reksohadiprodjo,S.1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Roshetko, JM 1995. Benih pengobatan dan inokulasi.Agroforestry untuk Pasifik Technologies, Factsheet 12.Morrilton, AR, USA: Nitrogen Fixing Tree Association, 4 ha Roshetko, JM berbasis masyarakat (1995) Pohon Produksi Benih dengan Desmodium rensonii dan Flemingia macrophylla . Agroforestry Information Service No 13. Arkansas, Amerika Serikat. Rukmana R. 2005. Budi Daya Rumput Unggul. Kanisius.Yogyakarta. Soetrisno, R.D. 2008.Pengantar Kultur Jaringan Tanaman Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Sutopo, L. 1993.Teknologi Benih. Cetakan ke-3.Rajawali.Jakarta. Syamsiah, M. 2004. Taksonomi Tumbuhan Tinggu. Universitas Hassanudin. Makassar. Tjitrosoepomo,Gembong,2005. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta. Valle, SKB, Silva, JM dan Schunke, RM (2001) Ganho de peso de bovinos em pastagens de Brachiaria decumbenspura e consorciada com Stylosanthes spp.cv.Campo Grande.Reunião Anual Da Sociedade Brasileira de Zootecnia,(38):175-176. Wagner, Warren L. / Herbst, Derral R. / Sohmer, SH 1999.Manual dari tanaman berbunga Hawaii.Revised edition.Edisi revisi.Bernice P. Bishop Museum special publication.Bernice P. Bishop Museum publikasi khusus.University of Hawai'i Press/Bishop Museum Press, Honolulu. University of Hawaii Press / Bishop Museum Press, Honolulu. (2):1919. Lampiran BAB IV GERMINASI Tinjauan Pustaka Germinasi Perkecambahan atau germinasi secara teknis adalah permulaan munculnya pertumbuhan aktif yang menghasilkan pecahnya kulit biji dan munculnya semai (Gardneret al., 1991). Sekali proses ini terjadi tidak dapat kembali ke keadaan semula, yaitu benih tidak dapat kembali kekondisi dorman lagi menurut Schmidt (2000), perkecambahan merupakan batas antara benih yang masih tergantung pada sumber makanan dari induknya dengan tanaman yang mampu berdiri sendiri dalam mengambil hara. Perkecambahan secara morfologis merupakan proses pembelahan sel dan perpanjangannya, yang secara visual yaitu keluarnya akar dan daun dari kulit benih (Sutopo, 1993).Proses perkecambahan, menurut Malesshi dan Desicacher (1995), merupakan langkah awal yang memberikan efek yang positif. Gardner et al. (1991), melaporkan bahwa perkecambahan akan mengakibatkan hidrolisis dan aktivasi enzim. Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan berkecambah), perlakuan awal (pematahan dormansi) dan kondisi perkecambahan seperti air, suhu, media, cahaya dan bebas dari hama penyakit. Cahaya, suhu dan kelembaban adalah tiga faktor utama yang mempengaruhi perkecambahan.Selama pertumbuhan kecambah, kondisi media pertumbuhan seperti pH, salinitas dan drainase menjadi penting.Selama perkecambahan dan tahap awal pertumbuhan benih dan anakan sangat rentan terhadap tekanan fisiologis, infeksi dan kerusakan mekanis.Penyediaankondisi lingkungan yang optimal bertujuan untuk mempercepat perkecambahan sehingga anakan dapat melalui tahapan tersebut dengan cepat (Schmidt, 2000).Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan untuk berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26,5°C sampai 35°C. Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh giberalin(Sutopo, 2004). Dormansi yaitu suatu keadaan pertumbuhan yang tertunda atau keadaan istirahat, merupakan kondisi yang berlangsung selama suatu periode yang tidak terbatas walaupun berada dalam keadaan yang menguntungkan untuk perkecambahan (Gardner et al., 1991). Dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viable)gagal berkecambah meskipun berada pada kondisi yang cocok untuk perkecambahan. Dormansi benih dapat diklasifikasikan menjadi dormansi bawaan (innate dormancy), dormansi rangsangan (induced dormancy) dan dormansi paksaan (enforced dormancy). Dormansi bawaan disebut juga dormansi primer merupakan domansi yang terbawa benih pada saat perkembangannya di pohon induk. Dormansi ini timbul dalam proses perkembangan dan pemasakan benih. Dormansi rangsangan atau dormansi sekunder terjadi sebagai akibat faktor lingkungan seperti pada benih jenis-jenis legum, benih akan mudah berkecambah tetapi bila benih dikeringkan akan membentuk kulit benih yang keras. Dormansi paksaan tidak memenuhi kriteria dormansi yang sesungguhnya karena adanya kondisi luar yang mempengaruhinya(Schmidt, 2002). Metode Germinasi Imbibisi air merupakan proses awal perkecambahan. Air yang masuk diserap oleh biji berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm.Kuantitas (tingkat energi), kualitas (warna atau panjang gelombang) dan lamanya penyinaran (fotoperiode) dalam daur harian atau musiman mempunyai pengaruh nyata terhadap perkecambahan.Umumnya cahaya, untuk merangsang pertumbuhan mempunyai tingkat energi yang rendah. Proses perkecambahan sangat responsif terhadap temperatur. Bermacam-macam biji mempunyai tiga titik-titik kardinal, yaitu: temperatur minimum, temperatur optimum, dan temperatur maksimum. Pertumbuhanvegetatif yang normal terjadi pada temperatur kardinal. Perkecambahan menurunkan tingkatan oksigen yang tinggi kecuali bila respirasi yang berhubungan dengan fermentasi. Penurunan kandungan oksigen udara dibawah 20 % akan menurunkan kegiatan perkecambahan (Kamil, 1992). Biji sorgum yang merupakan bagian dari tanaman memiliki ciri-ciri fisik berbentuk bulat (flattened spherical) dengan berat 25-55 mg (Dicko et al., 2006). Biji sorgum terdiri atas tiga bagian utama, yaitu lapisan luar (coat), embrio (germ), dan endosperm. Bagian lapisan luar biji sorgum terdiri atas hilum dan perikarp yang mengisi 7,3-9,3% dari bobot biji (du Plessis, 2008). Perikarp terdiri atas lapisan mesocarp dan endocarp. Mesokarp merupakan lapisan tengah dan cukup tebal, berbentuk polygonal, dan mengandung sedikit granula pati. Endokarp tersusun dari sel yang melintang dan berbentuk tabung, pada endokarp terdapat testa dan aleuron, serta pada lapisan ini terdapat senyawa fenolik (Dicko et al., 2005; du Plessis 2008). Lapisan testa bersifat padat dan rapat. Ketebalan lapisan testa bervariasi untuk setiap varietas, biasanya paling tebal pada puncak biji dan yang tertipis terdapat di dekat lembaga. Ketebalan testa di puncak biji berkisar antara 100-140 μm, dan yang paling tipis berukuran 10-30 μm. Lapisan aleuron terdapat di atas permukaan endosperma biji. Warna biji dipengaruhi oleh warna dan ketebalan kulit (pericarp), terdapatnya testa serta tekstur dan warna endosperm. Warna pada testa adalah akibat adanya tanin (Waniska 2000, Earp et al., 2004, du Plessis 2008). Bagian embryo (germ) meliputi 7,8-12,1% dari bobot biji yang terdiri atas bagian inti embryo (embryonic axis), skutelum (scutellum), calon tunas (plumule), dan calon akar (radicle).Bagian endosperma merupakan 80-84,6% dari bobot biji (du Plessis, 2008). Gambar 4.1 Biji sorgum dan bagiannya. S.A=Stylar area/bagian ujung, E.A=Embryonic axis/inti embrio, S=Scutellum/Sekutelum Sumber: Earp et al. (2004) Materi dan Metode Materi Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain kapas, beaker glass, amplas, gunting kuku, cawan petri, kain strimin, dan oven. Bahan.Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain biji tanaman sorgum bunga putih (Sorghum helepanse). Metode Metode yang digunakan pada praktikum germinasi adalahbiji sorgum bunga putih (Sorghum helepanse) diskarifikasi dengan empat macam perlakuan yaitu dilukai, diamplas, direndam air panas, direndam H2SO4, dan dioven pada suhu 55°C.Perlakuan dilukai yaitu biji dilukai menggunakan gunting kuku.Perlakuan dalam perendaman yaitu biji dibungkus menggunakan strimin dan direndam H2SO4 dan air panas suhu 80oC selama 10 atau 20 menit.Perlakuan dengan oven yaitu biji dioven dengan suhu 55oC.Biji yang telah diberi berbagai macam perlakuan skarifikasi kemudian ditanam pada medium kapas lalu diamati pertumbuhannya setiap hari selama 2 minggu. Data yang diamati meliputi hari berkecambah, tinggi tanaman, dan jumlah daun yang muncul. Hasil dan Pembahasan Praktikum germinasi kali ini menggunakan biji tanaman sorgum bunga putih (Sorghum helepanse). Biji diberi perlakuan dengan berbagai macam perlakukan skarifikasi yaitu dilukai dengan gunting kuku, diamplas, direndam air panas, direndam H2SO4, dan dioven pada suhu 55ºC.Berbagai macam perlakuan pada bijidilakukan untuk mengetahui perbandingan kecepatan proses perkecambahan biji ini setelah diperlakukan skarifikasi dengan berbagai cara. Yuniarti et al.(2013), menyatakan bahwa perlakuan skaifikasi dapat dilakukan dengan pengurangan ketebalan kulit, perendaman dalam air, perlakuan dengan zat kimia, penyimpanan benih dalam kondisi lembab dengan suhu dingin dan hangat, dan pengovenan. Perlakun skarifikasi pertama yang dilakukan adalah dengan melukai biji menggunakan gunting kuku. Perlakuan kedua adalah dengan mengamplas kulit biji tanaman. Perlakuan ini menyebabkan kulit biji semakin tipis dan akan semakin banyak rongga udara yang terjadi, hal inilah yang menyebabkan perkecambahan akan semakin cepat. Yuniarti et al.(2013), menyatakan bahwa perlakuan dengan mengamplas kulit biji dapat mengurangi ketebalan kulit sehingga dapat mempercepat perkecambahan. Pelukaan biji dengan cara digunting pada lapisan endosperm dapat mempercepat proses perkecambahan.Perlakuan ketiga adalah dengan perendaman dengan menggunakan air hangat, hal ini akan menyebabakan terbukanya kulit dari biji sehingga perkecambahan lebih cepat dari pada perendaman dengan air dingin dalam waktu yang lama.Cahyadi (2008) menyatakan bahwa perlakuan yang dilakukan dengan cara merendam benih dengan air panas pada suhu perendaman dan lama perendaman tertentu agar kulit biji lebih mudah dalam proses penyerapan air (imbibisi). Perlakuan keempat yaitu dengan merendam biji dalam larutan asam sulfat pekat (H2SO4), hal ini bertujuan untuk membuat kulit biji mengalami degradasi sehingga perkecambahan akan lebih cepat.Perendaman biji di dalam asam sulfat pekat (H2SO4) yang terlalu lamaakan menyebabkan biji menjadi mati.Perlakuanterakhir yaitu dengan cara dioven pada suhu 55ºC. Hari berkecambah dan keluarnya daun Hasil pengamatan hari berkecambah dan keluarnya daun pertama pada biji tanaman sebagai berikut. Tabel 4.1 Hari berkecambah dan keluarnya daun No Biji Hari berkecambah Keluarnya daun 1 Sorghum helepanse Hari ke-2 Hari ke-4 2 Indigofera arectaflow - - Berdasarkan data hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa biji sorgum berkecambah pada hari kedua dan keluar daun pada hari keempat. Bahri et al. (2013), menyatakan bahwa waktu perkecambahan biji adalah 36 jam. hal Lama proses perkecambahan berdeda disebabkan oleh perbedaan varietas biji, umur, dan kondisi lingkungan. Mareza (2009), menambahkan bahwa pengaruh varietas dapat menunjukkan perbedaan terhadap kecepatan benih berkecambah.Varietas berpengaruh terhadap perbedaan vigor benih karena kecepatan benih berkecambah juga mencerminkan vigor benih. Arief et al. (2009), mengungkapkan bahwa vigor adalah kemampuan benih menumbuhkan tanaman dengan normal. Vigor benih menunjukkan potensi benih untuk tumbuh dan berkembang dari kecambah normal pada berbagai kondisi lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan menurut Fisher dan Peter (1992), antara lain air, cahaya, temperatur, gas, dan masadormansi.Himam et al, (2008), menyatakan bahwa perbedaan kecepatan proses germinasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan faktor-faktor lingkungan seperti air, O2, cahaya dan suhu.Berdasarkan literatur maka faktor sangat mempengaruhi perkecambahan adalah ketersediaan air. Tinggi tanaman Biji Sorgum bunga putih (Sorghum helepanse).Tinggi tanaman yang telah berkecambah diukur setiap hari selama 2 minggu pengamatan. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan menggunakan alat ukur berupa mistar. Hasil pengukuran tinggi tanaman pada biji sorgum bunga putihsebagai berikut. Tabel 4.2 Tinggi biji sorgum bunga putihpada berbagai perlakuan Hari ke- Tinggi tanaman (cm) Dilukai Diamplas Direndam air hangat Direndam H2SO4 Dioven 55°C 1 - - - - - 2 2 0,5 - - 0,5 3 4 1 - - 1 4 6 1 - - 1 5 6 1 - - 1 6 6 1 - - 1 7 6 1 - - 1 8 6 1 - - 1 9 6 1 - - 1 10 6 1 - - 1 11 6 1 - - 1 12 6 1 - - 1 13 6 1 - - 1 14 6 1 - - 1 Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, data menunjukkan bahwa biji sorgum bunga putih (Sorghum helepanse) yang diberi perlakuan dengan dilukai, diamplas, dan dioven 55ºC mengalami germinasi, sedangkan sorgum bunga putih (Sorghum helepanse) yang lain yang diberi perlakuan berbeda tidak mengalami germinasi. Biji tanaman sorgum bunga putih (Sorghum helepanse) mengalami awal perkecambahan pada hari kedua pengamatan. Biji yang mendapat perlakuan dengan dilukaimengalami pertumbuhan yang cepat. Hari kedua pengamatan, biji yang mengalami germinasi akibat dilukai mencapai tinggi 2 cm, pada biji yang diamplas dan dioven memiliki tinggi 0,5 cm.Hari ketiga pengamatan panjang kecambah pada biji yang dilukai mencapai 4 cm, sedangkan pada biji yang diamplas dan dioven memiliki panjang 1 cm. Hari keempat pengamatan panjang kecambah pada biji yang dilukai mencapai 6 cm, sedangkan pada biji yang diamplas dan dioven tetap memiliki panjang 1 cm. Sementara itu, biji lain yang diberi perlakuan dengan air hangat dan direndam pada H2SO4tidak menunjukkan tanda-tanda germinasi. Keadaan tersebut bertahan hingga pengamatan berakhir setelah hari keempatbelas (dua minggu).Biji yang tidak mengalami germinasi disebabkan karena kekurangan air untuk proses imbibisi. Biji tanaman yang berkecambah di tempat gelap akan lebih cepat memanjang dibandingkan dengan di tempat terang. Berarti cahaya matahari menghambat pertumbuhan tanaman, walaupun semua makhluk hidup sangat membutuhkan cahaya matahari untuk kehidupannya (Sundari et al., 2008).Tanaman mampu beradaptasi dengan lingkungan dengan bukti bahwa tanaman tersebut dapat melakukan perkembangbiakan. Ketahanan hidup memerlukan daya tahan terhadap stress lingkungan hidupnya. Kesinambungan beradanya suatu species tanaman pasture dalam suatu padangan menunjukkan adanya mekanisme yang cukup untuk tetap hidup (Reksohadiprojo, 1995).Roesmarkam et al. (1993), menyatakan bahwa tanaman sorgum memiliki adaptasi yang luas, toleran terhadap kekeringan dan genangan serta dapat tumbuh di lahan yang kurang subur. Gambar 4.2 Grafik perbandingan tinggi tanaman Sorghum helepanse padaberbagai perlakuan Berdasarkan data hasil pengamatan tinggi tanaman, dapat diketahui bahwa biji sorgum mampu tumbuh. Menurut Purnamasari (2009), tinggi tanaman dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban, dan hormon pertumbuhan. Tanaman yang tidak tumbuh juga dapat disebabkan karena adanya pengaruh jamur yang menyebabkan tanaman busuk dengan cepat dan akhirnya mati, hal ini terbukti dengan adanya beberapa biji yang tercemar jamur. Biji Tarum (Indigofera arectaflow).Hasil pengukuran tinggi tanaman pada biji tarumsebagai berikut. Tabel 4.3 Tinggi biji tarumpada berbagai perlakuan Hari ke- Tinggi tanaman (cm) Dilukai Diamplas Direndam air hangat Direndam H2SO4 Dioven 55°C 1 - - - - - 2 - - - - - 3 - - - - - 4 - - - - - 5 - - - - - 6 - - - - - 7 - - - - - 8 - - - - - 9 - - - - - 10 - - - - - 11 - - - - - 12 - - - - - 13 - - - - - 14 - - - - - Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, data menunjukkan bahwa biji tarum (Indigofera arectaflow) tidak mengalami perkecambahan pada berbagai macam perlakuan skarifikasi.Biji yang tidak mengalami germinasi disebabkan karena kekurangan air untuk proses imbibisi. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan menurut Mudiana (2007), yaitu kondisi benih dan faktor luar benih. Kondisi benih meliputi kemasakan biji atau benih, kerusakan mekanik dan fisik, serta kadar air biji. Jumlah daun Biji Sorgum bunga putih (Sorghum helepanse).Pengamatan jumlah daun yang dilakukan adalah dengan mengamati hasil pertumbuhan daun yang tumbuh setelah biji mengalami perkecambahan. Hasil pengamatan jumlah daun pada tanamansorgum adalah sebagai berikut. Tabel 4.4Jumlah daunsorgum bunga putih Hari ke- Jumlah daun Dilukai Diamplas Direndam air hangat Direndam H2SO4 Dioven 55°C 1 - - - - - 2 - - - - - 3 - - - - - 4 - - - - - 5 - - - - - 6 2 - - - - 7 2 - - - - 8 2 - - - - 9 2 - - - - 10 2 - - - - 11 2 - - - - 12 2 - - - - 13 2 - - - - 14 2 - - - - Berdasarkan data hasil pengamatan, dapat diketahui jumlah daun yang muncul pada biji yang diberi perlakuan dilukai yaitu sebanyak dua helai, sedangkan biji yang lain tidak muncul daun. Sundari et al. (2008), menyatakan bahwa tanaman yang tumbuh dengan cukup cahaya, daunnya mempunyai epidermis dan lapisan palisade yang tebal dengan ruang antar sel. Pertumbuhan daun pada beberapa biji tidak terjadi selama praktikum berlangsung, hal ini disebabkan karena pemberian air selama perlakuan tidak teratur. Faktor luar yang berpengaruh terhadap antara lain suplai air, suhu, oksigen, cahaya dan médium(Purnamasari, 2009). Gambar 4.3 Grafik perbandingan jumlah daunSorghum helepanse pada berbagai perlakuan Berdasarkan data hasil pengamatan jumlah daun, dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi jumlah daun yang tumbuh pada suatu tanaman yaitu antara lain suplai air, suhu, oksigen, cahaya dan médium pertumbuhan. Biji Tarum (Indigofera arectaflow). Hasil pengamatan jumlah daun pada tarum sebagai berikut. Tabel 4.5.Jumlah dauntarum Hari ke- Jumlah daun Dilukai Diamplas Direndam air hangat Direndam H2SO4 Dioven 55°C 1 - - - - - 2 - - - - - 3 - - - - - 4 - - - - - 5 - - - - - 6 - - - - - 7 - - - - - 8 - - - - - 9 - - - - - 10 - - - - - 11 - - - - - 12 - - - - - 13 - - - - - 14 - - - - - Berdasarkan data hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa biji tarum yang dikecambahkan tidak muncul daun. Pertumbuhan daun pada biji tarum tidak terjadi selama praktikum berlangsung, hal ini disebabkan karena pemberian air selama perlakuan tidak teratur.Faktor luar yang berpengaruh terhadap antara lain suplai air, suhu, oksigen, cahaya dan médium(Purnamasari, 2009). Kesimpulan Biji tanaman Sorghum helepansemerupakan contoh biji tanaman rumput, sedangkan biji Indigofera arectaflow adalah contoh biji tanaman leguminosa. Biji tanaman Sorghum helepanse mengalami perkecambahan pada perlakuan skarifikasi dengan dilukai menggunakan gunting kuku, diamplas, dan dioven 55ºC. Biji dengan perlakuan skarifikasi dengan menggunakan perendaman pada air hangat dan perendaman pada H2SO4tidak menunjukkan peristiwa perkecambahan. Biji tanaman legum Indigofera arectaflow tidak mengalami perkecambahan pada berbagai macam perlakuan skarifikasi. Daftar Pustaka Arief, R, A. Maarif, dan E. Yulianto. 2009. Bocoran Kalium sebagai Indikator Vigor Benih Jagung.Prosiding Seminar Nasional Serealia. Bahri, Syaiful, Moh. Mirzan, dan Moh.Hasan. 2012. Karakterisasi Enzim Amilase Dari Kecambah Biji Jagung. Jurnal Natural Science.Vol. 1. (1) 132-143 Cahyadi, F. 2008. Pengujian Germinasi Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala) dengan Perlakuan Air Panas.Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traoré, W.J.H van Berkel, and A.G.J Voragen. 2005. Evaluation of the effect of germination on content of phenolic compounds and antioxidant activities in sorghum varieties. J. Agric. Food Chem. 53:2581-2588. Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traoré, W.J.H van Berkel, and A.G.J Voragen. 2006. Sorghum grain as human food in Africa: relevance of content of starch and amylase activities. African Journal of Biotechnology 5 (5): 384-395. du Plessis, J. 2008. Sorghum production. Republic of South Africa Department of Agriculture. www.nda.agric.za/publications. Earp, C.F., C.M. McDonough, and L.W. Rooney. 2004. Microscopy of pericarp development inthe caryopsis of Sorghum bicolor (L.) Moench. Journal of Cereal Science 39: 21–27. Fisher N. and Petter G. 1992. Fisiologi Tanaman Tropik. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Gardener, F. R., P. Brent, and R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo, Universitas Indonesia Press, Jakarta Kamil, J. 1992. Teknologi Benih. Jilid 1. Angkasa, Bandung. Malesshi, N. G. and Desicacher. 1995. Nutrient Composition Amino Acid and Vitamin Content of Malled Sorghum, Pearl Millet, Finger Millet and Their Rootlets. Mareza, Evriani, dkk. 2009. Respon Perkecambahan Lima Varietas Padi Rawa Lebak terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4D pada Fase Vegetatif di Lapangan. Akta agrosia Vol. 12 No. 2. Mudiana, Deden. 2007. Perkecambahan Syzygium Cumini (L.) Skeels. Fmipa Uns. Biodiversitas. Surakarta. Vol 8, No 1. Purnamasari, Dyah. 2009. Pengaruh Konsentrasi Lama Perendaman dalam asam Sulfat terhadap Perkecambahan Biji Ki Hujan (Samanea saman).Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi.Universitas Islam Negeri Malang. Malang. Reksohadiprodjo, S. 1995. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE, Yogyakarta. Roesmarkam, S., Sutoro dan Subandi. 1993. Sorghum: kegunaan, pola, dan teknik budidaya. hlm. 1176 -1185. Pros. Simp. Penelitian Tanaman Pangan III. Bogor. Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis 2000.Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan, Jakarta. Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Terjemahan. Kerjasama Direktorat Jenderal Rehabiltasi Lahan dan Perhutanan Sosial dengan Indonesia Forest Seed Project. Jakarta. Sutopo, L., 1993. Teknologi Benih. Rajawali. Jakarta. Waniska, R.D. 2000. Structure, phenolic compounds, and antifungal protein of sorghum caryopsis. In A. Chandrashekar, R. Bandyopadhyay, and A.J. Hall (eds.). Technical and institutional options for sorghum grain mold management: proceedings of an international consultation, 18-19 May 2000, ICRISAT, Patancheru 502 324, Andhra Pradesh, India: International Crops Research Institute for the Semi Arid Tropics. Pp 72-106. Yuniarti, Naning, Megawati, dan Budi Leksono. 2013. Teknik Perlakuan Pendahuluan dan Metode Perkecambahan untuk Mempertahankan Viabilitas Benih acacia Crassicarpa Hasil Pemuliaan.Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea. Vol. 2 No. 1. Lampiran BAB V PERTUMBUHAN TANAMAN Tinjauan Pustaka Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran sel atau organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif (terukur). Perkembangan adalah proses menuju kedewasaan pada organisme. Proses ini berlangsung secara kualitatif. Pertumbuhan dan perkembangan bersifat irreversible (Reksohadiprodjo, 1994). Pertumbuhan merupakan proses pertambahan volume dan jumlah sel yang mengakibatkan bertambah besarnya organisme. Pertambahan jumlah sel terjadi karena adanya pembelahan mitosis, dan bersifat irreversibel artinya organisme yang tumbuh tidak akan kembali ke bentuk semula. Pertambahan jumlah sel terjadi karena adanya pembelahan mitosis (Campbell, 2002).Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat dalam tubuh organisme, seperti sifat genetika yang ada dalam gen dan hormon yang merangsang pertumbuhan. Perkembangan adalah suatu proses kemajuan yang terjadi secara berangsur-angsur dari kompleksitas rendah ke kompleksitas tinggi dan terjadi diferensiasi. Perkembangan dapat dinyatakan melalui berbagai cara, mulai dari bagian tertentu suatu tanaman sampai jumlah total perkembangan tanaman. Aktifitas perkembangan yang vital pada tanaman ini banyak tumpang tindih (Champbell, 2002). Pertumbuhan apikal pada ujung akar dan ujung batang mendahului morfogenesis dan diferensiasi.Pembesaran batang terjadi karena pembesaran sel–sel setelah morfogenesis dan diferensiasi berlangsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan terdapat dua macam yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar.Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan adalah faktor intern dan ekstern (Salisbury dan Cleon, 2002). Faktor dari dalam (internal) yaitu faktor yang terdapat pada tanaman itu sendiri berupa hormon–hormon dan faktor dari luar (ekstern) yaitu faktor lingkungan hidup tumbuhan tersebut. Faktor internal meliputi zat dan hormon tumbuh yang berperan penting dalam proses pertumbuhan. Hormon adalah suatu senyawa yang dihasilkan oleh salah satu bagian tubuh dan diangkut ke bagian tubuh yang lain, dimana hormon tersebut akan memicu respon–respon di dalam sel dan jaringan sasaran. Hormon berpengaruh dalam proses pembelahan sel dan pemanjangan sel untuk proses pertumbuhan (Yandant, 2003). Secara umum hormon mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuh dengan cara,mempengaruhi pembelahan, pemanjangan, dan diferensiasi sel. Hormon tumbuhan meliputi auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat, dan etilen. Hormon auksin berfungsi pada pemanjangan dan diferensiasi sel. Hormon sitokinin berfungsi sebagai pertumbuhan, perkembangan dan pembungaan.Hormon giberalin berfungsi pada pertumbuhan, pemanjangan dan perkecambahan.Asam absisat berfungsi untuk stomata, sedang hormon etilen berfungsi dalam pematangan buah (Champbell, 2002). Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan yaitu intensitas cahaya, air, nutrisi, suhu atau kelembaban, dan oksigen.Peran nutrisi adalah sebagai penunjang pertumbuhan dan perkembangan.Cahaya sangat berpengaruh karena dengan adanya cahaya dapat melakukan fotosintesis.Perkembangan sangat dipengaruhi oleh lingkungan yaitu cahaya.Oksigen pada pertumbuhan dan kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikatmeskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910. Kedelai dikenal dengan berbagai nama: sojaboon (bahasa belanda), soja, soja bohne (bahasa Jerman), soybean (bahasa Inggris),kedele (bahasa Indonesia sehari-hari, kacang ramang (bahasa jawa), kacang bulu, kacang gimbol, retak mejong, kaceng bulu,kacang jepun, dekenana, demekun, dele, kadele, kadang jepun, lebui bawak, lawui, sarupapa tiak, dole, kadule, puwe mon, kacang kuning (Sumatera bagian utara) dan gadelei. Berbagai nama ini menunjukkan bahwa kedelai telah lama dikenal di Indonesia.Kedelai merupakan tanaman legum yang kaya protein nabati, karbohidrat dan lemak. Biji kedelai juga mengandung fosfor, besi, kalsium, vitamin B dengan komposisi asam amino lengkap, sehingga potensial untuk pertumbuhan tubuh manusia (Pringgohandoko dan Padmini, 1999).Kedelai juga mengandung asam-asam tak jenuh yang dapat mencegah timbulnya arteri sclerosis yaitu terjadinya pengerasan pembuluh nadi (Taufiq dan Novo, 2004). Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak dan merupakan tanaman semusim.Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya yang bisa optimal.Tanah dan iklim merupakan dua komponen lingkungan tumbuh yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kedelai. Tanaman kedelai dapat tumbuh di berbagai agroekosistem dengan jenis tanah, kesuburan tanah, iklim, dan pola tanam yang berbeda sehingga kendala satu agroekosistem akan berbeda dengan agroekosistem yang lain (Irwan, 2006). Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam yaitu akar tunggang danakar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang.Kedelai juga memilikiakar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil.Perkembangan akarkedelai dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, carapengolahan lahan, kecukupan unsur hara serta ketersediaan air di dalam tanah.Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih, akar-akarsampingnya menyebar mendatar sejauh 2,5 m pada kondisi yang optimal. Umumnya akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman lapisan tanah olahanyang tidak terlalu dalam, sekitar 30 sampai 50 cm. Sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar 20 sampai 30 cm (Maesen, 1993; Adisarwanto, 2005). Menurut Adisarwanto (2005), tanaman kedelai mempunyai dua bentukdaun yang dominan, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk dauntersebut dipengaruhi oleh faktor genetik.Bentuk daun diperkirakan mempunyaikorelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji.Daun mempunyai buludengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi.Lebat-tipisnya bulu pada daunkedelai berkaitan dengan tingkat toleransi varietas kedelai terhadap serangan jenishama tertentu.Hama penggerek polong ternyata sangat jarang menyerang varietaskedelai yang berbulu lebat.Kedelai mempunyai dua fase tumbuh, yaitu vegetatif dan reproduktif. Fase vegetatif dihitung sejak tanaman berkecambah sampai saat berbunga.Sedangkanfase reproduktif dihitung sejak pembentukan bunga, pembentukanpolong, perkembangan biji, dan pemasakan biji. Komponen lain dari tanaman kedelai adalah buah. Buah pada kedelaidisebut “polong”, yang tersusun dalam rangkaian buah. Polongkedelai pertama kali terbentuk sekitar 7 sampai 10 hari setelah munculnya bunga pertama.Panjang polong muda sekitar 1 cm. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapatmencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong danpembesaran biji akan semakin cepat setelah pembentukan bunga berhenti. Ukurandan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji.Halini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuningkecoklatan pada saat masak.Jumlah biji yang terdapat di dalam polongyaitu 2 sampai 3biji.Bentuk biji bervariasi, tergantung dari varietas, yaitu bulat, agak gepeng danbulat telur (Nasikah, 2007). Selama proses pertumbuhannya, tanaman kedelai sangat memerlukan nitrogen dalam jumlah yang cukup. Nitrogen ini dapat diperoleh melalui tanah dan melalui udara dengan bantuan bintil-bintil akar (nodul) yang mengandung bakteri Rhizobium.Sejumlah besar bakteri Rhizobium dapat mati karena keasaman tanah.Oleh sebab itu diperlukan adanya inokulasi apabila tidak adanya spesies Rhizobium, atau kalau ada sedikit jumlahnya sehingga tidak efektif.Situasi semacam itu, inokulasi dapat membentuk populasi galur yang efektif yang menghasilkan tanaman legum yang baik nodulnya (Mulyadi, 2012). Materi dan Metode Materi Alat.Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pertumbuhan tanaman yaitu penggaris, alat tulis, kertas kerja, cangkul, polybag, dan wadah air Bahan. Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum pertumbuhan tanamanyaitu pupuk kandang, biji dari legum Glycine max, inokulum rhizobium, sekam, tanah. Metode Metode yang dilakukan dalam praktikum pertumbuhan tanaman yaitu praktikan melakukan pencampuran tanah, pupuk kandang , sekam dengan perbandingan 2 : 1 : 1 kemudian dimasukkan kedalam polybag. Polybag yang berbeda ditanam tiga biji Glycine max.Biji kedelai yang ditanam sebelumnya direndam terlebih dahulu dengan air gula dan ditambah inokulum rhizobium.Polybag disiram dengan air secukupnya, kemudiani ditempatkan di bawah rumah kaca dengan jarak antar polybag yang satu dengan yang lain 0,5 meter. Tanah yang tercampur digunakan sebagai media tanam, tanaman yang ditanam yaitu legum Glycine max.Pertumbuhan legum diukur selama 30 hari, tanaman disiram setiap hari 2 kali sehari pagi dan sore serta dilakukan pengukuran panjang tanaman dan jumlah daun tanaman pada waktu pagi hari, kemudian hasilnya dibandingkan dan dilihat perbedaan pertumbuhan antara biji kedelai yang ditanam tanpa diberi inokulum rhizobium dan biji kedelai yang ditanam diberi inokulum rhizobium. Hasil dan Pembahasan Praktikum pertumbuhan tanaman bertujuan untuk mengetahui perbedaan kecepatan pertumbuhan legum Glycine max dengan dua perlakuan, yaitu ditambah dengan inokulum Rhizobium dan tidak ditambah inokulum Rhizobium. Terdapat 2 perlakuan berbeda, yaitu biji ditambahkan inokulum Rhizobium dan biji tidak diberi inokulum Rhizobium. Bahan yang digunakan untuk acara pertumbuhan tanaman yaitu tanah, pupuk daun, dan sekam dengan perbandingan 2:1:1. Tanah berfungsi sebagai media tanam, pupuk daun sebagai sumber nutrien.Sekam berfungsi untuk meningkatkan sirkulasi dan tekstur media tidak terlalu padat. Strain bakteri Rhizobium yang digunakan pada saat praktikum adalah jenis Rhizobium japonicum. Menurut Gardner et al. (1991), Rhizobium japonicum lebih efisien daripada galur Rhizobium lainnya. Hal ini disebabkan oleh kapasitasnya dalam mendaur ulang H2. Hasil yang diperoleh dari praktikum tidak sesuai dengan literatur, ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain karena faktor lingkungan seperti cahaya, temperatur, dan nutrien dalam tanah.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil pertumbuhan biji Glycine max sebagai berikut. Tinggi tanaman dan jumlah daun Berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada saat praktikum diperoleh data rata-rata tinggi tanaman sebagai berikut: Tinggi tanaman Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 5.1 Tinggi tanaman Hari ke Tinggi tanaman (cm) Inokulum Tanpa inokulum 1 0 0 2 0 0 3 0 0 Hari ke Tinggi tanaman (cm) Inokulum Tanpa inokulum 4 0 0 5 0 0 6 3 0 7 4 0 8 5 0 9 9 0 10 9 0 11 10 0 12 14 0 13 14 0 14 14 0 15 15 0 16 17 0 17 17 0 18 18 0 19 20 0 20 22 0 21 23 0 22 25 0 23 28 0 24 35 0 25 37 0 26 38 0 27 45 0 28 62 0 29 65 0 30 65 0 Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui pertumbuhan bijiGlycine max sebagai berikut. Pengukuran dilakukan dengan penggaris.Pengukuran tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai titik tertinggi tumbuhan. Pendapat tersebut diperkuat oleh Lestari et al., (2006) bahwa pengukuran dilakukan mulai pangkal batang sampai ujung daun tanaman tertinggi.Selama melakukan pengamatan pertumbuhan, pertumbuhan tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penambahan inokulum berupa Rhizobium.Hal ini dikarenakan mikrobia melakukan fiksasi nitrogen, sehingga tumbuhan mendapatkan asupan nutrien yang lebih baik dari pada tanaman yang tidak diberi inokulum. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Widyati (2007) menyatakan bahwa penambahan inokulum rhizobium berfungsi untuk merangsang terbentuknya nodul pada akar. Rhizobia adalah kelompok mikroba yang mampu menambat N2 dari udara dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman ketika bersimbiosis dengan tanaman kacang kedelai sehingga dapat memenuhi kebutuhan N2 untuk pertumbuhannya. Tanaman kedelai pada proses pertumbuhannya sangat memerlukan nitrogen dalam jumlah yang cukup. Nitrogen ini dapat diperoleh melalui tanah dan melalui udara dengan bantuan bintil-bintil akar yang mengandung bakteri Rhizobium (Mulyadi, 2012). Penyebab hasil kacang kedelai yang tidak diberi inokulum tidak tumbuh karena biji kurang mendapat asupan nutrien untuk pertumbuhannya dibanding yang diberi inokulum. Pendapat tersebut diperkuat oleh Umami et al., (2012) bakterirhizobium mampu mengikat N2 dari udara dan dipergunakan untuk pertumbuhan kedelai. Hali ini terlihat dari BO kedelai yang edamane dari pada yang tidak diberi iokulum. Jumlah daun Tabel 5.2 Jumlah daun Hari ke Jumlah daun Inokulum Tanpa inoculum 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 4 0 8 4 0 9 4 0 10 4 0 11 4 0 12 7 0 13 8 0 14 9 0 15 9 0 16 10 0 Hari ke Jumlah daun Inokulum Tanpa inoculum 17 10 0 18 10 0 19 11 0 20 11 0 21 12 0 22 13 0 23 14 0 24 14 0 25 14 0 26 14 0 27 14 0 28 17 0 29 17 0 30 18 0 Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa ada perbedaan jumlah daun antara biji Glycine max yang diberi perlakuan dengan penambahan inokulum berupa Rhizobium denganyang diberi penambahan inokulum. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pitojo dalam Umami et al., (2012) bahwa setelah pemberian inokulumstadia kotiledon terjadi, daun primer akan terbuka dan dilanjutkan pada pembentukan daun bertangkai tiga.Hasil tersebut jika dimplementasikan dalam hasil yang didapat, menunjukan sangat jelas bahwa adanya penambahan inokulum membuat daun lebih cepat muncul sehingga ketika tumbuh daun lebih banyak. Jumlah nodul Tabel 5.3 Jumlah nodul Inokulum Tanpa inokulum Banyak, berwarna pucat atau putih Tidak Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa biji kacang kedelai yang diberi tambahan inokulum menghasilkan nodul dalam jumlah lebih banyak daripada tanaman yang tidak diberi tambahan inokulum, namun warna nodul yang diperoleh berwarna pucat yang artinya nodul bekerja tidak efektif. Suharno (2014) menyatakan bahwa nodul yang efektif adalah dinilai dari adanya warna merah, enzim nitrogenase dan leghemoglobin di bentuk oleh bakteroid, dua komponen tersebut yang terlibat dalam proses fiksasi N2. Nodul yang tidak efektif yaitu yang terbentuk sedikit nodul/tidak menambat nitrogen, jaringan bakteri kecil, berumur pendek, nodul terletak tersebar diseluruh perakaran tanaman, jika dibelah tidak mengeluarkan warna merah muda.Faktor efektivitas nodul dipengaruhi salah satunya dari lingkungan khususnya keadaan tanah. Mulyadi (2012) menyatakan bahwa sejumlah besar bakteri Rhizobium dapat mati karena keasaman tanah.Nitrogen memasuki tanah dalam bentuk ammonia dan nitrat (NH3-) bersama air hujan, dalam bentuk hasil penambatan N2 atau dalam bentuk penambatan pupuk sintesis. N organik yang terbentuk kemudian diubah menjadi ammonia melalui proses deaminasi, karena ammonia dapat secara langsung diasimilasikan oleh mikroba atau dirubah terlebih dahulu menjadi senyawa nitrat secara nitrifikasi. Nitrifikasi merupakan proses aerob yang terjadi pada tanah dengan pH netral. Proses nitrifikasi ini terjadi dalam beberapa tingkat, yaitu : a) Oksidasi ammonia menjadi nitrit : Nitrosomonas 2NH3 + 3O2 2HNO2 + 2 H2O + 156.8 kal Nitrosococcus b) Oksidasi senyawa nitrit menjadi nitrat : Nitrobakter 2HNO2 + O2 2HNO3 + 44 kal Proses tersebut dapat terjadi sebaliknya, yaitu senyawa nitrat diubah menjadi nitrit, kemudian menjadi ammonia. Proses ini dinamakan proses denitrifikasi. Escherichia coli Pseudomonas NO3¯ NO2¯ NH3 Denitrificans (Nasikah, 2007) Berdasarkan morfologi tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, merumpun, kadang-kadang menjalar, berbulu kecoklat coklatanatau kelabu dan merupakan tanaman semusim. Adisarwanto (2005) menyatakan bahwa agar pertumbuhannya optimaltanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang,polong, dan biji.Akar, batang, dan daunsebagai alat hara (organum nitritivum), sedangkan bunga, buah dan biji sebagaialat berkembangbiakan (organum reproductivum) (Rukmana et al., 1996).Definisi pertumbuhan menurut Campbell et al(2003) adalah pembelahan sel (peningkatan jumlah), pembesaran sel (peningkatanukuran), dan diferensiasi (spesialisasi sel).Agustina (2005) menjelaskan pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlahsel-sel tanaman yang diikuti oleh pertumbuhan berat kering tanaman. Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang antara tanaman kacang kedelai yang diberi inokulumdan tanaman yang tidak diberi inokulum. Data tersebut sesuai dengan literatur karena tanaman kacang kedelai pada akarnya terdapat nodul berisikan bakteri yang mampu memfiksasi nitrogen yang ada di udara yang berfungsi untuk kebutuhan hidupnya dan salah satu cara merangsang pertumbuhan nodul yaitu dengan menambahkan inokulum. DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. 2005. Kedelai Budi Daya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar Swadaya. Jakarta. Agustina, L. 2005. Pertumbuhan dan Perkembangan Sistem Tanaman Secara Kuantitatif.Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian UB.Malang Champbell. N A. 2002. Biologi Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Gardner, Franklin P., R. Brent Pearce. Penerjemah Herawati Susilo. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Irwan A. W. 2006. Budidaya Tanamn Kedelai. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Jatinangor Lestari, W.G. Solicatun., Sugiyarto. 2006. Pertumbuhan, Kandungan Klorofil, dan Laju Respirasi Tanaman Garut (Maranta arundinacea L.) setelah Pemberian Asam Giberelat (GA3). FMIPA UNS, Surakata. Mulyadi, Achmad. 2012. Pengaruh pemberian legin, pupuk NPK (15:15:15) dan urea pada tanah gambut terhadap kandungan N, P total pucuk dan bintil akar kedelai (Glycine max (L.) Merr.). 2012. Kaunia. VIII (I): 21-29. Nasikah. 2007. Pengaruh inokulasi Rhizobium dan waktu pemberian pupuk N (urea) terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai di lahan sawah setelah kedelai(Glycine max (L.) Merril). Universitas Islam Negeri Malang. Malang. Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE. Yogyakarta. Rukmana, R., Yuniarsih, Y. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross. 2002. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Institut Teknik Bandung. Bandung. Suharno. 2014. Peranan Rhizobium japonicum pada produktivitas kedelai. STPP. Yogyakarta. Taufiq, T.M.M. dan I. Novo. 2004. Kedelai, Kacang Hijau dan Kacang Panjang. Absolut. Yogyakarta. Umami, Naifatul., H. M.Wiajayanti., D. A. M Nurdani., R. Utomo., R. D. Soestrino., B. Suhartono., B. Suwignyo., C. Wulandari. 2012. Penamabahan Inokulu dalam Meningkatkan Kualitas Jerami Kedelai Edamame (Glycine mac var Ryokho) sebagai Pakan Ternak. Pasture Vol 12, Yogaykarta. Widyati, enny.2007 Formulasi inokulum mikroba: ma, bpf dan rhizobium asal lahan bekas tambang batubara untuk bibit acacia crassicarpa. no3. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi alam.Bogor Yandiant. 2003. Bercocok Taanam Padi. Penerbit M2S. Bandung. Lampiran BAB VI KULTUR JARINGAN TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Pengertian Kultur Jaringan Kultur Jaringan, adalah metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman, seperti sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagiantersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap (Henuhili, 2013).Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril (Jumin, 1992). Kalus embriogenik adalah kalus yang dapat berkembang menjadi embrio somatik. Kalus embriogenik dapat diinduksi dari suatu eksplan menggunakan senyawa-senyawa stressor atau perlakuan yang memberi cekaman. Ciri fisik ini merupakan ciri umum kalus yang bersifat embriogenik, yakni kalus yang dapat berkembang menjadi embrio somatik jika di sub kultur pada medium baru yang sesuai (Rusdianto dan Indrianto, 2013). Jaringan meristematik dapat berupa meristem pucuk terminal atau meristem tunas aksilar. Dalam kegiatan kultur meristem, pertumbuhan dan perkembangan plantlet diarahkan untuk mendapatkan tanaman sempurna. Hal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai cara perbanyakan tanaman.Sel-sel meristem pada umumnya stabil karena mitosis pada sel-sel meristem terjadi bersama dengan pembelahan sel yang berkesinambungan, sehingga ekstra duplikasi DNA dapat dihindarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan identik dengan tanaman donornya (Kardji dan Buchory, 2007). Bagian dari seluruh tanaman dapat digunakan sebagai eksplan tetapi sel-sel yang telah mengalami diferensiasi lebih lanjut sulit ditumbuhkan dibandingkan dengan sel-sel meristematik. Ukuran eksplan yang dikulturkan juga mempengaruhi keberhasilannya. Ukuran yang terlampau kecil akan mengurangi daya tahan tanaman ketika dikulturkan. Sementara bila terlalu besar akan sulit mendapatkan eksplan yang steril (Dinarti et al., 2007).Pernyataan tersebut diperjelas oleh Radji (2005) bahwa semua bagian yang dapat digunakan dalam eksplan yaitu misalnya callusyang berasal dari daun, cabang, akar,umbi, bunga, dan bagian lainnya daritumbuhan. Beberapa diantaranyaadalah regenerasi. Plantlet adalah kalus yang berkembang menjadi tunas yang dapat menghasilkan akar dan selanjutnya tumbuh menjadi individu baru atau yang disebut plantlet. Salah satu faktor lingkungan in vitroyang berperan dalam pertumbuhan dan keragaan plantlet adalah intensitas cahaya. Keragaan plantlet yang baik berkorelasi positif dengan daya hidup dan pertumbuhannya pada tahap aklimatisasi di lingkungan ex vitro (Sumaryono dan Sinta, 2011). Kontribusi lebih lanjut terhadap kultur jaringan tanaman diberikan oleh doktrin sel atau teori sel yang menyatakan bahwa sel bersifat autonom dan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi merupakan kemampuan suatu sel tunggal untuk tumbuh, membelah, dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap. Akivitas jaringan meristem dapat diaktifkan atau ditekan menurut pola diferensiasi yang dikendalikan oleh meknisme genetik dan atau lingkungan (Soetrisno etal., 2008). Perkecambahan In vitro Tahapan penting dalam proses kultur jarigan ialah kalus.Kalus merupakan sel yang memiliki massa yang aktif membelah dan tak terorgaisir yang biasanya muncul sebagai respon terhadap pelukaan jaringan dan organ yang telah mengalami deferensiasi (Prawiro,1992). Kultur jaringan menurut Genta (1997) dapat dibuat dari semua tipe organ (akar, batang, daun, bunga,dll) dan jaringan dapat digunakan sebagai bahan eksplan untuk induksi kalus. Aktivitas proses pembelahan sel dan pembentukan organ dan embrio diperlukan hormon endogen kualitas hormon tersebut ditentukan tipe bahan awal misal umur tanaman dan posisi eksplan pada tanaman. Prinsip kerja dari kultur jaringan menggunakan prinsip totipotensi. Prinsip totipotensi ini, sebuah sel atau jaringan tumbuhan, yang diambil dari bagian manapun, akan dapat tumbuh menjadi tumbuhan sempurna kalau diletakkan dalam media yang cocok. Perbanyakan dengan sistem kultur jaringan harus dilakukan dalam keadaan steril(Widarto, 1996). Teknik in vitrotelah banyak dimanfaatkan dan memberikan harapan dimasa mendatang untuk mengatasi penyediaan bibit. Aplikasi teknologi ini dibidang pertanian selain dimanfaatkan untuk perbanyakan juga konservasi dan perbaikan tanaman. Perbanyakan melalui kultur in vitrodapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu pembentukan tunas adventif, proliferasi tunas lateral, dan embriogenesis somatik. Proliferasi tunas lateral dapat dilakukan dengan cara mengkulturkantunas aksilar atau tunas terminal ke dalam media yang mempunyai komposisi yang sesuai untuk proliferasi tunas sehingga diperoleh penggandaan tunasdengancepat.Setiap tunas yang dihasilkan dapat dijadikan sebagaisumberuntuk penggandaan tunas selanjutnya, sehingga diperoleh tunas yang banyak dalam waktu yang relatif lebih singkat. Teknologi ini juga lebih menjamin keseragaman, bebas penyakit, dan biaya pengangkutan yang lebih murah (Kosmiatin et al., 2005). Medium Kultur Jaringan Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnyaterhadap partumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya (Tuhuteru et al., 2012). Media tidak hanya menyediakan unsur hara (makro dan mikro) tetapi juga karbohidrat (gula) sebagai sumber energi. Hasil yang lebih baik akan dapat diperoleh bila ke dalam media tersebut ditambahkan vitamin, asam amino dan zat pengatur tumbuh. Media kultur jaringan umumnya tersusun atas komposisi hara makro, hara mikro, vitamin, gula, asam amino dan N-organik, persenyawaan kompleks alami (air kelapa, ekstrak ragi, jus tomat, dan lain-lain), buffer, arang aktif, zat pengatur tumbuh (terutama auksin dan sitokinin) dan bahan pemadat. Media kultur jaringan tersusun dari berbagai garam mineral asam amino, gula, vitamin, dan hormon tumbuhan. Mula-mula campuran media dibuat cair yaitu dengan menambahkan air suling (aquadest). Jaringan yang telah berada dalam media cair dan digoncang-goncang dengan alat yang disebut shaker (meja penggojok) tunas-tunas akan muncul berupa tonjolan-tonjolan yang disebut procorn likabodies (Prawiro, 1990). Zat Pengatur Tumbuh Penanaman eksplan dalam proses kultur jaringan yaitu dilakukan pada media MS yang mengandung garam-garam mineral, asam-asam amino, vitamin, sumber karbon dan energi (gula) serta zat pengatur tumbuh (ZPT) dengan komposisi tertentu. Ada beberapa jenis ZPT yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman, seperti auksin (α-napthaleneacetic acid (NAA), 2,4 dichlorophenoxyaceticacid (2,4-D), Indole-3-aceticacid (IAA), IBA, dll.), dan sitokinin (benzyladenin (BA), kinetin (KI), dan zeatin (ZI). Respon tumbuhan terhadap ZPT yang ditambahkan ke dalam media berbeda-beda, tergantung pada jenis tanaman yang dikultur. Efisiensi dan efektifitas dari hormon pertumbuhan juga berbeda terhadap jenis tanaman yang berbeda. Seperti kinetin sangat efektif untuk kultur buku batang (Carimi, et al., 1995), sementara sitokinin konsentrasi rendah dapat memacu perkembangan tunas sedangkan konsentrasi tinggi merangsang penggandaan tunas (Nurwahyuni, 2004). Auksin pada konsentrasi rendah dapat memacu pertumbuhan akar dan pada konsentrasi tinggi dapat merangsang pertumbuhan kalus (Magoon dan Singh, 1995).Pendapat tersebut diperjelas oleh Suprapto (2004) bahwa auksin merupakan senyawa dengan ciri-ciri mempunyai kemampuan dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucukdengan struktur kimia indolering. Kandungan auksin dalamtanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Auksin sebagai salah satu pengatur tumbuh bagi tanaman mempunyaipengaruh terhadap pengembangan sel, fototropisme, geotropime, apikaldominansi, pertumbuhan akarpartenokarpi, absission, pembentukan kalusdan respirasi. Zat pengatur tumbuh didalam media sangat menentukan terhadap keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan kultur. Perbanyakan tanaman dibutuhkan pemilihan perbandingan konsentrasi auksin, sitokinin dan suplemen yang tepat, karena hal ini akan menentukan dalam derajat keberhasilan pembentukan tanaman baru (Nurwahyuni dan Tjondronegoro, 1994). Tahapan Kerja dalam Kultur Jaringan Tahapan dalam pembuatan kultur jaringan ada 4, yaitu persiapan, inokulasi, pemeliharaan, dan aklimatisasi. Persiapan yang dilakukan meliputi sterilisasi alat, pembuatan medium, sterilisasi medium, perkecambahan tanaman dalam media kultur. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril(Jumin, 1992). Menurut Soetrisno etal. (2008), kultur jaringan merupakan suatu proses yang sebagian kecil jaringan hidup (eksplan) diisolasi dari suatu organisme dan ditumbuhkan secara aseptis selama periode tertentu pada medium nutrien. Ukuran eksplan bervariasi, berkisar dari sebesar seedling dan organ (seperti pada kultur embrio dan ovulum) sampai sekecil sel tunggal dan protoplas. Manfaat Kultur Jaringan Teknik perbanyakan tanaman dengan cara teknik kultur in vitro disebut juga mikropropogasi karena potongan tanaman atau eksplan tersebut berukuran kecil. Manfaat dari kultur in vitro ini antara lain menyediakan bibit tanaman yang sehat dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, dalam areal yang kecil, tidak tergantung pada musim dan memungkinkan manipulasi genetik (Yusnita, 2004). Metode kultur in vitro dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional (Harianto, 2009). Manfaat kultur jaringan bagi ternak sangat besar. Kultur jaringan dilkaukan untuk menghasilkan ternak dengan produksi dan performan yang baik, dibutuhkan pakan dengan kualitas yang baik pula. Menjaga kualitas tanaman pakan agar tetap baik dilakukan tidak cukup hanya mengandalkan metode pengembangan tanaman akan dengan metode yang biasa. Kultur jaringan muncul sebagai solusi dari masalah tanaman pakan. Kultur jaringan mampu memproduksi tanaman pakan dalam jumlah yang banyak dengan kualitas yang sama baiknya (Marlina, 2004 ).   MATERI DAN METODE Materi Alat. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini atara lain adalah botol kultur, pinset, skalpel, LAF (Laminar Air Flow) autoklaf, tabung reaksi, cawan petri, kertas saring, dan pipet steril. Bahan.Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah meristem apikal dari akar tanaman kacang hijau (Vigna radiata), medium Murashige dan Skoog (MS) dengan zat pengatur tumbuh auksin dan kinetin, spirtus, alkohol 60%, bayclin, dan aquades steril. Metode Tahapan dalam pembuatan kultur jaringan ada 4, yaitu persiapan, inokulasi, pemeliharaan, dan aklimatisasi. Tahapan persiapan yang dilakukan dalam praktikum meliputi sterilisasi alat, pembuatan medium, dan persiapan sumber/eksplan. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Autoklaf diisi dengan aquades agar tidak menimbulkan korosi, dilakukan dalam suhu 121oC dan tekanan 15 atm selama 15 sampai 30 menit. Tahapan inokulasi meliputi penanaman eksplan. Pemeliharaan dilakukan selama inokulasi pada temperatur 25oC sampai 28oC. Tahapan aklimatisasi merupakan proses adaptasi. Jaringan meristem dari tunas tanaman kacang hijau(Vigna radiata) diambil dalam lingkungan yang steril, bagian meristem batang dipotong menggunakan pisau/skalpel dengan ukuran 2 mm sampai 3 mm, dilakukan inokulasi dalam botol yang berisi medium Murashige dan Skoog, diinkubasikan pada ruang kultur bersuhu 20oC dan pencahayaan menggunakan lampu 40 watt, kemudian diamati pembentukan akar, tunas dan kalusnya setiap hari dan ada tidaknya kontaminasi jamur, serta dicatat pertumbuhannya pada hari ke-7 dan ke-14. Ada 3 variabel yang diamati dalam praktikum ini, yaitu medium, eksplan, dan cahaya. Medium meliputi perbandingan konsentrasi hormon pertumbuhan auksin dan sitokinin. Medium yang digunakan pada pertumbuhan kalus perbandingan auksin dan sitokinin adalah 5 : 1, sedangkan medium yang digunaan pada pertumbuhan tunas, perbandingan auksin dan sitokinin adalah 1 : 5.Eksplan yang digunakan dalam praktikum meliputi bagian akar dan tunas tanaman. Perlakuan yang diterapkan meliputi penempatan kultur tunas dan kalus pada tempat gelap dan terang. Variebel terkontrol dalam pengamatan kultur jaringan yaitu kultur jaringan kalus dan tunas. Variebel bebas dalam pengamatan ini adalah kondisi lingkungan.   BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Jumin (1992), mengungkapkan bahwaprinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Praktikum kultur jaringan yang telah dilakukan bertujuan mengetahui teknik perkembangbiakan tanaman dengan metode aseptis. Tahapan dalam pembuatan kultur jaringan ada 4, yaitu persiapan, inokulasi, pemeliharaan, dan aklimatisasi. Persiapan yang dilakukan meliputi sterilisasi alat, persiapan/pembuatan medium, dan persiapan sumber/eksplan. Sterilisasi alat dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Autoklaf diisi dengan aquades agar tidak menimbulkan korosi, dilakukan dalam suhu 121oC dan tekanan 15 atm selama 15 sampai 30 menit. Alat sebelum dimasukkan kedalam autoklaf dibungkus dengan kertas payung. Tahapan Inokulasi meliputi penanaman eksplan. Tahapan pemeliharaan dilakukan selama inokulasi pada temperatur 25 sampai 28oC. Tahapan aklimatisasi merupakan proses adaptasi. Tanaman yang di tanam secara kultur jaringan adalah kacang hijau. Biji kacang hijau (Vigna radiata) yang sebelumnya sudah digerminasi menggunakan petri disk dan kertas saring yang steril diinkubasi selama 2 sampai 3 hari, setelah itu jaringan meristemdari tunas tanaman kacang hijau dalam lingkungan yang steril dan ditanam pada medium. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril(Jumin, 1992). Menurut Soetrisno etal.. (2008), kultur jaringan merupakan suatu proses dimana sebagian kecil jaringan hidup (eksplan) diisolasi dari suatu organisme dan ditumbuhkan secara aseptis selama periode tertentu pada medium nutrien. Ukuran eksplan bervariasi, berkisar dari sebesar seedling dan organ (seperti pada kultur embrio dan ovulum) sampai sekecil sel tunggal dan protoplas. Teknik perbanyakan tanaman dengan cara teknik kultur in vitro disebut juga mikropropogasi karena potongan tanaman atau eksplan tersebut berukuran kecil. Berdasarkan hasil praktikum, eksplan yang digunakan dalam praktikum adalah bagian tumbuhan yang telah di potong kecil. Berdasarkan hasil perbandingan antara literatur dengan data yang didapatkan dalam praktikum, dapat diketahui bahwa tahapan kultur jaringan yang dilakukan dalam praktium sudah baik. Kontaminasi pada Medium dan Eksplan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data kontaminasi pada medium dan eksplan tertera pada tabel 2 sebagai berikut. Tabel 6.1 Kontaminasi pada medium dan eksplan Hari ke- Eksplan (kelompok 14) Eksplan (kelompok 15) Daun Akar Daun Akar 3 Normal Normal Tercemar Tercemar 6 Normal Normal Tercemar Tercemar 9 Tercemar Tercemar Tercemar Tercemar 12 Tercemar Tercemar Tercemar Tercemar 15 Tercemar Tercemar Tercemar Tercemar 18 Tercemar Tercemar Tercemar Tercemar 21 Tercemar Tercemar Tercemar Tercemar Berdasarkan tabel diatas, hasil menunjukan bahwa data kelompok 14 dan kelompok 15, baik perlakukan gelap maupun terang terhadap induksi kalus dan tunas dari hari ke 9 sampai 21 mengalami kontaminasi.Eksplan yang terkontaminasi bedasarkan diskusi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau berwarna hitam sampai terlihat busuk (disebabkan bakteri).Eksplan atau kultur menurut pendapat Smith (2000) dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Pendapat tersebut diperjelas oleh Gunawan dalam Susilowati dan Listyawati (2001) bahwa sumber kontaminasi dapat berasal darieksplan tumbuhan, organisme kecil yangmasuk ke dalam media, alat yang tidak sterildan lingkungan kerja yang kotor, maka yangharus dilakukan adalah sterilisasi lingkungan kerja,alat-alat, media dan bahan tanaman. Serangan jamur dapat dipicu oleh pencucian bibit kultur yang kurang bersih dari media in vitro sebelum ditanam pada media berikutnya (Lestari etal., 2001). Spekulasi terhadap kontaminasi kultur jaringan pada kelompok 14 adalah jamur Rhizopuskarena mengkontaminasi dengan menyelimuti media. Hal ini bedasarkan pendapat Susilowati dan Listyawato (2001) bahwa Mucordan Rhizopusditemukanhampir di semua kultur in vitro yang terkontaminasi. Pertumbuhan miseliumnyasangat lebat dan mendominasi seluruhpermukaan media kultur. Hampir 80% darikultur in vitroyang diamati pada penelitian inidiserang oleh kedua cendawan ini. Kontaminasi dapat dicegah dengan cara sterilisasi yang maksimal. Teknisi menggunakan masker dan sarung tangan, tidak menyentuh permukaan obyek steril yang terbuka (misalnya media atau penutup botol). Botol kultur dipegang pada dasarnya dan tangan dijauhkan dari tabung atau petri yang menerima cairan tersebut saat penuangan cairan steril. Area kerja harus dilap dengan kain yang telah direndam dengan alkohol 70% sebelum melakukan prosedur sterilisasi apapun (Soetrisno etal., 2008).Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum, media kelompok 14 dan kelompok 15 dapat tergolong tidak baik, hal ini dikarenakan media yang digunakan telah tercemar. Induksi Kalus Kalus merupakan sel yang memiliki massa yang aktif membelah dan tak terorganisir yang biasanya muncul sebagai respon terhadap pelukaan jaringan dan organ yang telah mengalami deferensiasi (Prawiro,1992). Pertumbuhan akar pada tanaman dapat dibantu dengan penambahan auksin dan sitokinin. Auksin merupakan senyawa dengan ciri-ciri mempunyai kemampuan dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada bagian pucuk. Auksin berpengaruh terhadap perkembangan sel, fototropisme, geotropisme, apikal dominansi, pertumbuhan akar partenokarpi, abission, pembentukan kalus dan respirasi. Auksin juga memperbanyak akar lateral dan merangsang terbentuknya ajar adventif. Sitokinin merupakan hormon yang berperan dalam pembelahan sel, menentukan terjadinya deferensiasi sel pada akar dan tunas (Suprapto, 2004).Efek dari hormon sitokinin berlawanan dengan hormon auksin pada tumbuhan. Sitokinin yang banyak diberikan pada tumbuhan maka akan banyak tumbuh tunas, tetapi jika sedikit diberikan pada tumbuhan maka akan terbentuk banyak akar. Hal ini terjadi karena sitokinin dapat menghentikan dominasi pertumbuhan kuncup atas (apikal) dan merangsang pertumbuhan kuncup samping (lateral). Penundaan penuaan atau kerusakan pada hasil pemanenan sehingga daya tahan hasil panen lebih lama, serta menaikkan tingkat mobilitas unsur-unsur dalam tanaman (Rukmana, 2012). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data produksi kalus tertera pada tabel 2 sebagai berikut. Tabel 6.2 Produksi kalus Hari ke- Eksplan Kelompok 14 Kelompok 15 3 - - 6 - - 9 - - 12 - - 15 - - 18 - - 21 - - Berdasarkan praktikum yang dilakukan, produksi kaluskelompok 14 dan 15 dari penanaman hari pertama sampai hari ke 21 tidak terjadi pertumbuhan sama sekali. Hal ini dikarenakan kultur jaringan pada kelompok 14 dan kelompok 15,kalus mengalami kontaminasi olehjamur. Mulyaningsih dan Aluh (2004) menyatakan bahwa produksi kalus yang tidak terkontaminasi jamurakan berkorelasi dengan intensitas cahaya dan lama penyinaran sehingga membuat pertumbuhan kalus semakin tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan kalus menurut Reksohadiprojo (1995) ialah komposisi medium nutrien dan faktor-faktor fisik seperti suhu, kelembapan dan medium. Ruangan harus terisolasi dengan baik sehingga tidak terpengaruh oleh perubahan suhu eksternal. Pencahayaan biasanya diberikan oleh lampu fluorosens. Keberhasilan kultur jaringan in vitrotergantung pada banyak faktor, jika salah satu faktor tidak terpenuhi dapat menyebabkan kegagalan seluruh pekerjaan yang dilakukan atau setidaknya hasil yang diperoleh akan berbeda dengan yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut berupa eksplan, media, dan lingkungan fisik kultur. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan antara lain genotip, umur tanaman, umur jaringan atau organ, keadaan fisiologis tanaman, keadaan kesehatan tanaman, kondisi pertumbuhan tanaman, posisi eksplan pada tanaman, ukuran eksplan, pelukaan, metode inokulasi, ruang kultur, dan cahaya, suhu, kelembaban, ketersediaan air, oksigen pada ruang inkubasi (Soetrisno etal., 2008). Produksi Tunas Tunas menurut Alwi (2007) tumbuhan muda yang baru timbul dari tunggul, ketiak daun. Munculnya tunas dapat timbul akibat adanya sitokinin dan auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan dalam kultur jaringan tanaman. Sitokinin seperti benzylaminopurine (BAP) sangat berperan dalam pembentukan dan penggandaan tunasin vitro, sedangkan auksin seperti naphtaleneaceticacid (NAA) berperan dalam pembentukan akar dan perpanjangan sel (Imelda et al., 2008). Perlakuan pada induksi tunas dilakukan dengan penempatan atau diinkubasi pada suhu 25 sampai 28° dan pH 5,4 sampai 5,8 dalam ruangan terang. Efek dari hormon sitokinin berlawanan dengan hormon auksin pada tumbuhan. Sitokinin banyak diberikan pada tumbuhan, maka yang akan banyak tumbuh tunas, tetapi jika sedikit diberikan pada tumbuhan maka akan terbentuk banyak akar. Hal ini terjadi karena sitokinin dapat menghentikan dominasi pertumbuhan kuncup atas (apikal) dan merangsang pertumbuhan kuncup samping (lateral). Penundaan penuaan atau kerusakan pada hasil pemanenan sehingga daya tahan hasil panen lebih lama, serta menaikkan tingkat mobilitas unsur-unsur dalam tanaman (Rukmana, 2012).Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data produksi kalus tertera pada tabel 3 sebagai berikut. Tabel 6.3 Produksi tunas Hari ke- Eksplan Kelompok 14 Kelompok 15 3 - - 6 - - 9 - - 12 - - 15 - - 18 - - 21 - - Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa produksi tunas dengan perlakuan gelap dari penanaman dari hari pertama sampai hari ke 21 pada kelompok 14 dan kelompok 15 tidak terjadi pertumbuhan sama sekali. Hal ini dikarenakan kultur jaringan kaluskelompok 14 mengalami kontaminasi dengan jamur. Produksi tunas yang tidak terkontaminasi jamur akan berkorelasi dengan intensitas cahaya dan lama penyinaran sehingga membuat pertumbuhan kalus semakin tinggi (Mulyaningsih dan Aluh, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan kalus menurut Reksohadiprojo (1995) ialah komposisi medium nutrien dan faktor-faktor fisik seperti suhu dan kelembapan dan medium yang digunakan seperti pada praktikum ini yaitu medium MS (Murashige dan Skoog) atau modifikasinya. ruang kultur baik untuk riset maupun aplikasi praktis, suhu dan cahayanya harus dapat dikontrol. Ruangan harus terisolasi dengan baik sehingga tidak terpengaruh oleh perubahan suhu eksternal. Pencahayaan biasanya diberikan oleh lampu fluorosens. Keberhasilan kultur jaringan in vitrotergantung pada banyak faktor, jika salah satu faktor tidak terpenuhi dapat menyebabkan kegagalan seluruh pekerjaan yang dilakukan atau setidaknya hasil yang diperoleh akan berbeda dengan yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut berupa eksplan, media, dan lingkungan fisik kultur. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan antara lain genotip, umur tanaman, umur jaringan atau organ, keadaan fisiologis tanaman, keadaan kesehatan tanaman, kondisi pertumbuhan tanaman, posisi eksplan pada tanaman, ukuran eksplan, pelukaan, metode inokulasi, nurse effect, ruang kultur, dan cahaya, suhu, kelembaban, ketersediaan air, oksigen pada ruang inkubasi (Soetrisno etal., 2008),.   KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa proses perkembangbiakan secara kultur jaringan yang dilakukan oleh kelompok 14 dan kelompok 15 belum berhasil karena inokulasi yang terkontaminasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan antara lain genotip, umur tanaman, umur jaringan atau organ, keadaan fisiologis tanaman, keadaan kesehatan tanaman, kondisi pertumbuhan tanaman, posisi eksplan pada tanaman, ukuran eksplan, pelukaan, metode inokulasi, ruang kultur, dan cahaya, suhu, kelembaban, ketersediaan air, oksigen pada ruang inkubasi.   DAFTAR PUSTAKA Carimi, F. DePasquable, F. Dan Crescimanno, F.G., .1995. Somatic embryogenesis in Citrus from Styles Culture, Plant Science 105: 81-86 Genta. 1997. Budidaya Tanaman Pangan. Agritec. Surabaya. Dinarti, D., A. Purwito, dan A.D. Susila. 2007. Optimasi Daya Regenerasi dan Multiplikasi Tunas In vitro Bawang Merah untuk Mendukung Penyediaan Bibit Berkualitas. Jurnal Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Harianto,Wijaya,2009, Pengenalan teknik in vitro, Jakarta : Bumi Aksara. Henivili, Victoria.2013. Kultur Jaringan Tanaman. FMIPA UNY,Yogyakarta. Imelda, Maria.,A. Wulansari., Y.S. Poerba. 2008. Regenerasi Tunas dari Kultur Tangkai Daun Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume). Biodiversitas, Bogor. Jumin, H. B. 1992. Etiologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologi. Rajawali Press. Jakarta. Kardji, A.K. dan Buchory.2007. Pengaruh NAA dan BAP terhadap pertumbuhanJaringan Meristem Bawang Putih pada Media B5.J.Hort,Bandung. Kosmiatin,Mia.,A. Husni., I. Mariska. 2015. Perkecambahan danPerbanyakan Gaharu secara In vitro. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Lestari, E.G., D. Sukmadjaya, I. Mariska, M. Kosmiatin, Y. Rusyadi, dan S. Rahayu. 2001. Perbanyakan In vitro dan Pengujian Lanjutan pada Nomor-Nomor Harapan Panili dan Lada yang Tahan Penyakit. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman, Bogor, 30−31 Januari 2001. hlm. 109-119. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan. Bogor. Maggon, R. dan Singh, B.d., 1995. Promotion of adventure bud regeneration by ABA in Combination with BAP in epicotyl and hypocotyl explants sweet orange (Citrus sinensis L. Osbeck), Scientia horticulturae 63: 123-128. Marlina, Nina. 2004. Teknik Modifikasi Media Murashige dan Skoog (MS) untuk Konservasi In vitro Mawar (Rossa spp.) Mulyaningsih T & Aluh N. 2004. Faktor-faktor yang berpengaruh pada keberhasilan. Mikropropagasi. Unram.ac.id Nurwahyuni,I. 1994. Perbanyakan tanaman kopi arabika (Cofea arabica L) secara kultur jaringan, komunikasi penelitian 11 (2):88-102. Prawiro. 1990. Peningkatan Produksi Pertanian. Kedaong. Bandung. Radji, Maskum. 2005. Peranan Biotek dan Mikrobia Endofit dalam Pengembangan Obat Hebal . Majalah Ilmu Farmasi UI, Depok. Reksohadiprodjo, S. 1995. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik Edisi Revisi BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Rukmana, R. 2012. Teknik Perbanyakan Tanaman Hias. Kanisius.Yogyakarta. Rusdianto dan A. Indrianto. 2013. Induksi Kalus Embriogenik Pada Wortel Menggunakan 2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid. UNM, Malang. Smith, R.H. 2000. Plant Tissue Culture : Techniques and Experiments. Academic press : London. Sumaryono dan M.M. Sinta .2011. Peningkatan Laju Multiplikasi Tunas dan Keragaan Plantlet Stevia Rebaudiana pada Kultur In vitro. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Bogor. Suprapto, Agus. 2004. Auksin : Zat Pengatur Tumbuh Penting Meningkatkan Mutu Stek Tanaman Fakultas Pertanian Tidar, Magelang. Tuhuteru, S., M. L. Hehanussa., S.H.T. Raharjo. 2012. Pertumbuhan danPerkembangan Anggrek Dendrobium anosmumpada Media Kultur In vitro dengan Berbagai Konsesntrasi Air Kelapa. Jurusan BudidayaPertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura, Ambon. Soetrisno, R. D., Bambang Suhartanto, Nafiatul Umami, dan Nilo Suseno. 2008. Bahan Ajar Pengantar Kultur Jaringan Tanaman Pakan. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Susilowati, Ari dan S. Listyawati. 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber Kontaminasi Kultur In vitrodi Sub-Lab.Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS. Jurusan Biologi FMIPA UNS, Surakarta. Widarto.1996. Pengembangan Tanaman Secara Vegetatif. Dinas pertanian propinsi jawa timur. Surabaya. Yunita. 2004. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. Agromedia Pustaka. Jakarta. Lampiran BAB VII HERBARIUM Tinjauan Pustaka Definisi Herbarium Herbarium adalah suatu bahan yang digunakan untuk studi taksonomi yang berupa tumbuhan segar yang masih hidup, tetapi biasanya berupa bahan tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan dengan metode tertentu. Bridson dan Forman (1998), menyatakan bahwa herbarium adalah koleksi spesies tanaman yang diawetkan. Bagian yang diawetkan dapat berupa tanaman utuh atau bagian dari tanaman itu saja.Herbarium merupakan tempat penyimpanan tanaman yang telah diawetkan dengan cara dikeringkan. Herbarium ini berguna sebagai data asli dari suatu tanaman yang telah diidentifikasi atau bisa juga disebut museum tanaman. Spesies yang dipakai untuk herbarium bisa digunakan sebagai katalog atau mengidentifikasi flora dalam suatu area. Koleksi yang banyak dari suatu area yang kecil digunakan untuk mengetahui atau petunjuk tanaman-tanaman apa saja yang bisa ditanam di situ (Rugayah et al., 2004). Manfaat Herbarium Herbarium berguna sebagai penyedia data asli dari suatu tanaman yang telah diidentifikasi atau bisa juga disebut museum tanaman. Herbarium penting untuk mempelajari taksonomi tumbuhan, mempelajari distribusi geografisnya dan stabilitas nomenklaturnya. Peneliti tidak hanya menyimpannya, tetapi juga meneliti tanaman tersebut, yang biasanya digunakan untuk materi referensi dalam menyusun taksonomi (Sutrisna et al., 1998). Rugayah et al (2004) menyatakan bahwa spesies yang dipakai untuk herbarium bisa digunakan sebagai katalog atau alat identifikasi flora pada suatu area. Koleksi yang banyak dari suatu area yang kecil digunakan untuk mengetahui atau menunjukkan tanaman-tanaman apa saja yang bisa ditanam disitu. Cara Pembuatan Herbarium Proses pertama kali pembuatan herbarium adalah pengambilan. Syarat-syarat dalam pengambilan tanaman adalah tanaman harus lengkap (terdiri dari daun, bunga, buah, dan bagian lainnya). Pengambilan tanaman di dalamnya terdapat pula antisipasi yang dilakukan ketika tanaman yang ingin diidentifikasikan tidak terdapat bunga atau buah, maka yang dilakukan adalah mengambil batang tanaman tersebut, dari pucuk daun dapat diketahui rumpun maupun suku dari tanaman tersebut. Proses kedua yaitu pengovenan, sebelum dilakukan pengovenan, alat-alat proses pengovenan harus dipersiapkan seperti sasak kayu yang terdiri atas kayu, lembaran logam, , dan kertas koran, perlu diketahui bahwa alur-alur yang terdapat dalam kertas kardus harus sama dengan alur pada lembaran logam, kemudian bahan-bahan tersebut disusun sedemikan rupa dan daun yang dimiliki ditaruh di dalam kertas koran, kemudian ditumpuk kembali, sasak kayu kemudian diikat dengan tali tahan panas. Satu sasak kayu bisa memuat lebih dari satu spesimen atau data. Suhu dalam pengovenan mencapai 70°C dan dilakukan selama dua hari. Apabila daun yang diidentifikasi besar dan tebal, maka bisa mencapai dua hari, setelah itu proses pengeplakan. Setelah daun kering, maka seluruh daun tersebut ditaruh di atas kertas dan ujung-ujung daun ditempel dengan selotip, pada batang digunakan benang untuk mengikat agar tidak jatuh, setelah proses pengeplakan selesai maka disimpan di lemari yang didesain khusus anti-serangga. Suhu seharusnya adalah 20°C, dengan tidak menutup kemungkinan bahwa suhu di luar itu tidak apa-apa. Spesimen dalam freezer, biasanya digunakan suhu 20°C (Rugayah et al., 2004). Materi dan Metode Materi Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum herbarium antara lain kertas koran, bambu, gunting, lakban, tali rafia, pensil, dan etiket. Bahan. Bahan yang digunakan pada acara praktikum herbarium adalah tanaman legum, yaitu Desmodiium rensonii. Metode Metode yang digunakan dalam praktikum herbarium adalah pengambilan, pengawetan, dan pembuatan herbarium. Tanaman yang digunakan berupa tanaman legum yaitu Desmodium rensonii, diambil dari lahan Hijauan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Bagian tanaman yang diambil lengkap yakni mengandung akar, batang, daun, dan bunga. Herbarium dikeringkan dan diatur dalam kertas yang kasar dan kering yang dapat menyerap air yaitu beruap kertas koran. Kertas koran disusun berlapis-lapis kemudian ditekan mengunakan bambu dengan cara megikatkan tali rafia ditepi-tepi kertas. Selanjutnya tanaman Desmodiium rensonii dibiarkan sampai kering selama dua minggu. Setelah tanaman kering tanaman diambil dan ditempel pada kertasdengan pita perekat, diberi etiket tempel (meliputi familia, genus, spesies, nama daerah, tanggal pengambilan) dan diberi etiket gantung dengan ukuran 3 cm x 7 cm ditulis nomor / kode / tanggal pengambilan. Penulisan etiket dilakukan menggunakan pensil. Hasil dan Pembahasan Desmodium rensonii yang memiliki nama lain Desmodium cineureum merupakan tanaman perennial yang berasal dari Filipina dan dikenal sebagai tanaman pagar (Sablan dan Marutani, 2003). Menurut Suhartanto (1997), Desmodium rensonii dikenal di Indonesia dengan sebutan Rensonii merupakan spesies legum, memiliki bunga kupu-kupu yang berwarna putih, kuning, ungu dan terkadang ditemukan dengan sedikit warna hijau di sebagian besar rangkaian malai. Memiliki daun trifoliat yang berbentuk elips sampai oval dengan panjang 2 sampai 8 cm dan lebar 1 sampai 3 cm dan dapat tumbuh tegak sampai ketinggian 1 sampai 2 m dari permukaan tanah dengan batang berkayu. Termasuk legum tidak memanjat, perdu untuk potongan atau perenggutan. Suherman dan Herdiawan, (2014), menyatakan bahwa tanaman Desmodium rensonii atau Desmodium cinereum merupakan tanaman asli dari bagian barat Meksiko dan Amerika Tengah. Tanaman ini termasuk kedalam family Fabaceae ,berbentuk pohon/semak setinggi 1-3 m. Tanaman ini lebih dikenal sebagai hijauan pakan pada dataran rendah Indo-Cina, Malaysia, Filipina, Indonesia, Amerika Tengah dan Selatan. Tanaman Desmodium rensonii paling sering digunakan sebagai pakan ternak dalam sistem lorong dan tanaman pagar. Budidaya tanaman Desmodium rensonii dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Interval pemanenan dapat dilakukan setiap 1 bulan sekali, intensitas pemangkasan minimal 1 m, dengan rataan produksi berat kering sebesar 139,9 g/tanaman. Sebagai leguminosa, daun tanaman tersebut kaya akan nitrogen, sehingga sangat baik untuk hijauan pakan kambing, sapi, domba, kelinci, dan babi, disamping itu biji tanaman seringkali digunakan sebagai pakan ternak unggas. Kandungan protein kasar (PK) sebesar 20 sampai 22%, Neutral detergent Fiber (NDF) sebesar 44,13%, abu 8,62%, energy 4288,0 kkal/kg, konsumsi hijauan bahan kering 88,2 g/hari dan kecernaan in vitro 46,07%.. Desmodium rensonii banyak dimanfaatkan sebagai tanaman konservasi untuk mengendalikan erosi sekaligus penghasil pupuk hijau. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat dijelaskan bahwa proses pembuatan herbarium dimulai dengan pengambilan, pengeringan, dan pembuatan herbarium itu sendiri. Proses pembuatan herbarium, tanaman yang digunakan dalam praktikum adalah Desmodium rensonii yang terdiri atas akar, batang, daun, dan bunga. Desmodium rensonii memiliki familia Fabaceae dan genus Desmodium. Tahap awal pembuatan herbarium adalah tanaman Desmodium rensonii yang telah diambil langsung dilakukan tahap pengeringan. Tujuan dari pengeringan ini adalah agar kadar air yang ada pada tanaman tersebut dapat berkurang sehingga tanaman bisa di treatment, dalam hal ini tanaman menjadi layu (tidak kaku). Tahap pembuatan pra herbarium, tanaman Desmodiium rensonii diletakkan di atas koran dan disusun dengan rapi, sehingga bagian daun paling ujung dan akar dapat berada di koran. Penggunaan koran dalam hal ini koran dapat berfungsi menyerap air untuk pernapasan tanaman selama dilakukan pengeringan, kemudian dilakukan pelurusan pada daun yang melengkung diluruskan, kemudian bagian-bagian dari Desmodiium rensonii tersebut diselotip dengan rapi dan antara bagian daun satu dengan daun lainnya tidak saling tumpang tindih, perlakuan tersebut berfungsi untuk menahan adanya udara yang masuk ke dalam koran. Perlakuan yang selanjutnya adalah dilakukan penataan pada kertas koran yang dibutuhkan, hal ini dikarenakan agar daun tidak nampak bagian-bagian yang tadinya telah diselotip, hal ini bertujuan agar tanaman tidak bergeser saat diberi tumpukan koran. Kemudian, pada bagian atas dan bawah koran diberi bambu yang dibentuk seperti pigura. Kayu disusun dengan rapi lalu diikat dengan tali rafia dan diusahakan tali tersebut diikat secara kencang agar kayu tersebut tidak bergeser. Beberapa perlakuan tersebut bertujuan agar tanaman benar-benar dalam keadaan tertutup, sehingga proses pengeringan menjadi sempurna. Tanaman disimpan dalam lemari agar bahan-bahan tersebut nantinya menjadi awet. Menurut Rugayah et al. (2004), proses pembuatan herbarium terdiri dari tiga tahapan, yaitu pengambilan, pengovenan, dan pengawetan. Proses pengawetan, suhu yang direkomendasikan adalah 20°C, dengan tidak menutup kemungkinan bahwa suhu di luar itu tidak apa-apa. Berdasarkan praktikum yang dilakukan teknik herbarium yang digunakan adalah herbarium kering yaitu herbarium yang cara pengawetannya dangan cara dikeringkan. Menurut Triharto (1996), Herbarium kering biasanya dilakukan dengan sinar matahari, kecuali bila ada pertimbangan-pertimbangan lain misalnya keadaan cuaca atau pada musim penghujan, pengeringan tidak dapat berlangsung cepat sehingga bahan yang dikeringkan kadang-kadang terganggu oleh jamur. Proses pembuatan herbarium selanjutnya adalah penyimpanan tanaman Desmodiium rensonii yang telah terbungkus koran ke dalam lemari sampai tanaman menjadi awet. Waktu yang dibutuhkan untuk tahap pengawetan adalah selama 2 minggu penyimpanan. Desmodium diambil untuk segera diproses menjadi herbarium. Tanaman Desmodiium rensonii yang digunakan dalam proses pembuatan herbarium adalah tanaman Desmodiium rensonii yang telah diawetkan dan keringkan diletakkan pada kertas koran dan disusun secara rapi. Bagian dari tanaman Desmodiium rensonii yang panjang dan tidak dapat ditampung pada kertas koran, dipotong dan dilakukan penyambungan pada bagian daun bekas pemotongan tadi. Kemudian bagian-bagian tanaman tersebut disusun secara rapi dan diselotip agar tidak bergeser. Pemasangan etiket tempel tanamanmeliputifamilia tanaman, spesies tanaman, tanggal pengambilan tanaman, dan nama umum tanaman yang digunakan. Menurut Onrizal (2005), selain material herbarium harus lengkap, perlu diperhatikan pula bahwa pada saat pengambilan material herbarium harus dilakukan pencatatan data tumbuhannya, terutama karakter atau sifat yang akan hilang jika diawetkan. Setelah dilakukan pencatatan data, maka kertas tersebut ditempel di sebelah kiri bagian bawah pada kertas karton. Kemudian Desmodiium rensonii yang telah ditempel pada kertas karton beserta identifikasinya ditutup menggunakan plastik supaya terlihat rapi dan tidak kotor. Plastik tersebut dilekatkan dengan selotip sambil ditekan agar selotip tersebut lengket dan plastik tidak mengkerut. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa herbarium yang telah disusun sedemikian rupa dapat disimpan sebagai arsip dan penyimpanan data, dan dapat diambil kembali apabila suatu waktu herbarium tersebut dibutuhkan untuk bahan ajar, referensi dan kepentingan lainnya. Rugayah et al (2004) mengatakan bahwa, manfaat dari pembuatan herbarium ini antara lain untuk mengidentifikasi flora dalam suatu area. Bridson dan Forman (1998), menambahkan bahwa manfaat pembuatan herbarium adalah mempelajari taksonomi tumbuhan, mempelajari distribusi geografisnya dan stabilitas nomenclatur Kesimpulan Berdasarkan pratikum herbarium disimpulkan bahwa herbarium merupakan suatu koleksi tumbuhan atau bagian tumbuhan yang diawetkan, yang akan digunakan untuk mempelajari taksonomi tumbuhan. Proses pembuatan herbarium Desmodium rensonii dilakukan proses pengeringan terlebih dahulu baru dibuat herbarium pada kertas herbarium dan selanjutnya ditutup dengan plastik mika. Daftar Pustaka Bridson, D., L. Forman. 1998. The Herbarium Handbook. 3rd Edition.Royal Botanic Gardens, Kew. Onrizal. 2005. Teknik Pembuatan Herbarium. Jurusan KehutananFakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara. Rugayah, Retnowati, A., Windadri, F.I., dan A. Hidayat. 2004. Pedoman Pengumpulan Data Keanakaragaman Flora. Pusat Penelitian Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Sablan, P., M. Marutani. 2003. Desmodium rensonii: Nitrogen Fixing Tree. AGFacts. Suhartanto.Bambang, The effect of planting space and age of defoliation on dry matter production, lignocellulose content and in-sacco degradation of Desmodium rensonii, Bulletin Peternakan, vol. Supplement, 1997. Suherman, Dadang., Herdiawan, Iwan. 2014. Tanaman Legum Pohon Desmodium rensonii Sebagai tanaman Pakan Ternak Bermutu. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Sutrisna, U. T. Kalima Dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia Yayasan ROSA Bogor dan pusat Diklat Pegawai Dan SDM Kehutanan. Bogor. Triharto, Ahmad. 1996. Dasar-dasar perlindungan Tanaman. UGM press : Yogyakarta. LAMPIRAN BAB II IDENTIFIKASI RUMPUT DAN LEGUM Tinjauan Pustaka Produksi Hijauan Makanan Ternak Pakan hijauan ialah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk dedaunan. Kelompok makanan hijauan ini antara lain bangsa rumput (graminae), leguminoceae, dan hijauan dari tumbuhan lain seperti daun nangka, daun waru, dan lain sebagainya. Kelompok makanan hijauan ini biasanya disebut pakan kasar. Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa diberikan dalam dua macam bentuk, yakni hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar ialah makanan yang berasal dari hijauan yang diberikan dalam bentuk segar. Kelompok pakan yang termasuk hijauan segar antara lain rumput segar, leguminoceaesegar, dan silage. Hijauan kering ialah makanan yang berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan (hay) ataupun jeramin kering (AAK, 1990). Susunan dan daya cerna dari zat-zat pada setiap makanan tidaklah tetap pada hijauan. Tanaman yang masih muda mengandung lebih banyak air dan lebih sedikit bahan kering daripada yang sudah tua (Lubis, 1992). Menurut Reksohadiprodjo (1994) produksi hijauan dipengaruhi oleh iklim, tanah, genetik, dan perlakuan masyarakat.Konsumsi hijauan makanan ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya disukai atau tidaknya oleh ternak (palatability), jumlah hijauan yang tersedia, gerak lajunya sebagai makanan (passage) dan pengaruh langsung lingkungan. Identifikasi Tanaman Identifikasi tanaman merupakan penentuan nama yang benar dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi. Indentifikasi tanaman berfungsi untuk mengadakan penggolongan atau klarifikasi. Hal tersebut dilakukan untuk kepentingan studi (Indah, 2009). Tanaman rumput Rumput merupakan istilah umum bagi semua anggota familia Gramineae. Rumput merupakan monokotil dan embrionya memiliki satu kotiledon. Rumput dapat bersifat annual atau biennial. Tanaman annual menyelesaikan siklus hidupnya dalam satu musim tumbuh dan kemudian mati, apabila tanaman menyelesaikan siklus hidupnya dalam dua musim disebut biennial, namun istilah tersebut tidak tepat di daerah tropis dimana musim kemarau dan penghujan mempengaruhi pola pertumbuhan. Tanaman annual dan temperate dapat tumbuh selama beberapa musim dengan tersedianya air yang cukup. Misalnya Sorghum vulgare akan bersifat annual bila terdapat suhu beku, namun akan cenderung perenial di tropik dengan banyaknya air tanah (Jayadi,1991). Menurut Soehadji(1991), tanaman rumput mempunyai sistematika sebagai berikut : Phyllum : Spermatophyta Subphyllum : Angiospermae Classis : Monocotiledonaeae Ordo : Glumiflora Familia : Gramineae Subfamilia : Panicoideae Tribus : Andropogoneae Chlorideae Eragrosteae Paniceae. Subfamilia pada rumput dibagi menjadi beberapa tribus yang penting antara lain Andropogoneae, Chlorideae, Eragrosteae, dan Panicieae, yang semuanya memiliki genus yang berbeda–beda (Blegur dan Samsul, 2009). Rumput terdiri dari sheate, blade atau helaian daun yang berfungsi dalam fotosintesis; ligule terletak diantara sheate dan blade yang merupakan bagian yang melingkari permukaan apex dari sheat; auricle merupakan bagian-bagian yag tumbuh lateral pada apex sheate atau pada blade. Tipe daun rumput hanya ada satu yaitu tunggal. Seperti pada umumnya tumbuhan memiliki pertumbuhan yang berbeda–beda menurut arah tumbuhnya antara lain ialah tipe erect (tumbuh ke atas), tipe semi erect (serong ke atas), decumben (serong ke samping), dan procumben (merayap) yang semuanya memiliki macam jenis tanaman yang berbeda pula (Reksohadiprodjo, 1994). Tipe bunga rumput umumnya dibagi menjadi tiga jenis yaitu tipe spike yaitu spikelet tanpa tangkai, kemudian raceme adalah spikelet yang menempel pada suatu tangkai yang memanjang, lalu panicle adalah spikelet yang menempel pada tangkai yang mempunyai tangkai lagi di sekitarnya (Parakkasi, 1995). Tanaman legum Legum adalah keluarga raksasa yang terdiri dari kacang-kacangan dan polong. Termasuk juga produknya seperti air kedelai, tahu, tempe, dan TVP (Texturised Vegetable Protein/keringan gluten). Legum dan palawija merupakan dua kelompok yang sangat penting. Apabila dalam negara kerajaan maka legum dan palawija adalah raja dan ratu dikarenakan alasan berikut. Pertama, mereka terutama adalah sumber nabati yang kaya akan lemak tak jenuh seperti asam linoleat, asam linolenat. Berbeda dengan lemak jenuh yang mematikan, lemak tak jenuh justru membantu menurunkan kadar kolesterol dan lemak yang berlebihan dalam tubuh. Kedua, sebagian besar adalah sumber protein sehat dan lengkap, mengandung komposisi asam amino secara utuh. Ketiga, kaya lesitin, kompleks vitamin B, dan mineral serta merupakan sumber serat makanan yang dapat diandalkan. Kandungan teristimewa adalah vitamin E, vitamin yang memainkan peranan penting dalam memperlambat proses penuaan (Jayadi.,1991). MenurutSoehadji (1991), tanaman legum mempunyai sistematika sebagai berikut : Divisio/ phyllum : Spermatopyta Subdivisio/subphylum : Angiosperma Classis : Dicotiledonae Ordo : Rosales Subordo : Rosineae Familia : Leguminoceae Subfamilia : Papilionaceae Mimosaceae Caesalpiniaceae Beberapa jenis legum tropik disamping sebagai makanan ternak juga dapat berfungsi untuk mencegah erosi diantaranyaCentrosema pubescens, Clitoria cajanifolia, danLeucaena glauca. Legum tropik tanaman ternak yang berfungsi sebagai penutup tanah adalah Cajanus cajan, Colopogonium mucunoides, Centrosema plumieri, Crotaloria usaramaensisdan Mimosa invisa (Soehadji, 1991). Terdapat perbedaan tipe daun antara tanaman legum dengan tanaman rumput, pada tanaman legum terdiri dari tipe simple yaitu berdaun tunggal, tipe trifoliate berdaun ganda, tipe paripinate berdaun genap, dan tipe imparipinate yang berdaun ganjil. Semuanya memiliki macam jenis tanaman legum yang berbeda–beda pula. Menurut tipe bunganya legum memiliki jenis yang berbeda–beda pada bentuknya juga subfamilianya yaitu pada Papilionaceae berbentuk seperti kupu–kupu, Mimosaceae berbentuk seperti bola, sedangkan pada Caesalpiniaceae berbentuk seperti terompet (Soetrisno et al., 2008). Sifat tumbuh dari spesies legumantara lainprocumben, stoloniferus, dan merayap biasanya lebih tahan penggembalaan berat. Banyak legum yang merayap dan membelit dengan batang-batang yang dapat mengeluarkan akar dari tiap ruas batangnya, mereka dpat menghindari dari tertutupnya oleh bayangan tanaman pesertanya (rumput) dan dapat menekan pertumbuhan weed, misalnya: centro, glicine, siratro, dan puero(Reksohadiprodjo, 1994). Menurut Reksohadiprodjo (1994) produksi dari beberapa tanaman legum adalah Calopogonium. Tanaman ini mencapai ketinggian 30 sampai 60 cm setelah berumur 4 sampai 5 bulan. Hasil pemotongan mengandung BK 13,55 ton/ha. Desmodium, hasil yang diperoleh apabila dipupuk yaitu 3,85 ton BK/ha dan apabila tidak dipupuk 4,72 ton BK/ha. Pemotongan dilakukan setiap 6 sampai 9 minggu, dipotong 20 cm di atas tanah.Stylosanthes, pemotongan hijauan dilakukan setelah tanaman berumur 6 bulan. Dipotong lebih dari 15 cm di atas tanah dengan interval pemotongan 6 sampai 16 minggu atau 3 sampai 6 minggu. Apabila dipupuk menghasilkan BK 50 sampai 150 ton/ha. Leucaena, pemotongan hijauan dilakukan setelah tanaman berumur 2 sampai 8 bulan dengan tinggi 90 sampai 150 cm. Pemotongan dekat dengan tanah menghasilkan 50 ton/ha/tahun, sedangkan pemotongan 76 cm di atas tanah menghasilkan 40 ton segar/ha/tahun. Pemotongan 4 kali/tahun interval 12 minggu hasilnya lebih besar daripada 6 minggu sekali.   Materi dan Metode Materi Alat. Alat yang digunakan untuk praktikum identifikasi tanaman antara lain kamera, alat tulis, dan kertas kerja. Bahan.Bahan yang digunakan adalah tanaman rumput dan legum yang ada di kebun koleksi milik Laboratorium Hijauan Makanan Ternak dan Pastura Fakultas Peternakan UGM. Metode Metode yang digunakan pada praktikum identifikasi tanaman adalahmelihat dan mengamati ciri spesifik dari tanaman-tanaman tersebut yaitu berupa tipe tumbuh, tipe daun, tipe bunga, serta keterangan lainnya.   Hasil dan Pembahasan Praktikum acara identifikasi tanaman rumput dan legum bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis tanaman rumput dan legum secara tepat dan mengetahui ciri-cirinya. Tanaman rumput Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh identifikasi tanaman rumput tercantum pada tabel 1 sebagai berikut. Tabel 2.1 Identifikasi tanaman rumput Nama Latin Nama Umum Tipe Tumbuh Bunga Daun Brachiaria brizantha Rumput Palisade Decumben Panicle Helaian Brachiaria decumbens Brachiaria humidicola Rumput Signal Rumput Koronivia Semi erect Procumben Raceme Raceme Helaian Helaian Brachiaria ruziziensis Rumput Ruzi Procumben Spike Helaian Chloris gayana Rumput Rhodes Erect Raceme Helaian Digitaria decumbens Rumput Pangola Decumben Raceme Helaian Euchlaena Mexicana Rumput Mexico Erect Panicle Helaian Irian grass Rumput Sudan Erect Panicle Helaian Panicum maximum Rumput Benggala Erect Open panicle Helaian Panicum maximum cv Irian Rumput Benggala cv Irian Erect Open panicle Helaian Panicum muticum Rumput Kolonjono Procumben Panicle Helaian Paspalum atractum Paspalum dilabecum Rumput Australia - Erect Procumben Panicle Spike Helaian Helaian Paspalum dilatatum Paspalum notatum Rumput Australia - Erect Semi erect Panicle Panicle Helaian Helaian Paspalum plicatulum Rumput Australia Decumben Panicle Helaian Pennisetum purpuphoides Rumput Raja Erect Panicle Helaian Pennisetum purpureum (var.exchina) Rumput Gajah Erect Panicle Helaian Pennisetum purpureum var.dwarf Pennisetum purpureum (cv.odot) Rumput Gajah mini Rumput Odot Erect Erect Spike Panicle Helaian Helaian Setaria lampungensis Setaria splendida Pennistum purpureum Rumput Setaria Rumput Setaria Rumput gajah Erect Erect Erect Panicle - Spike Helaian Helaian Helaian Vetiveira zizanoides Akar Wangi Erect Panicle Helaian Brachiaria brizantha(rumput palisade). Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh ciri-ciriBrachiaria brizantha antara lain tipe tumbuh decumben, tipe daun helaian, tipe bungapanicle, terdapat ligule dan auricle berbulu dan berwarna kuning, ujung daun ada patahan, daun berbulu kasar, dan tipe daun ungu kemerahan.Jayadi (1991) menyatakan bahwa tanaman Brachiaria brizantha tumbuhnya semi tegak sampai tegak (prostate/semierect-erect), merupakan rumput yang berumur panjang, tumbuh membentuk hamparan lebat, tinggi hamparan dapat mencapai 30 sampai 45 cm dan tangkai yang sedang berbunga dapat mencapi tinggi 1m, sedangkan Schulke (1992) menyatakan bahwa tanaman Brachiaria brizantha memiliki rhizoma yang pendek dan tinggi batang sekitar 30 sampai 200 cm. Bentuk daun linear biasanya berukuran (10 sampai 100) cm x (3 sampai 20) mm, berambut atau berbulu dan berwarna hijau gelap. Infloresence (bunga) terdiri dari 2 sampai 16 tandan (panicle) dengan panjang 4 sampai 20 cm, spikelet dalam satu baris; luas rachis 1 mm, berwarna ungu, spikelet berbentuk elips panjang 4 sampai 6 mm, berbulu atau berbulu pada ujungnya, panjang glume sepertiga dari panjang spikelet. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur tanaman Brachiaria brizanthasesuai. Gambar 2.1Brachiaria brizantha Brachiaria decumbens(Rumput signal).Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa rumput signal mempuyai tipe tumbuh semi erect, daun sejajar, dan tipe bunga raceme. Fisher dan Petter (1992) menyatakan bahwa tanaman ini mempunyai tipe tumbuh erect,tipe daun berbentuk helaian daun, daun halus dan berbulu, serta memiliki tipe bunga raceme yaitu spikelet menempel pada suatu tangkai yang memanjang. Nama lain dari rumput ini adalah rumput signal. Tumbuh parennial yaitu dapat tumbuh lebih dari satu musim. Daun berbentuk kaku atau tegak dan dapat mencapai tinggi 80 cm sampai 2 m. Jenis rumput ini mempunyai produksi biji yang rendah, sehingga perbanyakan tanaman dengan menggunakan akar. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.2Brachiaria decumbens Brachiaria humidicola(rumput koronivia).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh ciri-ciri Brachiaria humidicolayaitu memiliki tipe tumbuh procumben, tipe bunga raceme, dan tipe daun berbentuk helaian.Menurut Ginting dan Andi (2007), Brachiaria humidicola merupakan rumput yang memiliki tipe bunga raceme dan tipe tumbuh procumben.Brachiaria humidicolamemiliki toleransi baik terhadap naungan, secara kualitatif juga memiliki potensi yang baik sebagai hijauan pakan untuk ternak kambing.Koefisien cerna beberapa unsur nutrisi yang penting bagi ternak seperti BO, protein kasar dan energi kasar berada pada kisaran sedang sampai tinggi, sehingga cocok sebagai penyedia nutrisi bagi kebutuhan hidup pokok maupun produksi. Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.3Brachiaria humidicola Brachiaria ruziziensis (rumput ruzi).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa tanaman ini memiliki tipe tumbuh procumben, tipe bunga spikedan tipe daun sejajar.Tarigan dan Ginting (2011) menyatakan bahwa, rumput ruzi memiliki tipe tumbuh procumben, tipe daun helaian dan tipe bunga raceme. Rumput ruzi merupakan tanaman berumpun, tahunan merambat dengan rizoma yang pendek. Batang berongga tumbuh dari pucuk buku-buku merambat dan rizoma pendek. Daun panjang sampai 25 cm dan lebar 15 mm. Bunga terdiri dari 3 sampai 9 tandan yang relatif panjang (4 sampai 10 cm). Berat biji 250.000 biji per kg. Kegunaan dari rumput ruzi adalah sebagai padang penggembalaan permanen atau semi permanen untuk digembalai atau dipotong sebagai pakan hijauan dan konservasi. Tanaman ini juga ditanam sebagai padangan dibawah kebun kelapa.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.4Brachiaria ruziziensis Chloris gayana (Rumput rhodes). Berdasarkan pengamatan tipe tumbuh tanaman ini adalah erect, tipe daun adalahsejajar dan tipe bunga adalah raceme. Mannetje dan Jone (1992) menyatakan bahwa batang dari rumput rhodes halus dan rimbun, dengan ketinggian berkisar antara 0,5 dan 2 m tinggi. Daun gundul, panjang daunnya 15 sampai 50 cm dan 3 sampai 9 mm lebar. Memiliki malai yang padat berkisar antara 3 sampai 20, raceme spikelet 4 sampai 15 cm. Spikelet memiliki 3 sampai 4 kuntum.Tanaman Chloris gayana bersifat perennial, berstolon, sering kali berumpun, tumbuh tegak, tidak terdapat bulu pada daun kecuali di dekat leaf blade.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar2.5 Chloris gayana Digitaria decumbens (rumput pangola).Berdasarkan pengamatan pada saat praktikum, ciri-ciri rumput pangola adalah tipe tumbuh decumben, tipe daun sejajar, dan tipe bunga raceme. Parakkasi (1995) menyatakan bahwaDigitaria decumbens termasuk dalam golongan rumput pangola.Tipe tumbuh decumben, tipe daun berupa helaian daun dan tipe bunga raceme.Rumput pangola dapat dikembangkan dengan rhizoma, terdapat ligule yang menyelimuti rumput, tepi daun berwarna ungu kemerahan, dan tingginya mencapai 1 m. Rumput ini merupakan tanaman berumur taunan dengan stolon yang berakar panjang membentuk hamparan yang tidak rapat,memiliki batang-batang yang berbunga sehinnga tingginya dapat mencapai 60 sampai 120 cm. Daunnya tidak berbulu dengan panjang daun 10 sampai 25 cm dan lebar daun 2 sampai 7 cm. Tipe bunga mayang menjari terdiri dari 5 sampai 10 tandan,yang panjangnya 13 cm. Spikilet terdari dari 2 floret dengan panjang spikelet 2,7 sampai 3,0 cm. Sebuah stoloniferous abadi yang berbeda dari Digitariapentzii terutama dalam memiliki batang bercabang banyak, biasanya yg berbaring, dan sering mencari-cari dari node yang lebih rendah, bulir 2,5 sampai 3 mm panjang dan cukup licin, rambut di glume atas dan bawah lemma menjadi pendek, halus dan tidak mencolok. Rumput pangola berdaun lebar membentuk stolon dan berakar di tiap buku stolon.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar2.6Digitaria decumbens Euclaena mexicana(Rumput Meksiko).Tipe tumbuh adalah erect , tipe daun sejajar, dan tipe bunganya adalah panicle. Reksohadiprodjo (1994) menyatakan bahwatipe tumbuh rumput Euchlaena mexicanaerect, tepi daun berwarna ungu dan bergerigi. Tulang daunnya putih serta daunnya lebar-lebar dengan bagian bawah berbulu halus dan bagian atas kasar. Rumput ini kaku, annual, morfologinya seperti tanaman jagung, berasal dari Amerika Tengah dan Mexico. Hasil hijauannya lebih sedikit di daerah-daerah yang kering dan kurang subur dibanding tanaman jagung dan shorgum. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.7Euclaena mexicana Irian grass(Rumput sudan).Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan ciri nya adalah tipe tumbuh erect, tipe bunga panicle, dan tipe daunsejajar. Rukmana (2005) mengatakan bahwa, karakteristik morfologi rumput sudanadalah tumbuh tegak, daun bergerigi dan tidak berbulu, tepi daun terdapat bercak merah, ligule kuning dan tulang daun kuning. Tipe bunga panicle, mempunyai pannicle dengan 8 sampai 13 racemes, tiap raceme mempunyai dua baris spikelet. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.8Irian grass Panicum maximum (Rumput benggala).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan bahwa tanaman ini tipe tumbuhnya adalah erect, tipe daun sejajar dan tipe bunga dari rumput ini adalah panicle.Sajimin et al. (2012) menyatakan bahwa karakteristik rumput benggala adalah tanaman tumbuh tegak membentuk rumpun mirip padi. Termasuk rumput tahunan, kuat, berkembang biak yang berupa rumpun atau pols yang sangat besar, dengan akar serabut menembus dalam tanah, batangnya tegak, berongga tak berbulu. Tinggi tanaman 1,00 sampai 1,50 m, dengan seludang-seludangnya berbulu panjang pada pangkalnya, lidah kadang-kadang berkembang biak. Daun bentuk pita yang sangat banyak jumlahnya itu terbangun garis, lancip bersembir kasar, berwarna hijau, panjang 40 sampai 105 cm dengan lebar 10 sampai 30 mm. Bunga majemuk dengan sebuah malai yang panjangnya 20 sampai 45 cm, tegak, bercabang-cabang, acapkali diselaputi lapisan lilin putih. Umumnya rumput benggala mempunyai kandungan protein kasar lebih tinggi dan serat kasar lebih rendah dibanding rumput gajah kultivar Taiwan.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.9Panicum maximum Panicum maximum cv Irian (Rumput benggala cv Irian).Berdasarkan hasil pengamatan, tanaman ini tipe tumbuhnya erect, tipe bunga open panicle dan daunnya sejajar.Skerman dan Rifveros (1990) menyatakan bahwa rumput benggala merupakan rumput yang berumur panjang, tumbuh tegak, kuat, batangnya seperti pada padi mencapai 2 m sampai 2,5 m, warna daun hijau tua, bentuknya ramping. Rumpunnya bisa sampai ratusan karena mudah membentuk anakan, mempunyai akar serabut yang dalam, sehingga tahan kekeringan. Jayadi (1991) menyatakan bahwaPanicum maximum berumpun dengan lepas atau padat, berhizoma pendek, tegak atau merunduk, berakar pada buku-buku bawah.Helaian daunnya linear sampai lanceolate menyempit dengan tipe bunga panicle.Pembungaan bervariasi diantara kultivar, beberapa menghasilkan pembungaan tunggal sementara lainnya mungkin berbunga 2 sampai 3 kali.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.10Panicum maximum cv Irian Panicum muticum(Rumput kolonjono).Berdasarkan hasil pengamatan, tipe tumbuh rumput ini adalah procumben menjalar diatas tanah dan tipe bunga adalah panicle.Reksohadiprojo (1995) menyatakan bahwa Pannicum muticum mempunyai akar serabut, akar keluar dari pangkal batang, jumlahnya banyak dan hampir sama, memiliki banyak rambut pada akarnya. Batang Brachiaria muticumbagian bawahnya tumbuh menjalar, membentuk panjang 100 sampai 400 cm, terdapat buku-buku batang ditumbuhi bulu halus yang panjang, batang berwarna hijau pucat, didekat buku berwarna agak keunguan, duduk daun berseling. Daun Panicum muticumberupa lembaran atau helaian daun tegak atau tidak elastis berbentuk garis atau garis lanset, permukaan daun berambut jarang, warna helaian daun hijau muda denga tepinya berwarna ungu. Bunga Pannicum muticummerupakan bungan majemuk, tumbuh diujung batang atau cabang, sumbu utama persegi panjang 15 sampai 25 cm, cabang tandan berjumlah 9 sampai 20 buah. Buah berbentuk bulat telur dengan ujung runcing berwarna hijau dan berukuran sangat kecil.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.11Panicum muticum Paspalum atractum(Rumput australia). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat deketahui bahwa tanaman ini memiliki tipe tumbuh decumben dan tipe daun sejajar.Parakkasi (1995) menyatakan bahwa tipe tumbuh Paspalum atractum adalahdecumben dan tipe bunga open panicle, daun hijau pucat, bertulang putih serta berumpun parennial yang mempunyai pannicle dengan 8 sampai 13 racemes, tiap raceme mempunyai dua baris spikelet. Ujung daun dari tanaman ini berbulu.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.12Paspalum atractum Paspalus dilatatum(Rumput australia).Berdasarkan hasil pengamatan, tipe tumbuhnya adalah erect, tipe daun sejajar, dan tipe bunganya adalah panicle.Reksohadiprodjo (1994) mengatakan bahwa, rumput berdaun banyak, kaku, berakar dalam, perennial, tingginya dapat mencapai 60 sampai 150 cm dengan batang berbunga dapat mencapai tinggi 175 cm, rhizomaya merayap dan membentuk tanaman baru yang menyebar cepat bila disenggut ternak atau dipotong, daunnya berwarna hijau tua, panjangnya 10 sampai 45 cm dan lebarnya 3 sampai 12 mm. Paspatum dilatatum memiliki tipe bunga panicle. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.13Paspalum dilatatum Paspatum plicatulum (Rumput paspalum).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Paspalum plicatulum memiliki tipe tumbuh decumben, tipe daunsejajar dan tipe bungapanicle.Parakkasi (1995) menyatakan bahwa tipe tumbuh Paspalum plicatulum decumben dan tipe bunga open panicle, daun hijau pucat, bertulang putih serta berumpun parennial yang mempunyai pannicle dengan 8 sampai 13 racemes, tiap raceme mempunyai dua baris spikelet. Ujung daun dari tanaman ini berbulu.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.14Paspatum plicatulum Pennisetum purpuphoides (Rumput raja). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, rumput ini memiliki tipe tumbuh erect, tipe bunga panicle dan tipe daun sejajar.Susetyo et al. (1991) menyatakan bahwa nama lain dari jenis rumput ini adalah king grass atau rumput raja yang merupakan hasil persilangan antara Pennisetum purpureum dan Pennisetum typoides, tanaman ini memiliki tipe tumbuh erect (tegak) dan tumbuh dengan membentuk rumpun. Tulang daun bewarna hijau dengan ligule dan auricle yang bewarna pucat. Daun bagian atas berbulu kasar tetapi pangkal daunnya tidak berbulu. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.15Pennisetum purpureum Pennisetum purpureum(Rumput gajah). Tipe tumbuhnya adalah erect, tipe daun sejajar dan tipe bunganya adalah panicle.Rukmana (2005) mengatakan bahwa, karakteristik morfologi rumput gajah adalah tumbuh tegak, merumpun lebat, tinggi tanaman dapat mencapai 7 m, berbatang tebal dan keras, daun panjang, dan berbunga seperti es lilin. Rumput gajah mempunyai beberapa varietas, antara lain varietas Afrika dan Hawai. Jayadi (1991) mengatakan bahwa permukaan daun halus hingga dilapisi rambut kaku dan pendek, daun memiliki bangun garis dengan pangkal daunnya melebar dan ujungnya runcing, panjang daun dapat mencapai 120 cm dan lebar 5 cm, ibu tulang daun tampak jelas di permukaan bawah daun. Perbungaan majemuk mulai yang tingginya dapat mencapai 30 cm dan lebarnya 30 mm, spikelet 5 sampai 7 mm, soliter atau berkelompok 5 dimana satu diantaranya fertil, bagian bawah perbungaan adalah bunga-bunga jantan dan bagian atasnya adalah kumpulan bunga banci dan fertil.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.16Pennisetum purpureum Pennisetum purpureum dwarf (Rumput gajah mini). Berdasarkan pegamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa tanaman ini memiliki tipe tumbuherect,tipe daun sejajar dan tipe bunga spike. Skerman dan Rifveros (1990) mengatakan bahwa rumput ini berumur panjang, tumbuh vertikal membentuk rumpun, daun lebat dan mencapai 2 sampai 2,5 m. Rumput ini baik sebagai bahan silage dan sebagai rumput potongan ataupun gembala, asal pertumbuhannya bisa dipertahankan pendek-pendek, tumbuh cepat dan waktu masih muda nilai gizinya cukup tinggi. Rumput gajah bersifat parennial, tumbuh tegak dengan rhizoma, aktivitas berbunga dipengaruhi oleh panjang hari yang pendek, tahan tehadap kebakaran dan pemotongan. Reksohadiprodjo (1994) mengatakan bahwa rumput ini termasuk jenis rumput berumur panjang, tumbuh tegak keatas, membentuk rumpun dengan tinggi mencapai lebih dari 2 m. Batang diliputi oleh perisai, daun agak berbulu dan perakaran dalam. Daunnya berwarna hijau pekat menyejukkan mata.Ciri khas lainnya, berdaun tebal dengan tepian yang agak keriting. Panjang daun hanya 5 cm, sedangkan rumput gajah biasa ada yang 10 cm, dengan akar sepanjang 5 sampai 8 cm. Perannya tak hanya sebagai penutup tanah, tapi juga untuk pemanis lantai carport dan pembatas teras dengan taman.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.17Pennisetum purpureum dwarf Setaria lampungensis(Rumput setaria). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, rumput ini memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun sejajar, dan tipe bunga panicle.Rukmana (2005) mengatakan bahwa, rumput setaria memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun helaian dan tipe bunganya panicle. Rumput tersebut tahan genangan air dengan hasil hijauan segar sebanyak 100 sampai 110 ton per ha per tahun (satu kali pemotongan dengan interval 45 hari adalah 12,50 sampai 13,75 ton per ha). Panen pertama pada umur 45 sampai 60 hari setelah tanam, dengan tinggi pemotongan 5 sampai 10 cm, sehingga dapat mencukupi kebutuhan ternak sapi potong sebanyak kurang lebih 9 sampai 11 ekor dengan berat badan 300 kg. tanaman ini memiliki rhizoma yang pendek, pangkal batang berwarna kemerahan, daunnya lebar dan berbulu. Rumput setaria tumbuh tegak, berumpun lebat, tinggi dapat mencapai 2 m, berdaun halus dan lebar berwarna hijau gelap, berbatang lunak dengan warna merah keungu-unguan, pangkal batang pipih, pelepah daun pada pangkal batang tersusun seperti kipas, dan bunga tersusun dalam tandan berwarna coklat keemasan. Nilai gizi yang terkandung dalam rumput seteriaini adalah protein kasar 6 sampai 7%, serat kasar 42,0%, BETN (Bahan Ekstrak Tampa Nitrogen) 36,1%, dan lemak 2,8%, selain sebagai rumput potong untuk pakan ternak, juga digunakan sebagai rumput untuk padang penggembalaan, karena tahan injakan. Rumput ini dapat tumbuh di mana-mana di seluruh Indonesia terutama pada daerah dengan ketinggian 25 sampai 800 m dari permukaan laut, dengan curah hujan tidak kurang dari 760 mm per tahun, terutama pada daerah yang tanahnya berpasir.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai Gambar 2.18Setaria lampungensis Setaria splendida (rumput setaria).Rumput setaria splendida berdasarkan praktikum memiliki tipe pertumbuhan erect, tipe daun helaian. Menurut Reksohadiprojo (1994) rumput ini memiliki memiliki tipe pertumbuhan erect, tipe daun helaian, dan tipe bunga panicle. Tumbuhan ini dapat tumbuh sepanjang tahun atau disebut perennial, tumbuh pada ketinggian lebih dari 4000 kaki dengan curah hujan tinggi.Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.19Setaria splendida Vetiveria zizanoides (Rumput akar wangi).Berdasarkan hasil dari pengamatan yang dilakukan, tanaman ini memiliki tipe tumbuh erect, daunnya sejajar dan tipe bunganya raceme.Crowder dan Chedda (1992) menyatakan bahwa daun yang dimiliki tanaman ini termasuk kaku, serta memiliki tipe bunga raceme. Tipe pertumbuhan yang dimiliki tanaman ini erect, yaitu tumbuh dengan batang kokoh untuk menopang batang daunnya. Wardiyono (2013) menyatakan bahwa Vetiveria zizanoides. Daun berbentuk daun berupa bangun garis, pipih, kaku, panjang 30 sampai 75 cm dan lebar 4 sampai 10 mm, permukaan bawah daun licin. Perbungaan malai (tandan majemuk) terminal, panjang nya mencapai 15 sampai 40 cm, tersusun atas 6 sampai 10 lingkaran hingga 20 lingkaran yang lebih ramping, tiap tandan memiliki panjang mencapai 10 cm, ruas yang terbentuk antara tandan dengan tangkai bunga berbentuk benang, namun di bagian apeksnya tampak menebal. Vetiveriazizanoides dapat tumbuh baik pada kondisi lingkungan sangat basah atau sangat kering, dengan curah hujan tahunan berkisar pada (300 sampai 1000 atau 2000 sampai 3000) mm. Rata-rata suhu maksimum yang mendukung pertumbuhannya adalah pada rentang 25 sampai 35°C; namun suhu absolut maksimumnya dapat mecapai 45°C. Vetiveria zizanoides tetap dapat tumbuh pada kondisi tanah tandus dan pada tipe tanah yang beragam.Vetiveria zizanoides dewasa dapat tumbuh pada tanah yang mengandung garam.Jenis rumput ini masih dapat tetap tumbuh meskipun telah mengalami kebakaran, terinjak-injak, ataupun habis karena dimakan hewan.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.20Vetiveria zizanoides Tanaman legum Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh identifikasi tanaman legum tercantum pada tabel 2 sebagai berikut. Tabel 2.2 Identifikasi tanaman legum Nama Latin Nama Umum Tipe Tumbuh Bunga Daun Arachis glabrata Aracis Procumben Terompet Paripinate Arachis pintoii Kacang pintoi Procumben Terompet Paripinate Bauhinia blaceana Tayuman Erect Terompet Simple Caliandra calothyrsus Kaliandra Erect Bola Bipinate Codariocalix mubangensi Sanagori Erect Kupu-kupu Trifoliate Desmanthus virgantus Lamtoro mini Erect Bola Bipinate Desmodium rensonii Desmodium Erect Kupu-kupu Trifoliate Gliricidia maculata Gamal Erect Kupu-kupu Imparipinate Gmelina arborea Jati putih Erect Kupu-kupu Simple Leucaena leucocephala Lamtoro Erect Bola Bipnate Mimosa invisa Putri malu Erect Bola Bipinate Sesbania glandiflora Turi Erect Kupu-kupu Bipinate Teramnus labialis Mashparni Erect Kupu-kupu Trifoliate Arachis glabrata(kacang batang).Arachis glabrata merupakan leguminosa dari keluargaArachis.Arachis memiliki ciri-ciri tipe tumbuh procumben, tipe daun paripinate, tipe bunga yaitu terompet.Sirait et al (2009) menyatakan bahwa ciri tanaman ini antara lain perekatan akar yang kuat dan dalam, akar berkembang dalam banyak cabang,batang menjalar di permukaannya. Daun dan bunganya mirip dengan kacang tanah. Berdasarkan hasil pengamatan, data yang diperoleh telah sesuai dengan literatur. Gambar 2.21Arachis glabrata Arachis pintoii (kacang pintoi). Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh ciri-ciri Arachis pintoii yaitu memiliki nama lokal kacang pintoi, tipe tumbuh procumben, tipe bunga terompet (Caesalpiniaceae), dan tipe daun paripinate.Balai Penelitian Tanah (2004), menyatakan bahwa karakteristik tanaman Arachis pintoii adalah jenis herba tahunan yang tumbuh rendah. Batangnya tumbuh menjalar membentuk anyaman yang kokoh, akar dan/atau sulur akan tumbuh dari buku batang apabila ada kontak langsung dengan tanah, tipe daun paripinate.. Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.22Arachis pintoii Calliandra calothyrsus (kaliandra).Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh ciri-ciri Calliandra calothyrsus yaitu memiliki nama lokal kaliandra, tipe tumbuh erect, tipe bunga bola, dan tipe daun bipinate.Calliandra calothyrsus atau disebut kaliandra merupakan legum semak. Ada dua macam kaliandra, yaitu kaliandra yang banyak dijumpai adalah yang berbunga merah. Daun kaliandra mengandung protein cukup tinggi sehingga baik untuk pakan, tetapi mengandung antikualitas berupa tanin. Tanaman tersebut memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun bipinate, dan tipe bunga bola (Utomo, 2012). Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.23Caliandra calothyrsus Gmelina arborea(jati putih).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh ciri-ciri Gmelina arborea yaitu memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun simple, dan tipe bunga kupu-kupu.Menurut Purbajanti (2013), tanaman kayu yang memiliki tipe daun simple dan lebar dengan bunga bewarna kuning. Gmelina arborea termasuk dalam subfamily faboidea, sehingga memiliki tipe bungaGmelina memiliki biji yang ujunganya runcing dan salah satu ujung lainnya tumpul. Tipe tumbuhnya tegak dan produktif menghasilkan kayu.Daunnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Gambar 2.24Gmelina arborea Sesbania grandiflora(Turi).Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa tanaman legum ini memiliki tipe tumbuh erect atau tegak, tipe daunbipinate, dan tipe bunga kupu-kupu.Jayadi (1991) menyatakan bahwa tanaman turi merupakan tanaman yang tidak berumur panjang, tipe tumbuhnya tegak dengan pertumbuhan yang cepat dan sistem perakaran yang dangkal serta cabangnya menggantung. Bentuk daunnya lonjong atau oval dengan tipe daun bipinate. Daunnya majemuk menyirip sepanjang 30 cm dengan jumlah anak daun genap (berpasangan) sekitar 20 sampai 50 anak daun per tangkai. Bunganya tersusun majemuk, mahkota berwarna putih, tipe bunga kupu-kupu atau papilionaceae. Buah polongnya menggantung berbentuk ramping dan lurus dengan ujung meruncing. Ukuran panjang polong 30 sampai 50 cm dengan lebar 1 sampai 1,5 cm. Ketika masih muda polongya berwarna hijau, kemudian setelah tua berwarna kuning. Bagian dari tanaman turi yang disukai ternak adalah daunnya sedangkan bunganya dipetik untuk konsumsi. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.25Sesbania glandiflora Leucaena leucochepala(Lamtoro).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh ciri-ciri Leucaena leucochepalayaitu memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun bipinate, dan tipe bunga bola. Menurut Jayadi (1991) menyatakan bahwa tanaman ini berasal dari Amerika Selatan, tumbuh tegak dengan sudut pangkal antara batang dengan cabang 45 derajat.Daunnya kecil, tulang daun menyirip ganda dua dengan jumlah 4 sampai 8 pasang, tiap sirip tangkai daun mempunyai 11 sampai 22 helai anak daun. Bunganya merupakan bunga bangkol atau membulat, bunga majemuk menyerupai cawan tetapi tanpa daun pembalut, berbentuk bola, dan berwarna putih.Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.26Leucaena leucocephala Bauhinia blakeana(Tayuman).Berdasarkan pengamatan, Bauhinia blakeana memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun simple, dan tipe bungaterompet.Menurut Purbajanti (2013), tanaman ini sering disebut sebagai tayuman. Tayuman merupakan salah satu pohon legum tahunan yang memiliki daun yang simple dan apabila tumbuh tingginya dapat mencapai 17 kaki, dengan tipe tumbuherect atau tegak. Bentuk bunga tayuman adalah papilionaceaeatau kupu-kupu, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil pengamatan tidak sesuai dengan literatur. Gambar 2.27 Bauhinia blakeana Desmanthus virgatus(lamtotoro mini).Desmanthus virgatus memiliki nama lokal lamtoro mini, tipe tumbuh legum ini adalah erect, tipe daunnya yaitu bipinate, tipe bunga yaitu bola. Purbajanti (2013) menyatakan bahwa Desmanthus virgatus di Indonesia sering disebut lamtoro mini.Jenis tanaman perennial dengan tipe daun bipinate paripinate karena pada ujungnya memiliki jumlah daun genap.Family fabaceae, sub family mimosoideae, dan memiliki daun berbentuk seperti bola. Gambar 2.28 Desmantus virgantus Desmodium rensonii(Desmodium).Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui legum ini tumbuh dengan tipeerect, daunnya bertipe trifoliate, dan bunganya berbentuk kupu-kupu. Menurut Bamualim dan Wirdahayati (2002), Desmodium tumbuh dengan tipeerect, tipe daun trifoliate, dan tipe bunga kupu-kupu, serta batangnya berbentuk silindris. Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.29 Desmodium rensonii Teramnus labialis. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, tipe tumbuh tanaman erectdan tipe daun trifoliate. Pengelly (1996) menyatakan bahwa Teramnus labialismemiliki tipe tumbuh erect dan tipe daun trifoliate. Gambar 2.30Teramnus labialis Codariocalyx mubangensis(Sanagori).Berdasarkan pengamatan, tanaman ini tumbuh tegak, memiliki daun bertipe trifoliate, dan bunga tipe kupu-kupu.Tanaman ini sering disebut sebagai Sanagori. Menurut Soedomo (1992), pohon sanagori tumbuh tegak dengan tinggi 1 sampai 3 m. Pucuk batang dan bunga biasanya ditutupi oleh rambut panjang. Daun berbentuk oval dengan panjang 8 cm dan lebar 5 cm. Bunga biasanya bercabang tiga, atau sering disebut trifoliate.Warna bunga merah muda dan apabila sudah tua menjadi merah lebih gelap. Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.31 Codariocalyx mubangensis Mimosa invisa(Putri malu raksasa).Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa tanaman ini memiliki tipe tumbuh erect,tipe tumbuh paripinate dan tipe bunga bola. Reksohadiprodjo (1994) mengatakan bahwa, tipe tumbuh erectdan tipe daun paripinate. Mimosa invisa termasuk dalam sub-famili Mimosaceae.bersifat annual, merambat membelit sepanjang 6 m, digunakan sebagai tanaman penutup tanah dan pupuk hijau.Mimosa invisa memiliki tipe tumbuh erect, tipe daun paripinate dan tipe bunga bola.Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara hasil pengamatan dan literatur sesuai. Gambar 2.32Mimosa invisa Gliricidia maculate(Gamal). Legum ini memiliki nama umum Gamal. Tipe tumbuh adalah erect, tipe daun adalah imparipinate, dan tipe bunga adalah caesalpiniaceae. Menurut Blegur (2009), Setaria lampungensismemiliki tipe tumbuh erect, tipe bunga caesalpiniaceae, dan tipe daun imparipinate. Tanaman tersebut sering disebut sebagai rumput setaria lampung. Rumput setaria bersifat perennial, tumbuh tegak, berumpun lebat, tinggi dapat mencapai 2 m, berdaun halus dan lebar berwarna hijau gelap, berbatang lunak dengan warna merah keungu-unguan, bunga tersusuri dalam tandan coklat keemasan, pangkal batang pipih, dan pelepah daun pada pangkal batang tersusun seperti kipas. Rumput ini merupakan rumput potong atau gembala di daerah dataran tinggi, termasuk tanaman yang tahan kering dan teduh, berdaun lunak dan disukai ternak. Rumput setaria sangat cocok di tanam di tanah yang mempunyai ketinggian 1200 m dpl, dengan curah hujan tahunan 750 mm atau lebih, dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, dan tahan terhadap genangan air,dan responsif terhadap pemupukan. Berdasarkan hasil pengamatan data sudah sesuai dengan literatur. Gambar 2.33Gliricida maculata Kesimpulan Berdasarkan praktikum identifikasi tanaman rumput dan legume dapat disimpulkan bahwa tanaman rumput memiliki tipe tumbuh erect,semi erect, procumben dan decumben. Tipe daun pada tanaman rumput didasarkan pada tulang daunnya yaitu sejajar dan tidak sejajar. Tipe bunga rumput adalah spike, raceme dan panicle. Tanaman legume memiliki tipe tumbuh erect, semi erect dan menjalar. Tipe daun tanaman legum simple,trifoliate,paripinate, bipinate, imparipinate.Tipe bunga pada tanaman legume adalah mimosaceae (bola), papilionaceae (kupu-kupu), dan caesalpiniaceae (terompet).   Daftar Pustaka Bamualim, A. dan Wirdahayati, R.B .2002. Peternakan di Lahan Kering Nusa Tenggara.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Timur.95 hlm. Blegur, Samsul Bahari. 2009. TugasTatalaksana Padang Penggembalaan Tropika. Undana, Kupang. Crowder, dan H.R Chedda.1992. Tropical Grass Land Hurbandry. Longman Group Ltd. New York. Fisher, N. and Petter G. 1992. Fisiologi Tanaman Tropik. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Jayadi, S. 1991. Tanaman Makanan Ternak Tropika. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Indah, N. 2009. Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah. Institut Keguruan Ilmu Pendidikan PGRI. Jember. Lubis. 1992. Kelapa Sawit (Elais Guenensis Jacq) di Indonesia. Pusat Penelitian Perean Marihat Pematang Siantar, Sumatera Utara. Parakasi, Amiruddin. 1995. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Angkasa Bandung. Bandung. Pengelly, B.C. 1996. Diversity in the tropical legume genus Teramnus.Tropical Grassland.London. Purbajanti, E. D. 2013. Rumput dan Legum sebagai Hijauan Makanan Ternak.Cetakan pertama. Graha Ilmu Percetakan. Bogor. Reksohadiprodjo,S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFR Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta. Rukmana R. 2005. Budi Daya Rumput Unggul. Kanisius.Yogyakarta. Sajimin, E. Sutedi, N. D. Purwantari Dan B. R. Prawiradiputra. 2012. Agronomi Rumput Benggala (Panicum Maximum Jacq) Dan Pemanfaatannya Sebagai Rumput Potong. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Schulke, Kraft. 1992. Forages (Edi). Plant Resources of South-East Asia (PROSEA). No 4. Wageningen, Netherlands and Bogor. Indonesia. Sirait, J., R. Hutasoit, Junjungan, K. Simanjuntak. 2009. Potensi Arachis glabratayang ditanam pada taraf naungan berbeda sebagai pakan ternak kambing: morfologi, produksi, nilai nutrisi dan kecernaan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. Skerman, and Rifveros, F. 1990. Tropical Grasses Food and Agriculture Organisutron of The United Nation. Italy. Soedomo, R. 1992. Codariocalyx gyroides (Roxb. ex Link) Hassk. In: 't Mannetje, L. and Jones, R.M. (eds) Plant Resources of South-East Asia No. 4. Forages. pp. 97–98. (Pudoc Scientific Publishers, Wageningen, the Netherlands). Soehadji. 1991. Kebijaksanaan Pemuliaan Ternak (Breeding policy) khususnya dalam Pembangunan Peternakan. Pros Seminar Nasional. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang. Soetrisno, R.D. 2008.Pengantar Kultur Jaringan Tanaman Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Susetyo, Kismono dan Eedjo, S. 1991. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Peternakan Rakyat. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. Tarigan, A., dan S.P. Ginting. 2011. Pengaruh taraf pemberian Indigofera sp. terhadap konsumsi dan kecernaan pakan serta pertambahan bobot hidup kambing yang diberi rumput Brachiaria ruziziensis. JITV Vol. 16 No1 Th. 2011: 25-32. Utomo, Ristianto. 2012. Bahan Pakan Berserat untuk Sapi. Klaten: PT. Intan Sejati. Pengelly, B.C. 1996. Diversity in the tropical legume genus Teramnus.Tropical Grassland.London. Lampiran BAB III IDENTIFIKASI BIJI Tinjauan Pustaka Identifikasi Biji Biji bila dipandang dari segi botani, merupakan struktur yang dibentuk dari ovulum (bakal biji). Rumput, biji botani tidak dapat dipisahkan dari buah yang merupakan struktur yang terbentuk dari ovarium dan bakal buah. Biji merupakan bagian dari tanaman yang apabila ditepar akan menghasilkan tanaman baru (Fitter, 1991). Pembentukan biji homogen umumnya bagus dan hasil biji memuaskan.Pemanenan biji pada spesies-spesies baru diintroduksikan menghadapi permasalahan yang sama (Soetrisno, et al., 2008). Kelebatan tanaman, jumlah biji tiap bunga dan persentase biji yang terpanen merupakan tiga faktor utama dalam produksi biji tanaman makakan ternak tropik yang paling dipengaruhi cuaca dan praktek bercocok tanam. Produksi hijauan tinggi dan kualitas baik, didasarkan atas produksi bahan kering yang tinggi, toleran terhadap keadaan stres dan kekurangan vitamin A, palatabilitas dan daya cerna yang tinggi. Tanaman makanan ternak tropik menghasilkan biji dalam jumlah besar dan hanya sebagian kecil saja yang dapat terkumpul saat panen, hal ini disebabkan oleh keadaan: 1) Lamanya antara saat terbentuknya karangan bunga satu dengan yang lain; 2) Biji masak tiap karangan bunga tidak sama; 3) Biji masak, biji akan jatuh atau meloncat keluar; 4) Tanaman akan roboh pada saat biji masak (Reksohadiprodjo, 1994). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan biji legum (yang dalam hal ini berfungsi sebagai benih) dari pada graminae yaitu, relatifitas kondisi kulit biji legum. Jenis dari familil Leguminosae menunjukkan dormansi fisik, yang disebabkan yang rumit. Kondisi kedap air kulit biji legumehomogenya, dalam arti bahwa bermacam–macam jenis, bermacam-macam tingkatan kemasakan dan bermacam-macam individu dalambenih homogen menunjukkan tingkat ketahanan terhadap penyerapan air (imbibisi) yang berbeda. Struktur kulit biji terdiridari 4 lapisan yang sangat berbeda, yaitu kutikula adalah lapisan yang paling luar yang berlilin yang bersifat menolak air.Macrosclereids atau lapisan palisade yang terdiri dari sel-sel bentuk panjang, sempit, terbungkus rapat, vertikal.Osteosclereids yaitu lapisan yang terdiri dari sekelompok sel yang terbungkus longgar.Lapisan parenchyma yang tersusun oleh lapisan sel yang sedikit terdifrensiasi.Impermeabilitas ditentukan oleh dua lapisan luar, sekali lapisan-lapisan tersebut dapat tembus air, benih dapat mudah menyerapnya. Ketebalan kulit biji dan ketebalan masing-masing lapisan bervariasi menurut jenis (Rukmana, 2005). Struktur umum biji yaitu, di dalam biji terdapat embrio yang dilindungai oleh kulit biji. Embrio mendapat pasokan makanan dari jaringan penyimpan makanan. Embrio mempunyai sumbu dengan dua buah kutub, yaitu calon akar dan batang. Sebelah lateral sumbu terdapat kotiledon atau daun buah yang berfungsi untuk menyimpan makanan pada jaringan khusus, yang disebut endosperm. Dalam kondisi baik, biji akan berkecambah menjadi tumbuhan muda (Mulyani, 2006).   Materi dan Metode Materi Alat.Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kamera, kertas kerja, jangka sorong dan alat tulis. Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah berbagai bijiGliricidia maculata (Gamal), Albazia falcatarajava (Sengon laut), Leucaena leucocephala (Lamtoro), Desmodium rensonii (Desmodium), Oryza sativa (Padi), Zea mays (Jagung), Mucuna pruriens (Koro benguk),Bauhinia blakeana (Tayuman), Sorghum helepanse(Sorghum putih), Teramnus labialis, Gmelina arborea (Jatiputih), Sesbania glandiflora (Turi), Sorghum bicolor(Shorgum merah), Desmanthus virgantus (Lamtoro mini), Leucaena Leucochepala(Lamtoro), Acasia villosa (Akasia), Calopogonium mucunoides (Kacang kalopo), Vigna sinensis(kacang panjang), Phallaris canariensis (kenari), Glycine max(Kacang kedelai), Arachis hypogea(Kacang tanah), Pueraria phaseoloides (Kacang kudzu), Flemingia macrophylla (Opo-opo),dan Stylosantes cv. jerano (Stilo)yang ada di Laboratorium Ilmu Hijauan Makanan Ternak. Metode Biji yang ada di dalam tabung penyimpan di keluarkan sebagian dan ditaruh di cawan petri. Biji kemudian diukur ketebalanya menggunakan jangka sorong, kemudian biji diamati warna dan bentuk. Hasil pengamatan ditulis ke dalam lembar pengamatan. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, biji yang dipakai pada acara praktikum identifikasi di laboratorium Hijauan Makanan Ternak Fakultas Peternakan UGM antara lain: Tabel 3.1 Identifikasi biji Nama biji Tipe Warna Bentuk Ukuran Ketebalan kulit Gliricidia maculata (Gamal) Coklat tua Lempeng bulat 0,97mm Tipis Albazia falcatarajava (Sengon Laut) Coklat tua Lonjong pipih 0,3mm Tebal Leucaena leucocephala (Lamtoro) Coklat tua Bulat pipih 0,67mm Tipis Desmodium rensoni Coklat muda Bulat pipih 0,39mm Tipis Oryza sativa (Padi) Coklat kekuningan Lonjong bulat 0,32mm Tebal Zea mays(Jagung) Kuning tua Bulat menebal 0,93mm Tebal Sorghum bicolor(Sorghum merah) Coklat keunguan Bulat 0,03mm Tipis Sorghum helepanese (Sorghum putih) Putih Bulat 0,02mm Tipis Mucuna prurien (Kacang koro benguk) Abu-abu Lonjong 0,51mm Tipis Peuraria phaseloides (Kacang kudzu) Coklat hitam Lonjong kecil 0,02mm Tebal Acacia villosa (Akasia) Coklat tua Lonjong 0,05mm Tebal Bauhinia blakeana (Tayuman) Coklat tua Bulat pipih 0,57mm Tipis Flemingia macropphylla (Opo-opo) Hitam Bulat kecil 0,33mm Tebal Nama Biji Tipe Warna Bentuk Ukuran Ketebalan Vigna sinensis (Kacang panjang) Ungu Lonjong tebal 0,08mm Tebal Sesbania glandifora (Turi) Coklat muda Lonjong kecil 0,06mm Tebal Calopogonium mucunoides (Kacang kalopo) Coklat muda Lonjong kecil 0,01mm Tebal Glycine max (Kacang kedelai) Putih kekuningan Bulat tebal 0,03mm Tebal Stylosantes cv hjerano (Stilo) Coklat muda Lonjong kecil 1,2mm Tebal Gmelina arborea (Jati) Coklat muda Bulat tebal 1,1mm Tipis Phallaris canariensis (Kenari) Coklat terang Lonjong kecil 1,9mm Tebal Desmathus virgatus (Lamtoro mini) Coklat tua Bulat kecil 0,23mm Tebal Arachis hypogea (Kacang tanah Coklat tua Lonjong besar 6,7mm Tipis Gliricidia maculata (Gamal). Ciri-ciri spesifik yang ditunjukkan pada sat praktikum adalah biji berwarna coklat tua, berbentuk lempeng bulat, berukuran 0,97 mm, dan kulitnya tipis. Menurut Horne (2001), Gliricidia macullata bunganya berwarna putih dan sering digunakan stek batang dalam usaha pengembangbiakan gamal alasannya sulit mencari dan mengumpulkan biji gamal. penanaman stek lebih baik berasal dari batang bawah tanaman yang cukup usia lebih dari 2 tahun dengan diameter lebih dari 4 cm.Produksi daun gamal 8-11 ton BK per tahun. Menurut Anonim (2009), biji Gliricidia maculata berbentuk jorong dengan panjang sekitar 10 mm, mengkilap, dan berwarna merah kecoklatan. Menurut Plantus (2008), daerah asal Amerika tengah, Brazilia. Tanaman ini mempunyai bentuk polong, pipih, tangkai buah kecil, kulit buah dewasa terpuntir ketika terbuka. Satu buah mengandung 4 sampai 10 biji, biji berbentuk jorong, panjangnya sekitar 10 mm, mengkilap, dan berwarna merah kecoklatan. Anti kualitas yang terdapat pada tanaman gamal ialah dicoumerol dan HCN. Berdasarkan literatur dan hasil pengamatan biji Gliricida maculata mendekati literatur.Gambar dari biji Gliricidia maculata disajikan pada gambar 1. Gambar 3. 1.Gliricidia maculata Albazia falcatarajava(Sengon laut). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji saat praktikum ialah berwarna coklat tua, berbentuk lonjong, lempeng, pipih, berukuran 0,3 mm, serta memiliki kulit yangtebal. Menurut Sutopo (1993), biji berbentuk memanjang, pipih, panjang 6 mm sampai 7,5 mm dan lebar 3 mm sampai 4 mm. Menurut Joko (2010), Buah Albazia falcata berbentukpolong terbuka jika sudah masak dan kering, sehingga bijinya terlempar. Biji yang dikeringkan udara selama 10 sampai 15 hari dapat disimpan dalam wadah kaleng tertutup selama kira-kira 1 tahun.Biji yang tidak dikeringkan dan disimpan dengan baik, setelah 14 hari daya kecambahnya dapat turun sampai 20 %.Jumlah biji kering udara 40.500 butir per kg atau 36.000 butir per liter. Menurut Brans (2007) biji Albazia falcatara java pipih, lonjong, 3 sampai 4 x 6 sampai 7 mm, warna hijau, bagian tengah coklat. Jumlah benih 40.000 butir/kg.Daya berkecambah rata-rata 80%.Berat 1.000 butir 16 sampai 26 gram. Tanaman ini memiliki polong-polongan, panjang 10 sampai 13 cm, lebar 2 cm. Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Albazia falcatara javamendekati dengan litteratur . Gambar 3. 2.Albazia falcatarajava Leucaena leucocephala(Lamtoro). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna coklat, berbentuk bulatpipih, berukuran 0,67 mm, dan kulitnya tipis. Bentuk bijinya lonjong, dan pipih. Biji berukuran besar dan kulitnya keras, dalam 1 kg dapat dijumpai 15 sampai 25 biji lamtoro, ini dikarenakan ukurannya yang besar dankulitnya keras. Produksinya 20 ton/ha BK dalam satu tahun (Horne, 2001).Biji berukuran besar dan kulitnya keras.Berasal dari kerajaan Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Fabales, familyFabaceae, subfamilyMimosoideae, genus Leucaena, spesies L. leucocephala.Setiap 1 kg dapat dijumpai 15 sampai 25 biji lamtoro, ini dikarenakan ukurannya yang besar dan kulitnya keras. Lamtoro memiliki anti kualitas berupa mimosin atau leucaenine, taninn dan protease inhibitor (Tjitrosoepomo dan Gembong, 2005). Berdasarkan literatur dan maka hasil pengamatan biji, maka bijiLuecaena leucochepala mendekati litteratur.Biji Lamtoro disajikan pada gambar 3 berikut ini. Gambar3. 3.Leucaena leucocephala Desmodium rensonii(Desmodium). Berdasarkan hasil pengamatan saat praktikum, biji Desmodium rensonii memiliki ciri-ciri warna kulit coklat terang, bentuk biji bulat lempeng, ukuran biji 0,39 mm, dan ketebalan tipis.Ukuran biji Desmidium rensonii sekitar 4 mm dan 3 mm luas, hampir simetris.Biji kecil dan keras, hijau berubah kuning-coklat sampai coklat saat sudah tua (Roshetko, 1995).Apabila dibandingkan dengan litteratur pengamatan biji Desmodium rensonii telah mendekati litteratur. Gambar4.4. Desmodium rensonii Oryza sativa(Padi).Berdasarkan hasil praktikum ciri spesifik yang ditunjukkan biji tanaman Oryza sativamemiliki warna kuning, biji berukuran 0,32 mm, dan kulitnya tipis. Menurut Henny et al. (2009). Bentuk biji Oryza sativa hampir bulat hingga lonjong,ukuran 3mm hingga 15mm,tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam,struktur dominan padi yang biasa dikonsuksi yaitu jenis enduspermium. Menurut Anonim (2011), biji padi gogo berwarna kuning jerami dan berukuran sedang. Ketahanan terhadap penyakit, tahan terhadap penyakit blas ras 133 dan agak tahan penyakit blas ras 73, 173 dan 033. Toleransi cekaman abiotik, agak rentan terhadap kekeringan dan rentan terhadap keracunan Aluminium.Baik untuk ditanam di lahan kering dataran rendah sampai sedang < 700 m dpl.Apabila dibandingkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Oryza sativa telah mendekati literatur. Gambar3. 5.Oryza sativa Zea mays(Jagung). Berdasarkan hasil praktikum ciri spesifik yang ditujukan biji tanaman Zea mays antara lain berwarna orange, berbentuk bulat atau persegi tidak beraturan, berukuran 0,93 mm, dan kulit tebal.Biji jagung dapat digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri (Nani et.al, 2006).Menurut Plantus (2008), bijinya biasanya lonjong, warna bervariasi dari putih hingga kuning, merah atau keunguan hingga hitam. Pengawet pada jagung disebut fumarin yang menyebabkan waran merah muda pada jagung. Jagung mempunyai beberapa warna, yaitu: jagung kuning, jagung putih, dan jagung merah. Ketiga warna itu kerap kita lihat dari berbagai tempat produksi jagung di Indonesia, walaupun jagung kuning lebih dominan.Jagung kuning mempunyai pigmen crytoxanthin yang merupakan prekursor vitamin A. jagung mempunyai kandungan protein kasar yang beragam, mulai dari 8%-13%. Hal ini terjadi karena varietas jagung, kualitas tanah, dan usia panen jagung itu sendiri. Tetapi jagung mempunyai kandungan energy metabolis (ME) dan energy tercerna (DE) yang baik.Kandungan serat kasarnya rendah, tetapi kualitas proteinnya tidak tinggi (Rasyaf, 1992).Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Zea mays mendekati literatur. Gambar3. 6.Zea mays Sorghum bicolor(sorghum merah).Ciri spesifik yang teramati saat praktikum adalah biji berwarna merah atau putih, berbentuk bulat, berukuran 0,03 dan berkulit tipis.Menurut Laimeheriwa (1990), pada umumnya biji sorghum berbentuk bulat dengan ukuran biji kira-kira 4 x 2.5 x 3.5 mm. Berat biji bervariasi antara 8 sampai 50 mg, rata-rata berat 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorghum dibagi atas: sorgum biji kecil (8 sampai 10 mg), sorghum biji sedang (12 sampai 24 mg), dan sorghum biji besar (25 sampai 35 mg). Warna biji ini merupakan salah satu kriteria menentukan kegunaannya. Varietas yang berwarna lebih terang akan menghasilkan tepung yang lebih putih dan tepung ini cocok untuk digunakan sebagai makanan lunak, roti dan lain-lainnya. Menurut Anonim (2010), biji turi memilliki ciri-ciri kulit berwarna coklat kekuningan, bentuk kacang bulat utuh dan mulus.Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Sorghum bicolortelah mendekati literatur. Gambar3. 7.Sorghum bicolor Sorghum helepanse(sorghum putih).Berdasarkan hasil pengamatan saat praktikum, biji Sorghum helepanse memiliki ciri-ciri warna kulit biji putih, bentuk biji bulat seperti bola, ukuran sekitar 0,02 mm, dan memiliki kulit tipis. Warna lapisan kulit biji sorghum berhubungan dengan kadar tanin yang terkan-dung dalam biji tersebut. Biji sorghum yang berwarna tua mengandung lebih banyak tanin dibanding yang berwarna muda (Anonim, 1998). Umumnya biji sorgum berbentuk bulat, kulit biji yang berwarna putih sorgum kafir dan yang berwarna merah/cokelat biasanya termasuk (Edy, 2011).Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Sorgum helepanse mendekati literatur.Gambar biji sorghum tersaji pada gambar 8 berikut ini. Gambar 3. 8.Sorghum helepanse Mucuna pruriens(koro benguk). Berdasarkan hasil praktikum ciri spesifik yang ditujukan biji tanaman Mucuna pruriens antara lain berwarna abu-abu, berbentuk oval, berukuran 0,51 mm, dan kulit tipis.Menurut Purwanto (2007),koro benguk (Mucuna pruriens) adalah jenis tanaman kacang-kacangan dari wilayah tropis yang banyak ditemukan di lahan pertanian, termasuk di Indonesia. Jenis tanaman itu serumpun dengan tanaman kacang kapri dan kacang buncis.Biji Mucuna pruriensatau biji koro benguk. Biji benguk umumnya sebesar ujung kelingking, bentuknya mendekati persegi dengan ketebalan sekitar 5 mm. Biji yang telah tua dapat disimpan lama. Warna luar biji benguk yaitu putih bersih. Tanaman benguk diperbanyak dengan bijinya dan dapat langsung ditanam. Tanaman benguk sangat cocok ditanam di dataran rendah yang beriklim kering (Haryoto, 2000).Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Mucuna pruriens mendekati literatur.Gambar biji kacang koro benguk tersaji pada gambar 9. Gambar 3. 9.Mucuna pruriens Pueraria phaseoloides(Kacang Kudzu).Berwarna coklat kehitaman, berbentuk lonjong kecil, berukuran 0,02 mm, dan mempunyai kulit yang tebal. Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna coklat tua dan muda, berbentuk balok, berukuran kecil, dan kulitnya tebal (Prohati, 2009).Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Pueraria phaseloidesmendekaati literatur. Gambar3. 10.Pueraria phaseoloides Acasia villosa(Akasia).Berdasarkan hasil praktikum ciri spesifik yang ditunjukkan biji tanaman Acasia villosa antara lain kulit berwarna coklat tua, bentuk biji oval, berukuran 0,05 mm, dan mempunyai kulit tebal. Menurut Sutopo (1993), bibit sering memiliki mantel keras dengan sel-sel berbentuk jam pasir, dan kadang-kadang terdapat garis berbentuk u disebut pleurogram. Menurut Anonim (1997), ukuran biji tanaman ini sekitar 6 mm, warna biji coklat, bentuk biji reniform sampai lanset. Menurut Prohati (2009) Buah kering, panjangnya 6,5 cm dan 1 cm sampai 2,5 cm, berkayu, berwarna coklat, tepinya bergelombang, awalnya lurus namun ketika buahnya semakin tua akan terpuntir berbentuk spiral yang tidak teratur. Biji berbentuk bulat telur hingga elips, berukuran panjang 4 mm sampai 6 mm dan lebar 3 mm sampai 4 mm, berwarna hitam mengkilap, keras, tangkai biji panjang berwarna kuning atau merah.Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Acacia villosamendekati literatur. Gambar3. 11.Acasia villosa Bauhinia blakeana(Tayuman). Berdasarkan hasil pengamatan saat praktikum saat praktikum, biji Bauhenia blakeana memiliki ciri-ciri warna kulit coklat tua, bentuk biji bulat pipih, ukuran sekitar 0,57 mm, dan ketebalan kulit tipis.Biji Bauhinia blakeana atau dikenal sebagai biji tayuman. Biji tayuman keras dan berwarna sangat tua. Biji tayuman bundar dengan diameter lebih dari 7 mm. Satu buah tayuman berisi 5 sampai 11 biji (Syamsiah, 2004).Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Bauhinia blakeana mendekati literatur. Gambar3. 12.Bauhinia blakeana Flemingia macrophylla (Opo-opo). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna hitam, berbentuk bulat, berukuran 0,33 mm, dan kulitnya tebal.Buah polong kering pecah memanjang, panjang 8 mm sampai 15 mm dan lebar 5 mm, mengandung dua biji. Biji berbentuk bundar, dengan diameter biji 2 mm sampai 3 mm, berwarna hitam mengkilap (Prohati, 2009).Menurut Haba (2009),Biji berbentuk bundar, dengan diameter biji 2 sampai 3 mm, berwarna hitam mengkilap. Perbandingan data dengan literatur, diketahui data mendekati literatur. Gambar3. 13.Flemingia macrophylla Vigna sinensis(kacang panjang). Berdasarkan Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna ungu, berbentuk lonjong tebal, berukuran 0,08 mm, dan mempunyai kulit yang tebal. Menurut Prohati (2009), mengatakan bahwa Vigna sinensis memiliki biji berwarna ungu yang terbungkus dalam kulit buah berwarna hijau sewaktu muda.Kacang panjang merupakan tanaman semusim yang berbentuk perdu. Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Vigna sinensis mendekati literatur. Gambar3. 14.Vigna sinensis Sesbania glandiflora (Turi). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna coklat, berbentuk lonjong bulat, berukuran sedang 0,06 mm, serta kulitnya tebal.Menurut Horne (2001), biji turi tidak terlalu keras namun berukuran besar, dalam 1 kg turi putih terdapat 20 sampai 30 biji. Buah berbentuk garis sampai hampir sabit, panjang 20 cm sampai 60 cm dan lebar 6 mm sampai 9 mm, mengandung 15 sampai 50 biji. Biji berwarna coklat tua (Prohati, 2009).Menurut Wagner et al., (1999), biji berbentuk polong yang menggantung, berbentuk pita dengan sekat antara, panjang 20-55 cm, lebar 7-8 mm. Biji 15-50, letak melintang di dalam polong.Menurut Prohati (2009) Biji berbentuk agak mengginjal, berukuran 6.5 mm x 5 mm x 2.5-3 mm, berwarna coklat gelap.Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Sesbania glandifloramendekati literatur. Gambar3. 15.Sesbania glandifora Calopogonium mucunoides(Kacang kalopo). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna coklat, berbentuk lonjong kecil, berukuran 0,01 mm, serta kulitnya tebal. Menurut Prohati (2009), tanaman ini mempunyai bunga tandan lampai, panjang hingga 20 cm, bunga dalam fasikulum berjumlah 2 sampai 6, berwarna biru atau ungu. Polong memita-melonjong, lurus atau melengkung, dengan rambut coklat kemerahan diantara biji, biji berjumlah 3 sampai 8. Biji berbentuk persegi padat dengan panjang 2 mm sampai 3 mm, berwarna kekuningan atau coklat kemerahan. Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Calopogonium mucunoides mendekati literatur. Gambar3. 16. Calopogonium mucunoides Glycine max(Kacang kedelai). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna putih kekuningan, berbentuk bulat, berukuran 0,03 mm, dan kulitnya tebal.Menurut Merritt and Jenks, (2004), ukuran biji tanaman ini sedang dan kulitnya tipis.Menurut Tjitrosoepomo dan Gembong (2005), pada tanaman ini buah atau bijinya termasuk buah padi (caryopsis), yang memilikki ciri sebagai berikut : buah berdinding tipis mengandung satu biji dan kulit buah berlekatan dengan kulit biji,dan kadang-kadang ada juga yang berlekatan dengan bijinya.Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Glycine max mendekati literatur. Gambar3.17. Glycine max Stylosantes cv. jerano (stylo).berdasarkan pengamatan biji tanaman stylo memiliki ciri-ciri berwarna coklat muda, berbentuk lonjong kecil, berukuran 1,2 mm dan memiliki kilit tebal.Stylosantes memiliki warna benih kuning-coklat, kadang-kadang sedikit berbintik-bintik, hitam. Biji berukuran antara 1-1,5 mm. Tanaman ini biasa ditemukan di sabana dengan ph 4-6 (Valle, 2001). Berdasarkan dengan literatur, hasil pengamatan biji Stylosantes mendekati literatur. Gambar 3.18.Stylosantes cv. jerano Gmelina arborea(Jati putih). Ciri spesifik yang ditunjukkan biji ini antara lain berwarna coklat muda, berbentuk bulat, berukuran 11 mm, dan kulitnya keras tipis. Menurut (Rukmana, 2005), kulitnya keras, biji tanaman ini berukuranbesar dan memiliki kulit yang tebal. Menurut Nurhasybi et al.(2010), kulit buahnya berwarna hijau kekuningan. Ukuran buah 2 - 3 cm. yang memiliki 2 - 3 butir biji, jumlah benih per 1 kg adalah 1000 - 1200 butir. Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Gmelina arboreamendekati literatur. Gambar3. 19. Gmelina arborea Phallaris canariensis(kenari). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diperoleh biji Phallaris canariensis memiliki ciri-ciri spesifik berwarna coklat kekuningan. Berbentuk lonjong, berukuran 0,203 mm, dan berkulit tipis. Biji Phallaris canariensisdikenal sebagai biji kenari. Biji kenari mengandung lemak dan protein tinggi. Buah kenari berbentuk lonjong sampai agak bulat. Secara morfologi, buah kenari terdiri dari kulit luar dan bagian tempurung dan isinya (endocarp). Bagian kulit luar dan daging buah ada yang tebal dan ada yang tipis tergantung pada spesies kenari. Bagian endocarp, sering disebut nut-in-shell, terdiri dari tempurung dan biji yang dibungkus oleh kulit ari (testa) (Djarkasi, 2012). Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Phallaris canariensis mendekati literatur. Gambar 3. 20.Phallaris canariensis Desmanthus virgatus(Lamtoro mini). Berdasarkan hasil praktikum ciri spesifik yang ditunjukkan biji tanaman Desmanthus virgatus antara lain berwarna coklat, berbentuk bulat, berukuran 2,3 mm, dan kulitnya tebal. Menurut Wagner et al., (1999), tanaman ini memiliki biji 9 sampai 27 per polong, panjang 2,1sampai 2,9 mm, lebar 1,4 sampai 2,7 mm, warna merah atau cokelat keemasan, dan pleurogram lebar 0,6-1,1 mm, 0,3-1,0 mm.Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Desmanthus virgantustelah sesuai. Gambar3. 21.Desmanthus virgantus Arachis hypogea(kacang tanah).Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diperoleh biji Arachis hipogea berwarna coklat tua, dengan bentuk bulat, berukuran 6,7 mm, dan berkulit tipis.Menurut Purwono dan Purnamawati (2007), setiap polong kacang tanah berisi 1 sampai 4 biji, namun kebanyakan 2-3 biji. Setiap pohon memiliki jumlah dan isi polong beragam, tergantung pada varietas dan tanaman yang dibudidayakan.Berdasarkan dengan literatur maka hasil pengamatan biji Arachis hypogea mendekati literatur. Gambar3. 22.Arachis hypogea   Kesimpulan Berdasarkan praktikum identifikasi biji yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa biji yang diamati terbagi antara Leguminoceae dan biji Gramineae. Biji tanaman yang diamati berjumlah 22 jenis tamanan.Biji tanaman legum dan rumput memiliki bentuk, warna, ukuran, dan ketebalan kulit yang berbeda-beda.Selain perbedaan tersebut, tanaman rumput dapat lebih mudah tumbuh dengan persemaian biji dibandingkan dengan legum. Biji tanaman legum biasanya tersimpan dalam polong, sedangkan biji rumput tumbuh dengan bunga. Faktor yang mempengaruhi adalah spesies tanaman, iklim, budidaya tanaman, dan nutirisi yang diperoleh tanaman. Daftar Pustaka Anonim. 1997. Albazia falcataria.di http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke_energy/Albizia_falcataria.html. Diakses tanggal 8 April 2015. Pukul 16:45 WIB Anonim.2009. Tumbuhan Monokotil dan Dikotil.di http: www.adipedia.com. Diakses tanggal 8 April 2015.Pukul 16:45 WIB Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri.2010. Tanaman Rempah dan Industri.Sukabumi. Brands, SJ. 2007. Systema Naturae. Universal Natural Taxonomic Services. Amsterdam. Netherland Edy, S. 2011. Aspek Budidaya, Prospek, Kendala, dan Solusi Pengembangan Sorgum di Indonesia. Jakarta. Deptan, 2011. http://www.litbang.deptan.go.id Diakses tanggal 8 April 2015. Pukul 17.00 WIB. Departemen Pertanian, 1998. Sorghum dan Cara Pengolahan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Ungaran. In stalasi Penelitian dan Pengkajian Pertanian. Bagian Proyek Teknologi Pertanian, Yogyakarta. Djarkasi, G.S.S. 2012. Teknologi Pengolahan Minyak Kenari. Sam Ratulanggi University Fitter. A. H dan Hay, R. K. M. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman.Gadjah Mada University Press. Gillett , Polhill dan Verdcourt. 2014. Teramnus labialis.http://www.fao.org/ag/agp/AGPC/doc/Gbase/data/pf000072.htm.Di Akses pada tanggal 30 maret 2015. Haba, Jellian Radja. 2009. Tugas MK tatalaksana padang penggembalaan tropika. Blog Akademik: Michael Riwu Kaho, Undana, Kupang. Haryoto. 2000. Tempe Benguk. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Henny, Rachmawati, D. Iriantono, dan Hansen, Christian P. 2009. Informasisingkat benih.Diakses tanggal 10 April 2015. Pukul 17.00 WIB di http: bpthbalinusra.net. Horne, Werner W and Petter M. 2001.Menengembangkan Teknologi Hijauan Makanan Ternak bersama Petani Kecil.Australia. Joko, Tulus Sanyoto. 2010. Sengon laut. http: www.jabonjawa.com. Diakses tanggal 18 Maret 2015. Laimeheriwa J. 1990. Teknologi Budidaya Sorgum. Irian Jaya: Balai Informasi Pertanian, Departemen Pertanian. Lyhr, K. P., 1992. Mahogany – Silviculture and Use of American Mahogany (Swietenia spp.).The RoyalVeterinary and Agricultural University, Copenhagen. Merritt RJ, Jenks BH (01 May 2004). " Safety of soy-based infant formulas containing isoflavones: the clinical evidence ". J Nutr. 134 (5): 1220S–4S. PMID 15113975 . Michael A. Grusak. 2008. Genetic Diversity for Seed Mineral Composition in the Wild Legume Teramnus labialis. USDA/ARS Children’s Nutrition Research Center, Department of Pediatrics, Baylor College of Medicine, 1100 Bates Street, Houston, TX 77030, USA Mulyani, E.S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Kanisius. Yogyakarta Nani, D. Rahman, dan M. Sodik.2006. Pemberian Bokhasi Tanah Berpasir terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung.Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmu Pertanian. 2: 6-11. Nurhasybi, Kartiko, M. Zanzibar, Sudrajat Dede Jajat, Pramono Agus A., Buharman, Sudrajat, Suhariyanto. 2010. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor. Plantus.2008. NEKAPLANTASIA.Diakses tanggal 10 April 2015. Pukul 17.00 WIB di http://anekaplanta.com/feed/. Prohati.2009. Keanekaragaman Tumbuhan Hayati Indonesia.Diakses tanggal 10 April 2015. Pukul 17.00 WIB di http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=387. Purwanto, Imam. 2007. Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Purwono dan Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf.1992. Beternak Ayam kampong.PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Reksohadiprodjo,S.1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Roshetko, JM 1995. Benih pengobatan dan inokulasi.Agroforestry untuk Pasifik Technologies, Factsheet 12.Morrilton, AR, USA: Nitrogen Fixing Tree Association, 4 ha Roshetko, JM berbasis masyarakat (1995) Pohon Produksi Benih dengan Desmodium rensonii dan Flemingia macrophylla . Agroforestry Information Service No 13. Arkansas, Amerika Serikat. Rukmana R. 2005. Budi Daya Rumput Unggul. Kanisius.Yogyakarta. Soetrisno, R.D. 2008.Pengantar Kultur Jaringan Tanaman Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Sutopo, L. 1993.Teknologi Benih. Cetakan ke-3.Rajawali.Jakarta. Syamsiah, M. 2004. Taksonomi Tumbuhan Tinggu. Universitas Hassanudin. Makassar. Tjitrosoepomo,Gembong,2005. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta. Valle, SKB, Silva, JM dan Schunke, RM (2001) Ganho de peso de bovinos em pastagens de Brachiaria decumbenspura e consorciada com Stylosanthes spp.cv.Campo Grande.Reunião Anual Da Sociedade Brasileira de Zootecnia,(38):175-176. Wagner, Warren L. / Herbst, Derral R. / Sohmer, SH 1999.Manual dari tanaman berbunga Hawaii.Revised edition.Edisi revisi.Bernice P. Bishop Museum special publication.Bernice P. Bishop Museum publikasi khusus.University of Hawai'i Press/Bishop Museum Press, Honolulu. University of Hawaii Press / Bishop Museum Press, Honolulu. (2):1919. Lampiran BAB IV GERMINASI Tinjauan Pustaka Germinasi Perkecambahan atau germinasi secara teknis adalah permulaan munculnya pertumbuhan aktif yang menghasilkan pecahnya kulit biji dan munculnya semai (Gardneret al., 1991). Sekali proses ini terjadi tidak dapat kembali ke keadaan semula, yaitu benih tidak dapat kembali kekondisi dorman lagi menurut Schmidt (2000), perkecambahan merupakan batas antara benih yang masih tergantung pada sumber makanan dari induknya dengan tanaman yang mampu berdiri sendiri dalam mengambil hara. Perkecambahan secara morfologis merupakan proses pembelahan sel dan perpanjangannya, yang secara visual yaitu keluarnya akar dan daun dari kulit benih (Sutopo, 1993).Proses perkecambahan, menurut Malesshi dan Desicacher (1995), merupakan langkah awal yang memberikan efek yang positif. Gardner et al. (1991), melaporkan bahwa perkecambahan akan mengakibatkan hidrolisis dan aktivasi enzim. Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan berkecambah), perlakuan awal (pematahan dormansi) dan kondisi perkecambahan seperti air, suhu, media, cahaya dan bebas dari hama penyakit. Cahaya, suhu dan kelembaban adalah tiga faktor utama yang mempengaruhi perkecambahan.Selama pertumbuhan kecambah, kondisi media pertumbuhan seperti pH, salinitas dan drainase menjadi penting.Selama perkecambahan dan tahap awal pertumbuhan benih dan anakan sangat rentan terhadap tekanan fisiologis, infeksi dan kerusakan mekanis.Penyediaankondisi lingkungan yang optimal bertujuan untuk mempercepat perkecambahan sehingga anakan dapat melalui tahapan tersebut dengan cepat (Schmidt, 2000).Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan untuk berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26,5°C sampai 35°C. Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh giberalin(Sutopo, 2004). Dormansi yaitu suatu keadaan pertumbuhan yang tertunda atau keadaan istirahat, merupakan kondisi yang berlangsung selama suatu periode yang tidak terbatas walaupun berada dalam keadaan yang menguntungkan untuk perkecambahan (Gardner et al., 1991). Dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viable)gagal berkecambah meskipun berada pada kondisi yang cocok untuk perkecambahan. Dormansi benih dapat diklasifikasikan menjadi dormansi bawaan (innate dormancy), dormansi rangsangan (induced dormancy) dan dormansi paksaan (enforced dormancy). Dormansi bawaan disebut juga dormansi primer merupakan domansi yang terbawa benih pada saat perkembangannya di pohon induk. Dormansi ini timbul dalam proses perkembangan dan pemasakan benih. Dormansi rangsangan atau dormansi sekunder terjadi sebagai akibat faktor lingkungan seperti pada benih jenis-jenis legum, benih akan mudah berkecambah tetapi bila benih dikeringkan akan membentuk kulit benih yang keras. Dormansi paksaan tidak memenuhi kriteria dormansi yang sesungguhnya karena adanya kondisi luar yang mempengaruhinya(Schmidt, 2002). Metode Germinasi Imbibisi air merupakan proses awal perkecambahan. Air yang masuk diserap oleh biji berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm.Kuantitas (tingkat energi), kualitas (warna atau panjang gelombang) dan lamanya penyinaran (fotoperiode) dalam daur harian atau musiman mempunyai pengaruh nyata terhadap perkecambahan.Umumnya cahaya, untuk merangsang pertumbuhan mempunyai tingkat energi yang rendah. Proses perkecambahan sangat responsif terhadap temperatur. Bermacam-macam biji mempunyai tiga titik-titik kardinal, yaitu: temperatur minimum, temperatur optimum, dan temperatur maksimum. Pertumbuhanvegetatif yang normal terjadi pada temperatur kardinal. Perkecambahan menurunkan tingkatan oksigen yang tinggi kecuali bila respirasi yang berhubungan dengan fermentasi. Penurunan kandungan oksigen udara dibawah 20 % akan menurunkan kegiatan perkecambahan (Kamil, 1992). Biji sorgum yang merupakan bagian dari tanaman memiliki ciri-ciri fisik berbentuk bulat (flattened spherical) dengan berat 25-55 mg (Dicko et al., 2006). Biji sorgum terdiri atas tiga bagian utama, yaitu lapisan luar (coat), embrio (germ), dan endosperm. Bagian lapisan luar biji sorgum terdiri atas hilum dan perikarp yang mengisi 7,3-9,3% dari bobot biji (du Plessis, 2008). Perikarp terdiri atas lapisan mesocarp dan endocarp. Mesokarp merupakan lapisan tengah dan cukup tebal, berbentuk polygonal, dan mengandung sedikit granula pati. Endokarp tersusun dari sel yang melintang dan berbentuk tabung, pada endokarp terdapat testa dan aleuron, serta pada lapisan ini terdapat senyawa fenolik (Dicko et al., 2005; du Plessis 2008). Lapisan testa bersifat padat dan rapat. Ketebalan lapisan testa bervariasi untuk setiap varietas, biasanya paling tebal pada puncak biji dan yang tertipis terdapat di dekat lembaga. Ketebalan testa di puncak biji berkisar antara 100-140 μm, dan yang paling tipis berukuran 10-30 μm. Lapisan aleuron terdapat di atas permukaan endosperma biji. Warna biji dipengaruhi oleh warna dan ketebalan kulit (pericarp), terdapatnya testa serta tekstur dan warna endosperm. Warna pada testa adalah akibat adanya tanin (Waniska 2000, Earp et al., 2004, du Plessis 2008). Bagian embryo (germ) meliputi 7,8-12,1% dari bobot biji yang terdiri atas bagian inti embryo (embryonic axis), skutelum (scutellum), calon tunas (plumule), dan calon akar (radicle).Bagian endosperma merupakan 80-84,6% dari bobot biji (du Plessis, 2008). Gambar 4.1 Biji sorgum dan bagiannya. S.A=Stylar area/bagian ujung, E.A=Embryonic axis/inti embrio, S=Scutellum/Sekutelum Sumber: Earp et al. (2004) Materi dan Metode Materi Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain kapas, beaker glass, amplas, gunting kuku, cawan petri, kain strimin, dan oven. Bahan.Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain biji tanaman sorgum bunga putih (Sorghum helepanse). Metode Metode yang digunakan pada praktikum germinasi adalahbiji sorgum bunga putih (Sorghum helepanse) diskarifikasi dengan empat macam perlakuan yaitu dilukai, diamplas, direndam air panas, direndam H2SO4, dan dioven pada suhu 55°C.Perlakuan dilukai yaitu biji dilukai menggunakan gunting kuku.Perlakuan dalam perendaman yaitu biji dibungkus menggunakan strimin dan direndam H2SO4 dan air panas suhu 80oC selama 10 atau 20 menit.Perlakuan dengan oven yaitu biji dioven dengan suhu 55oC.Biji yang telah diberi berbagai macam perlakuan skarifikasi kemudian ditanam pada medium kapas lalu diamati pertumbuhannya setiap hari selama 2 minggu. Data yang diamati meliputi hari berkecambah, tinggi tanaman, dan jumlah daun yang muncul. Hasil dan Pembahasan Praktikum germinasi kali ini menggunakan biji tanaman sorgum bunga putih (Sorghum helepanse). Biji diberi perlakuan dengan berbagai macam perlakukan skarifikasi yaitu dilukai dengan gunting kuku, diamplas, direndam air panas, direndam H2SO4, dan dioven pada suhu 55ºC.Berbagai macam perlakuan pada bijidilakukan untuk mengetahui perbandingan kecepatan proses perkecambahan biji ini setelah diperlakukan skarifikasi dengan berbagai cara. Yuniarti et al.(2013), menyatakan bahwa perlakuan skaifikasi dapat dilakukan dengan pengurangan ketebalan kulit, perendaman dalam air, perlakuan dengan zat kimia, penyimpanan benih dalam kondisi lembab dengan suhu dingin dan hangat, dan pengovenan. Perlakun skarifikasi pertama yang dilakukan adalah dengan melukai biji menggunakan gunting kuku. Perlakuan kedua adalah dengan mengamplas kulit biji tanaman. Perlakuan ini menyebabkan kulit biji semakin tipis dan akan semakin banyak rongga udara yang terjadi, hal inilah yang menyebabkan perkecambahan akan semakin cepat. Yuniarti et al.(2013), menyatakan bahwa perlakuan dengan mengamplas kulit biji dapat mengurangi ketebalan kulit sehingga dapat mempercepat perkecambahan. Pelukaan biji dengan cara digunting pada lapisan endosperm dapat mempercepat proses perkecambahan.Perlakuan ketiga adalah dengan perendaman dengan menggunakan air hangat, hal ini akan menyebabakan terbukanya kulit dari biji sehingga perkecambahan lebih cepat dari pada perendaman dengan air dingin dalam waktu yang lama.Cahyadi (2008) menyatakan bahwa perlakuan yang dilakukan dengan cara merendam benih dengan air panas pada suhu perendaman dan lama perendaman tertentu agar kulit biji lebih mudah dalam proses penyerapan air (imbibisi). Perlakuan keempat yaitu dengan merendam biji dalam larutan asam sulfat pekat (H2SO4), hal ini bertujuan untuk membuat kulit biji mengalami degradasi sehingga perkecambahan akan lebih cepat.Perendaman biji di dalam asam sulfat pekat (H2SO4) yang terlalu lamaakan menyebabkan biji menjadi mati.Perlakuanterakhir yaitu dengan cara dioven pada suhu 55ºC. Hari berkecambah dan keluarnya daun Hasil pengamatan hari berkecambah dan keluarnya daun pertama pada biji tanaman sebagai berikut. Tabel 4.1 Hari berkecambah dan keluarnya daun No Biji Hari berkecambah Keluarnya daun 1 Sorghum helepanse Hari ke-2 Hari ke-4 2 Indigofera arectaflow - - Berdasarkan data hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa biji sorgum berkecambah pada hari kedua dan keluar daun pada hari keempat. Bahri et al. (2013), menyatakan bahwa waktu perkecambahan biji adalah 36 jam. hal Lama proses perkecambahan berdeda disebabkan oleh perbedaan varietas biji, umur, dan kondisi lingkungan. Mareza (2009), menambahkan bahwa pengaruh varietas dapat menunjukkan perbedaan terhadap kecepatan benih berkecambah.Varietas berpengaruh terhadap perbedaan vigor benih karena kecepatan benih berkecambah juga mencerminkan vigor benih. Arief et al. (2009), mengungkapkan bahwa vigor adalah kemampuan benih menumbuhkan tanaman dengan normal. Vigor benih menunjukkan potensi benih untuk tumbuh dan berkembang dari kecambah normal pada berbagai kondisi lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan menurut Fisher dan Peter (1992), antara lain air, cahaya, temperatur, gas, dan masadormansi.Himam et al, (2008), menyatakan bahwa perbedaan kecepatan proses germinasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan faktor-faktor lingkungan seperti air, O2, cahaya dan suhu.Berdasarkan literatur maka faktor sangat mempengaruhi perkecambahan adalah ketersediaan air. Tinggi tanaman Biji Sorgum bunga putih (Sorghum helepanse).Tinggi tanaman yang telah berkecambah diukur setiap hari selama 2 minggu pengamatan. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan menggunakan alat ukur berupa mistar. Hasil pengukuran tinggi tanaman pada biji sorgum bunga putihsebagai berikut. Tabel 4.2 Tinggi biji sorgum bunga putihpada berbagai perlakuan Hari ke- Tinggi tanaman (cm) Dilukai Diamplas Direndam air hangat Direndam H2SO4 Dioven 55°C 1 - - - - - 2 2 0,5 - - 0,5 3 4 1 - - 1 4 6 1 - - 1 5 6 1 - - 1 6 6 1 - - 1 7 6 1 - - 1 8 6 1 - - 1 9 6 1 - - 1 10 6 1 - - 1 11 6 1 - - 1 12 6 1 - - 1 13 6 1 - - 1 14 6 1 - - 1 Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, data menunjukkan bahwa biji sorgum bunga putih (Sorghum helepanse) yang diberi perlakuan dengan dilukai, diamplas, dan dioven 55ºC mengalami germinasi, sedangkan sorgum bunga putih (Sorghum helepanse) yang lain yang diberi perlakuan berbeda tidak mengalami germinasi. Biji tanaman sorgum bunga putih (Sorghum helepanse) mengalami awal perkecambahan pada hari kedua pengamatan. Biji yang mendapat perlakuan dengan dilukaimengalami pertumbuhan yang cepat. Hari kedua pengamatan, biji yang mengalami germinasi akibat dilukai mencapai tinggi 2 cm, pada biji yang diamplas dan dioven memiliki tinggi 0,5 cm.Hari ketiga pengamatan panjang kecambah pada biji yang dilukai mencapai 4 cm, sedangkan pada biji yang diamplas dan dioven memiliki panjang 1 cm. Hari keempat pengamatan panjang kecambah pada biji yang dilukai mencapai 6 cm, sedangkan pada biji yang diamplas dan dioven tetap memiliki panjang 1 cm. Sementara itu, biji lain yang diberi perlakuan dengan air hangat dan direndam pada H2SO4tidak menunjukkan tanda-tanda germinasi. Keadaan tersebut bertahan hingga pengamatan berakhir setelah hari keempatbelas (dua minggu).Biji yang tidak mengalami germinasi disebabkan karena kekurangan air untuk proses imbibisi. Biji tanaman yang berkecambah di tempat gelap akan lebih cepat memanjang dibandingkan dengan di tempat terang. Berarti cahaya matahari menghambat pertumbuhan tanaman, walaupun semua makhluk hidup sangat membutuhkan cahaya matahari untuk kehidupannya (Sundari et al., 2008).Tanaman mampu beradaptasi dengan lingkungan dengan bukti bahwa tanaman tersebut dapat melakukan perkembangbiakan. Ketahanan hidup memerlukan daya tahan terhadap stress lingkungan hidupnya. Kesinambungan beradanya suatu species tanaman pasture dalam suatu padangan menunjukkan adanya mekanisme yang cukup untuk tetap hidup (Reksohadiprojo, 1995).Roesmarkam et al. (1993), menyatakan bahwa tanaman sorgum memiliki adaptasi yang luas, toleran terhadap kekeringan dan genangan serta dapat tumbuh di lahan yang kurang subur. Gambar 4.2 Grafik perbandingan tinggi tanaman Sorghum helepanse padaberbagai perlakuan Berdasarkan data hasil pengamatan tinggi tanaman, dapat diketahui bahwa biji sorgum mampu tumbuh. Menurut Purnamasari (2009), tinggi tanaman dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban, dan hormon pertumbuhan. Tanaman yang tidak tumbuh juga dapat disebabkan karena adanya pengaruh jamur yang menyebabkan tanaman busuk dengan cepat dan akhirnya mati, hal ini terbukti dengan adanya beberapa biji yang tercemar jamur. Biji Tarum (Indigofera arectaflow).Hasil pengukuran tinggi tanaman pada biji tarumsebagai berikut. Tabel 4.3 Tinggi biji tarumpada berbagai perlakuan Hari ke- Tinggi tanaman (cm) Dilukai Diamplas Direndam air hangat Direndam H2SO4 Dioven 55°C 1 - - - - - 2 - - - - - 3 - - - - - 4 - - - - - 5 - - - - - 6 - - - - - 7 - - - - - 8 - - - - - 9 - - - - - 10 - - - - - 11 - - - - - 12 - - - - - 13 - - - - - 14 - - - - - Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, data menunjukkan bahwa biji tarum (Indigofera arectaflow) tidak mengalami perkecambahan pada berbagai macam perlakuan skarifikasi.Biji yang tidak mengalami germinasi disebabkan karena kekurangan air untuk proses imbibisi. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan menurut Mudiana (2007), yaitu kondisi benih dan faktor luar benih. Kondisi benih meliputi kemasakan biji atau benih, kerusakan mekanik dan fisik, serta kadar air biji. Jumlah daun Biji Sorgum bunga putih (Sorghum helepanse).Pengamatan jumlah daun yang dilakukan adalah dengan mengamati hasil pertumbuhan daun yang tumbuh setelah biji mengalami perkecambahan. Hasil pengamatan jumlah daun pada tanamansorgum adalah sebagai berikut. Tabel 4.4Jumlah daunsorgum bunga putih Hari ke- Jumlah daun Dilukai Diamplas Direndam air hangat Direndam H2SO4 Dioven 55°C 1 - - - - - 2 - - - - - 3 - - - - - 4 - - - - - 5 - - - - - 6 2 - - - - 7 2 - - - - 8 2 - - - - 9 2 - - - - 10 2 - - - - 11 2 - - - - 12 2 - - - - 13 2 - - - - 14 2 - - - - Berdasarkan data hasil pengamatan, dapat diketahui jumlah daun yang muncul pada biji yang diberi perlakuan dilukai yaitu sebanyak dua helai, sedangkan biji yang lain tidak muncul daun. Sundari et al. (2008), menyatakan bahwa tanaman yang tumbuh dengan cukup cahaya, daunnya mempunyai epidermis dan lapisan palisade yang tebal dengan ruang antar sel. Pertumbuhan daun pada beberapa biji tidak terjadi selama praktikum berlangsung, hal ini disebabkan karena pemberian air selama perlakuan tidak teratur. Faktor luar yang berpengaruh terhadap antara lain suplai air, suhu, oksigen, cahaya dan médium(Purnamasari, 2009). Gambar 4.3 Grafik perbandingan jumlah daunSorghum helepanse pada berbagai perlakuan Berdasarkan data hasil pengamatan jumlah daun, dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi jumlah daun yang tumbuh pada suatu tanaman yaitu antara lain suplai air, suhu, oksigen, cahaya dan médium pertumbuhan. Biji Tarum (Indigofera arectaflow). Hasil pengamatan jumlah daun pada tarum sebagai berikut. Tabel 4.5.Jumlah dauntarum Hari ke- Jumlah daun Dilukai Diamplas Direndam air hangat Direndam H2SO4 Dioven 55°C 1 - - - - - 2 - - - - - 3 - - - - - 4 - - - - - 5 - - - - - 6 - - - - - 7 - - - - - 8 - - - - - 9 - - - - - 10 - - - - - 11 - - - - - 12 - - - - - 13 - - - - - 14 - - - - - Berdasarkan data hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa biji tarum yang dikecambahkan tidak muncul daun. Pertumbuhan daun pada biji tarum tidak terjadi selama praktikum berlangsung, hal ini disebabkan karena pemberian air selama perlakuan tidak teratur.Faktor luar yang berpengaruh terhadap antara lain suplai air, suhu, oksigen, cahaya dan médium(Purnamasari, 2009). Kesimpulan Biji tanaman Sorghum helepansemerupakan contoh biji tanaman rumput, sedangkan biji Indigofera arectaflow adalah contoh biji tanaman leguminosa. Biji tanaman Sorghum helepanse mengalami perkecambahan pada perlakuan skarifikasi dengan dilukai menggunakan gunting kuku, diamplas, dan dioven 55ºC. Biji dengan perlakuan skarifikasi dengan menggunakan perendaman pada air hangat dan perendaman pada H2SO4tidak menunjukkan peristiwa perkecambahan. Biji tanaman legum Indigofera arectaflow tidak mengalami perkecambahan pada berbagai macam perlakuan skarifikasi. Daftar Pustaka Arief, R, A. Maarif, dan E. Yulianto. 2009. Bocoran Kalium sebagai Indikator Vigor Benih Jagung.Prosiding Seminar Nasional Serealia. Bahri, Syaiful, Moh. Mirzan, dan Moh.Hasan. 2012. Karakterisasi Enzim Amilase Dari Kecambah Biji Jagung. Jurnal Natural Science.Vol. 1. (1) 132-143 Cahyadi, F. 2008. Pengujian Germinasi Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala) dengan Perlakuan Air Panas.Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traoré, W.J.H van Berkel, and A.G.J Voragen. 2005. Evaluation of the effect of germination on content of phenolic compounds and antioxidant activities in sorghum varieties. J. Agric. Food Chem. 53:2581-2588. Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traoré, W.J.H van Berkel, and A.G.J Voragen. 2006. Sorghum grain as human food in Africa: relevance of content of starch and amylase activities. African Journal of Biotechnology 5 (5): 384-395. du Plessis, J. 2008. Sorghum production. Republic of South Africa Department of Agriculture. www.nda.agric.za/publications. Earp, C.F., C.M. McDonough, and L.W. Rooney. 2004. Microscopy of pericarp development inthe caryopsis of Sorghum bicolor (L.) Moench. Journal of Cereal Science 39: 21–27. Fisher N. and Petter G. 1992. Fisiologi Tanaman Tropik. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Gardener, F. R., P. Brent, and R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo, Universitas Indonesia Press, Jakarta Kamil, J. 1992. Teknologi Benih. Jilid 1. Angkasa, Bandung. Malesshi, N. G. and Desicacher. 1995. Nutrient Composition Amino Acid and Vitamin Content of Malled Sorghum, Pearl Millet, Finger Millet and Their Rootlets. Mareza, Evriani, dkk. 2009. Respon Perkecambahan Lima Varietas Padi Rawa Lebak terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4D pada Fase Vegetatif di Lapangan. Akta agrosia Vol. 12 No. 2. Mudiana, Deden. 2007. Perkecambahan Syzygium Cumini (L.) Skeels. Fmipa Uns. Biodiversitas. Surakarta. Vol 8, No 1. Purnamasari, Dyah. 2009. Pengaruh Konsentrasi Lama Perendaman dalam asam Sulfat terhadap Perkecambahan Biji Ki Hujan (Samanea saman).Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi.Universitas Islam Negeri Malang. Malang. Reksohadiprodjo, S. 1995. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE, Yogyakarta. Roesmarkam, S., Sutoro dan Subandi. 1993. Sorghum: kegunaan, pola, dan teknik budidaya. hlm. 1176 -1185. Pros. Simp. Penelitian Tanaman Pangan III. Bogor. Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis 2000.Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan, Jakarta. Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Terjemahan. Kerjasama Direktorat Jenderal Rehabiltasi Lahan dan Perhutanan Sosial dengan Indonesia Forest Seed Project. Jakarta. Sutopo, L., 1993. Teknologi Benih. Rajawali. Jakarta. Waniska, R.D. 2000. Structure, phenolic compounds, and antifungal protein of sorghum caryopsis. In A. Chandrashekar, R. Bandyopadhyay, and A.J. Hall (eds.). Technical and institutional options for sorghum grain mold management: proceedings of an international consultation, 18-19 May 2000, ICRISAT, Patancheru 502 324, Andhra Pradesh, India: International Crops Research Institute for the Semi Arid Tropics. Pp 72-106. Yuniarti, Naning, Megawati, dan Budi Leksono. 2013. Teknik Perlakuan Pendahuluan dan Metode Perkecambahan untuk Mempertahankan Viabilitas Benih acacia Crassicarpa Hasil Pemuliaan.Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea. Vol. 2 No. 1. Lampiran BAB V PERTUMBUHAN TANAMAN Tinjauan Pustaka Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran sel atau organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif (terukur). Perkembangan adalah proses menuju kedewasaan pada organisme. Proses ini berlangsung secara kualitatif. Pertumbuhan dan perkembangan bersifat irreversible (Reksohadiprodjo, 1994). Pertumbuhan merupakan proses pertambahan volume dan jumlah sel yang mengakibatkan bertambah besarnya organisme. Pertambahan jumlah sel terjadi karena adanya pembelahan mitosis, dan bersifat irreversibel artinya organisme yang tumbuh tidak akan kembali ke bentuk semula. Pertambahan jumlah sel terjadi karena adanya pembelahan mitosis (Campbell, 2002).Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat dalam tubuh organisme, seperti sifat genetika yang ada dalam gen dan hormon yang merangsang pertumbuhan. Perkembangan adalah suatu proses kemajuan yang terjadi secara berangsur-angsur dari kompleksitas rendah ke kompleksitas tinggi dan terjadi diferensiasi. Perkembangan dapat dinyatakan melalui berbagai cara, mulai dari bagian tertentu suatu tanaman sampai jumlah total perkembangan tanaman. Aktifitas perkembangan yang vital pada tanaman ini banyak tumpang tindih (Champbell, 2002). Pertumbuhan apikal pada ujung akar dan ujung batang mendahului morfogenesis dan diferensiasi.Pembesaran batang terjadi karena pembesaran sel–sel setelah morfogenesis dan diferensiasi berlangsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan terdapat dua macam yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar.Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan adalah faktor intern dan ekstern (Salisbury dan Cleon, 2002). Faktor dari dalam (internal) yaitu faktor yang terdapat pada tanaman itu sendiri berupa hormon–hormon dan faktor dari luar (ekstern) yaitu faktor lingkungan hidup tumbuhan tersebut. Faktor internal meliputi zat dan hormon tumbuh yang berperan penting dalam proses pertumbuhan. Hormon adalah suatu senyawa yang dihasilkan oleh salah satu bagian tubuh dan diangkut ke bagian tubuh yang lain, dimana hormon tersebut akan memicu respon–respon di dalam sel dan jaringan sasaran. Hormon berpengaruh dalam proses pembelahan sel dan pemanjangan sel untuk proses pertumbuhan (Yandant, 2003). Secara umum hormon mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuh dengan cara,mempengaruhi pembelahan, pemanjangan, dan diferensiasi sel. Hormon tumbuhan meliputi auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat, dan etilen. Hormon auksin berfungsi pada pemanjangan dan diferensiasi sel. Hormon sitokinin berfungsi sebagai pertumbuhan, perkembangan dan pembungaan.Hormon giberalin berfungsi pada pertumbuhan, pemanjangan dan perkecambahan.Asam absisat berfungsi untuk stomata, sedang hormon etilen berfungsi dalam pematangan buah (Champbell, 2002). Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan yaitu intensitas cahaya, air, nutrisi, suhu atau kelembaban, dan oksigen.Peran nutrisi adalah sebagai penunjang pertumbuhan dan perkembangan.Cahaya sangat berpengaruh karena dengan adanya cahaya dapat melakukan fotosintesis.Perkembangan sangat dipengaruhi oleh lingkungan yaitu cahaya.Oksigen pada pertumbuhan dan kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikatmeskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910. Kedelai dikenal dengan berbagai nama: sojaboon (bahasa belanda), soja, soja bohne (bahasa Jerman), soybean (bahasa Inggris),kedele (bahasa Indonesia sehari-hari, kacang ramang (bahasa jawa), kacang bulu, kacang gimbol, retak mejong, kaceng bulu,kacang jepun, dekenana, demekun, dele, kadele, kadang jepun, lebui bawak, lawui, sarupapa tiak, dole, kadule, puwe mon, kacang kuning (Sumatera bagian utara) dan gadelei. Berbagai nama ini menunjukkan bahwa kedelai telah lama dikenal di Indonesia.Kedelai merupakan tanaman legum yang kaya protein nabati, karbohidrat dan lemak. Biji kedelai juga mengandung fosfor, besi, kalsium, vitamin B dengan komposisi asam amino lengkap, sehingga potensial untuk pertumbuhan tubuh manusia (Pringgohandoko dan Padmini, 1999).Kedelai juga mengandung asam-asam tak jenuh yang dapat mencegah timbulnya arteri sclerosis yaitu terjadinya pengerasan pembuluh nadi (Taufiq dan Novo, 2004). Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak dan merupakan tanaman semusim.Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya yang bisa optimal.Tanah dan iklim merupakan dua komponen lingkungan tumbuh yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kedelai. Tanaman kedelai dapat tumbuh di berbagai agroekosistem dengan jenis tanah, kesuburan tanah, iklim, dan pola tanam yang berbeda sehingga kendala satu agroekosistem akan berbeda dengan agroekosistem yang lain (Irwan, 2006). Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam yaitu akar tunggang danakar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang.Kedelai juga memilikiakar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil.Perkembangan akarkedelai dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, carapengolahan lahan, kecukupan unsur hara serta ketersediaan air di dalam tanah.Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih, akar-akarsampingnya menyebar mendatar sejauh 2,5 m pada kondisi yang optimal. Umumnya akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman lapisan tanah olahanyang tidak terlalu dalam, sekitar 30 sampai 50 cm. Sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar 20 sampai 30 cm (Maesen, 1993; Adisarwanto, 2005). Menurut Adisarwanto (2005), tanaman kedelai mempunyai dua bentukdaun yang dominan, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk dauntersebut dipengaruhi oleh faktor genetik.Bentuk daun diperkirakan mempunyaikorelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji.Daun mempunyai buludengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi.Lebat-tipisnya bulu pada daunkedelai berkaitan dengan tingkat toleransi varietas kedelai terhadap serangan jenishama tertentu.Hama penggerek polong ternyata sangat jarang menyerang varietaskedelai yang berbulu lebat.Kedelai mempunyai dua fase tumbuh, yaitu vegetatif dan reproduktif. Fase vegetatif dihitung sejak tanaman berkecambah sampai saat berbunga.Sedangkanfase reproduktif dihitung sejak pembentukan bunga, pembentukanpolong, perkembangan biji, dan pemasakan biji. Komponen lain dari tanaman kedelai adalah buah. Buah pada kedelaidisebut “polong”, yang tersusun dalam rangkaian buah. Polongkedelai pertama kali terbentuk sekitar 7 sampai 10 hari setelah munculnya bunga pertama.Panjang polong muda sekitar 1 cm. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapatmencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong danpembesaran biji akan semakin cepat setelah pembentukan bunga berhenti. Ukurandan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji.Halini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuningkecoklatan pada saat masak.Jumlah biji yang terdapat di dalam polongyaitu 2 sampai 3biji.Bentuk biji bervariasi, tergantung dari varietas, yaitu bulat, agak gepeng danbulat telur (Nasikah, 2007). Selama proses pertumbuhannya, tanaman kedelai sangat memerlukan nitrogen dalam jumlah yang cukup. Nitrogen ini dapat diperoleh melalui tanah dan melalui udara dengan bantuan bintil-bintil akar (nodul) yang mengandung bakteri Rhizobium.Sejumlah besar bakteri Rhizobium dapat mati karena keasaman tanah.Oleh sebab itu diperlukan adanya inokulasi apabila tidak adanya spesies Rhizobium, atau kalau ada sedikit jumlahnya sehingga tidak efektif.Situasi semacam itu, inokulasi dapat membentuk populasi galur yang efektif yang menghasilkan tanaman legum yang baik nodulnya (Mulyadi, 2012). Materi dan Metode Materi Alat.Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pertumbuhan tanaman yaitu penggaris, alat tulis, kertas kerja, cangkul, polybag, dan wadah air Bahan. Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum pertumbuhan tanamanyaitu pupuk kandang, biji dari legum Glycine max, inokulum rhizobium, sekam, tanah. Metode Metode yang dilakukan dalam praktikum pertumbuhan tanaman yaitu praktikan melakukan pencampuran tanah, pupuk kandang , sekam dengan perbandingan 2 : 1 : 1 kemudian dimasukkan kedalam polybag. Polybag yang berbeda ditanam tiga biji Glycine max.Biji kedelai yang ditanam sebelumnya direndam terlebih dahulu dengan air gula dan ditambah inokulum rhizobium.Polybag disiram dengan air secukupnya, kemudiani ditempatkan di bawah rumah kaca dengan jarak antar polybag yang satu dengan yang lain 0,5 meter. Tanah yang tercampur digunakan sebagai media tanam, tanaman yang ditanam yaitu legum Glycine max.Pertumbuhan legum diukur selama 30 hari, tanaman disiram setiap hari 2 kali sehari pagi dan sore serta dilakukan pengukuran panjang tanaman dan jumlah daun tanaman pada waktu pagi hari, kemudian hasilnya dibandingkan dan dilihat perbedaan pertumbuhan antara biji kedelai yang ditanam tanpa diberi inokulum rhizobium dan biji kedelai yang ditanam diberi inokulum rhizobium. Hasil dan Pembahasan Praktikum pertumbuhan tanaman bertujuan untuk mengetahui perbedaan kecepatan pertumbuhan legum Glycine max dengan dua perlakuan, yaitu ditambah dengan inokulum Rhizobium dan tidak ditambah inokulum Rhizobium. Terdapat 2 perlakuan berbeda, yaitu biji ditambahkan inokulum Rhizobium dan biji tidak diberi inokulum Rhizobium. Bahan yang digunakan untuk acara pertumbuhan tanaman yaitu tanah, pupuk daun, dan sekam dengan perbandingan 2:1:1. Tanah berfungsi sebagai media tanam, pupuk daun sebagai sumber nutrien.Sekam berfungsi untuk meningkatkan sirkulasi dan tekstur media tidak terlalu padat. Strain bakteri Rhizobium yang digunakan pada saat praktikum adalah jenis Rhizobium japonicum. Menurut Gardner et al. (1991), Rhizobium japonicum lebih efisien daripada galur Rhizobium lainnya. Hal ini disebabkan oleh kapasitasnya dalam mendaur ulang H2. Hasil yang diperoleh dari praktikum tidak sesuai dengan literatur, ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain karena faktor lingkungan seperti cahaya, temperatur, dan nutrien dalam tanah.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil pertumbuhan biji Glycine max sebagai berikut. Tinggi tanaman dan jumlah daun Berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada saat praktikum diperoleh data rata-rata tinggi tanaman sebagai berikut: Tinggi tanaman Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 5.1 Tinggi tanaman Hari ke Tinggi tanaman (cm) Inokulum Tanpa inokulum 1 0 0 2 0 0 3 0 0 Hari ke Tinggi tanaman (cm) Inokulum Tanpa inokulum 4 0 0 5 0 0 6 3 0 7 4 0 8 5 0 9 9 0 10 9 0 11 10 0 12 14 0 13 14 0 14 14 0 15 15 0 16 17 0 17 17 0 18 18 0 19 20 0 20 22 0 21 23 0 22 25 0 23 28 0 24 35 0 25 37 0 26 38 0 27 45 0 28 62 0 29 65 0 30 65 0 Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui pertumbuhan bijiGlycine max sebagai berikut. Pengukuran dilakukan dengan penggaris.Pengukuran tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai titik tertinggi tumbuhan. Pendapat tersebut diperkuat oleh Lestari et al., (2006) bahwa pengukuran dilakukan mulai pangkal batang sampai ujung daun tanaman tertinggi.Selama melakukan pengamatan pertumbuhan, pertumbuhan tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penambahan inokulum berupa Rhizobium.Hal ini dikarenakan mikrobia melakukan fiksasi nitrogen, sehingga tumbuhan mendapatkan asupan nutrien yang lebih baik dari pada tanaman yang tidak diberi inokulum. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Widyati (2007) menyatakan bahwa penambahan inokulum rhizobium berfungsi untuk merangsang terbentuknya nodul pada akar. Rhizobia adalah kelompok mikroba yang mampu menambat N2 dari udara dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman ketika bersimbiosis dengan tanaman kacang kedelai sehingga dapat memenuhi kebutuhan N2 untuk pertumbuhannya. Tanaman kedelai pada proses pertumbuhannya sangat memerlukan nitrogen dalam jumlah yang cukup. Nitrogen ini dapat diperoleh melalui tanah dan melalui udara dengan bantuan bintil-bintil akar yang mengandung bakteri Rhizobium (Mulyadi, 2012). Penyebab hasil kacang kedelai yang tidak diberi inokulum tidak tumbuh karena biji kurang mendapat asupan nutrien untuk pertumbuhannya dibanding yang diberi inokulum. Pendapat tersebut diperkuat oleh Umami et al., (2012) bakterirhizobium mampu mengikat N2 dari udara dan dipergunakan untuk pertumbuhan kedelai. Hali ini terlihat dari BO kedelai yang edamane dari pada yang tidak diberi iokulum. Jumlah daun Tabel 5.2 Jumlah daun Hari ke Jumlah daun Inokulum Tanpa inoculum 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 4 0 8 4 0 9 4 0 10 4 0 11 4 0 12 7 0 13 8 0 14 9 0 15 9 0 16 10 0 Hari ke Jumlah daun Inokulum Tanpa inoculum 17 10 0 18 10 0 19 11 0 20 11 0 21 12 0 22 13 0 23 14 0 24 14 0 25 14 0 26 14 0 27 14 0 28 17 0 29 17 0 30 18 0 Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa ada perbedaan jumlah daun antara biji Glycine max yang diberi perlakuan dengan penambahan inokulum berupa Rhizobium denganyang diberi penambahan inokulum. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pitojo dalam Umami et al., (2012) bahwa setelah pemberian inokulumstadia kotiledon terjadi, daun primer akan terbuka dan dilanjutkan pada pembentukan daun bertangkai tiga.Hasil tersebut jika dimplementasikan dalam hasil yang didapat, menunjukan sangat jelas bahwa adanya penambahan inokulum membuat daun lebih cepat muncul sehingga ketika tumbuh daun lebih banyak. Jumlah nodul Tabel 5.3 Jumlah nodul Inokulum Tanpa inokulum Banyak, berwarna pucat atau putih Tidak Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa biji kacang kedelai yang diberi tambahan inokulum menghasilkan nodul dalam jumlah lebih banyak daripada tanaman yang tidak diberi tambahan inokulum, namun warna nodul yang diperoleh berwarna pucat yang artinya nodul bekerja tidak efektif. Suharno (2014) menyatakan bahwa nodul yang efektif adalah dinilai dari adanya warna merah, enzim nitrogenase dan leghemoglobin di bentuk oleh bakteroid, dua komponen tersebut yang terlibat dalam proses fiksasi N2. Nodul yang tidak efektif yaitu yang terbentuk sedikit nodul/tidak menambat nitrogen, jaringan bakteri kecil, berumur pendek, nodul terletak tersebar diseluruh perakaran tanaman, jika dibelah tidak mengeluarkan warna merah muda.Faktor efektivitas nodul dipengaruhi salah satunya dari lingkungan khususnya keadaan tanah. Mulyadi (2012) menyatakan bahwa sejumlah besar bakteri Rhizobium dapat mati karena keasaman tanah.Nitrogen memasuki tanah dalam bentuk ammonia dan nitrat (NH3-) bersama air hujan, dalam bentuk hasil penambatan N2 atau dalam bentuk penambatan pupuk sintesis. N organik yang terbentuk kemudian diubah menjadi ammonia melalui proses deaminasi, karena ammonia dapat secara langsung diasimilasikan oleh mikroba atau dirubah terlebih dahulu menjadi senyawa nitrat secara nitrifikasi. Nitrifikasi merupakan proses aerob yang terjadi pada tanah dengan pH netral. Proses nitrifikasi ini terjadi dalam beberapa tingkat, yaitu : a) Oksidasi ammonia menjadi nitrit : Nitrosomonas 2NH3 + 3O2 2HNO2 + 2 H2O + 156.8 kal Nitrosococcus b) Oksidasi senyawa nitrit menjadi nitrat : Nitrobakter 2HNO2 + O2 2HNO3 + 44 kal Proses tersebut dapat terjadi sebaliknya, yaitu senyawa nitrat diubah menjadi nitrit, kemudian menjadi ammonia. Proses ini dinamakan proses denitrifikasi. Escherichia coli Pseudomonas NO3¯ NO2¯ NH3 Denitrificans (Nasikah, 2007) Berdasarkan morfologi tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, merumpun, kadang-kadang menjalar, berbulu kecoklat coklatanatau kelabu dan merupakan tanaman semusim. Adisarwanto (2005) menyatakan bahwa agar pertumbuhannya optimaltanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang,polong, dan biji.Akar, batang, dan daunsebagai alat hara (organum nitritivum), sedangkan bunga, buah dan biji sebagaialat berkembangbiakan (organum reproductivum) (Rukmana et al., 1996).Definisi pertumbuhan menurut Campbell et al(2003) adalah pembelahan sel (peningkatan jumlah), pembesaran sel (peningkatanukuran), dan diferensiasi (spesialisasi sel).Agustina (2005) menjelaskan pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlahsel-sel tanaman yang diikuti oleh pertumbuhan berat kering tanaman. Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang antara tanaman kacang kedelai yang diberi inokulumdan tanaman yang tidak diberi inokulum. Data tersebut sesuai dengan literatur karena tanaman kacang kedelai pada akarnya terdapat nodul berisikan bakteri yang mampu memfiksasi nitrogen yang ada di udara yang berfungsi untuk kebutuhan hidupnya dan salah satu cara merangsang pertumbuhan nodul yaitu dengan menambahkan inokulum. DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. 2005. Kedelai Budi Daya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar Swadaya. Jakarta. Agustina, L. 2005. Pertumbuhan dan Perkembangan Sistem Tanaman Secara Kuantitatif.Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian UB.Malang Champbell. N A. 2002. Biologi Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Gardner, Franklin P., R. Brent Pearce. Penerjemah Herawati Susilo. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Irwan A. W. 2006. Budidaya Tanamn Kedelai. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Jatinangor Lestari, W.G. Solicatun., Sugiyarto. 2006. Pertumbuhan, Kandungan Klorofil, dan Laju Respirasi Tanaman Garut (Maranta arundinacea L.) setelah Pemberian Asam Giberelat (GA3). FMIPA UNS, Surakata. Mulyadi, Achmad. 2012. Pengaruh pemberian legin, pupuk NPK (15:15:15) dan urea pada tanah gambut terhadap kandungan N, P total pucuk dan bintil akar kedelai (Glycine max (L.) Merr.). 2012. Kaunia. VIII (I): 21-29. Nasikah. 2007. Pengaruh inokulasi Rhizobium dan waktu pemberian pupuk N (urea) terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai di lahan sawah setelah kedelai(Glycine max (L.) Merril). Universitas Islam Negeri Malang. Malang. Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE. Yogyakarta. Rukmana, R., Yuniarsih, Y. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross. 2002. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Institut Teknik Bandung. Bandung. Suharno. 2014. Peranan Rhizobium japonicum pada produktivitas kedelai. STPP. Yogyakarta. Taufiq, T.M.M. dan I. Novo. 2004. Kedelai, Kacang Hijau dan Kacang Panjang. Absolut. Yogyakarta. Umami, Naifatul., H. M.Wiajayanti., D. A. M Nurdani., R. Utomo., R. D. Soestrino., B. Suhartono., B. Suwignyo., C. Wulandari. 2012. Penamabahan Inokulu dalam Meningkatkan Kualitas Jerami Kedelai Edamame (Glycine mac var Ryokho) sebagai Pakan Ternak. Pasture Vol 12, Yogaykarta. Widyati, enny.2007 Formulasi inokulum mikroba: ma, bpf dan rhizobium asal lahan bekas tambang batubara untuk bibit acacia crassicarpa. no3. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi alam.Bogor Yandiant. 2003. Bercocok Taanam Padi. Penerbit M2S. Bandung. Lampiran BAB VI KULTUR JARINGAN TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Pengertian Kultur Jaringan Kultur Jaringan, adalah metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman, seperti sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagiantersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap (Henuhili, 2013).Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril (Jumin, 1992). Kalus embriogenik adalah kalus yang dapat berkembang menjadi embrio somatik. Kalus embriogenik dapat diinduksi dari suatu eksplan menggunakan senyawa-senyawa stressor atau perlakuan yang memberi cekaman. Ciri fisik ini merupakan ciri umum kalus yang bersifat embriogenik, yakni kalus yang dapat berkembang menjadi embrio somatik jika di sub kultur pada medium baru yang sesuai (Rusdianto dan Indrianto, 2013). Jaringan meristematik dapat berupa meristem pucuk terminal atau meristem tunas aksilar. Dalam kegiatan kultur meristem, pertumbuhan dan perkembangan plantlet diarahkan untuk mendapatkan tanaman sempurna. Hal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai cara perbanyakan tanaman.Sel-sel meristem pada umumnya stabil karena mitosis pada sel-sel meristem terjadi bersama dengan pembelahan sel yang berkesinambungan, sehingga ekstra duplikasi DNA dapat dihindarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan identik dengan tanaman donornya (Kardji dan Buchory, 2007). Bagian dari seluruh tanaman dapat digunakan sebagai eksplan tetapi sel-sel yang telah mengalami diferensiasi lebih lanjut sulit ditumbuhkan dibandingkan dengan sel-sel meristematik. Ukuran eksplan yang dikulturkan juga mempengaruhi keberhasilannya. Ukuran yang terlampau kecil akan mengurangi daya tahan tanaman ketika dikulturkan. Sementara bila terlalu besar akan sulit mendapatkan eksplan yang steril (Dinarti et al., 2007).Pernyataan tersebut diperjelas oleh Radji (2005) bahwa semua bagian yang dapat digunakan dalam eksplan yaitu misalnya callusyang berasal dari daun, cabang, akar,umbi, bunga, dan bagian lainnya daritumbuhan. Beberapa diantaranyaadalah regenerasi. Plantlet adalah kalus yang berkembang menjadi tunas yang dapat menghasilkan akar dan selanjutnya tumbuh menjadi individu baru atau yang disebut plantlet. Salah satu faktor lingkungan in vitroyang berperan dalam pertumbuhan dan keragaan plantlet adalah intensitas cahaya. Keragaan plantlet yang baik berkorelasi positif dengan daya hidup dan pertumbuhannya pada tahap aklimatisasi di lingkungan ex vitro (Sumaryono dan Sinta, 2011). Kontribusi lebih lanjut terhadap kultur jaringan tanaman diberikan oleh doktrin sel atau teori sel yang menyatakan bahwa sel bersifat autonom dan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi merupakan kemampuan suatu sel tunggal untuk tumbuh, membelah, dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap. Akivitas jaringan meristem dapat diaktifkan atau ditekan menurut pola diferensiasi yang dikendalikan oleh meknisme genetik dan atau lingkungan (Soetrisno etal., 2008). Perkecambahan In vitro Tahapan penting dalam proses kultur jarigan ialah kalus.Kalus merupakan sel yang memiliki massa yang aktif membelah dan tak terorgaisir yang biasanya muncul sebagai respon terhadap pelukaan jaringan dan organ yang telah mengalami deferensiasi (Prawiro,1992). Kultur jaringan menurut Genta (1997) dapat dibuat dari semua tipe organ (akar, batang, daun, bunga,dll) dan jaringan dapat digunakan sebagai bahan eksplan untuk induksi kalus. Aktivitas proses pembelahan sel dan pembentukan organ dan embrio diperlukan hormon endogen kualitas hormon tersebut ditentukan tipe bahan awal misal umur tanaman dan posisi eksplan pada tanaman. Prinsip kerja dari kultur jaringan menggunakan prinsip totipotensi. Prinsip totipotensi ini, sebuah sel atau jaringan tumbuhan, yang diambil dari bagian manapun, akan dapat tumbuh menjadi tumbuhan sempurna kalau diletakkan dalam media yang cocok. Perbanyakan dengan sistem kultur jaringan harus dilakukan dalam keadaan steril(Widarto, 1996). Teknik in vitrotelah banyak dimanfaatkan dan memberikan harapan dimasa mendatang untuk mengatasi penyediaan bibit. Aplikasi teknologi ini dibidang pertanian selain dimanfaatkan untuk perbanyakan juga konservasi dan perbaikan tanaman. Perbanyakan melalui kultur in vitrodapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu pembentukan tunas adventif, proliferasi tunas lateral, dan embriogenesis somatik. Proliferasi tunas lateral dapat dilakukan dengan cara mengkulturkantunas aksilar atau tunas terminal ke dalam media yang mempunyai komposisi yang sesuai untuk proliferasi tunas sehingga diperoleh penggandaan tunasdengancepat.Setiap tunas yang dihasilkan dapat dijadikan sebagaisumberuntuk penggandaan tunas selanjutnya, sehingga diperoleh tunas yang banyak dalam waktu yang relatif lebih singkat. Teknologi ini juga lebih menjamin keseragaman, bebas penyakit, dan biaya pengangkutan yang lebih murah (Kosmiatin et al., 2005). Medium Kultur Jaringan Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnyaterhadap partumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya (Tuhuteru et al., 2012). Media tidak hanya menyediakan unsur hara (makro dan mikro) tetapi juga karbohidrat (gula) sebagai sumber energi. Hasil yang lebih baik akan dapat diperoleh bila ke dalam media tersebut ditambahkan vitamin, asam amino dan zat pengatur tumbuh. Media kultur jaringan umumnya tersusun atas komposisi hara makro, hara mikro, vitamin, gula, asam amino dan N-organik, persenyawaan kompleks alami (air kelapa, ekstrak ragi, jus tomat, dan lain-lain), buffer, arang aktif, zat pengatur tumbuh (terutama auksin dan sitokinin) dan bahan pemadat. Media kultur jaringan tersusun dari berbagai garam mineral asam amino, gula, vitamin, dan hormon tumbuhan. Mula-mula campuran media dibuat cair yaitu dengan menambahkan air suling (aquadest). Jaringan yang telah berada dalam media cair dan digoncang-goncang dengan alat yang disebut shaker (meja penggojok) tunas-tunas akan muncul berupa tonjolan-tonjolan yang disebut procorn likabodies (Prawiro, 1990). Zat Pengatur Tumbuh Penanaman eksplan dalam proses kultur jaringan yaitu dilakukan pada media MS yang mengandung garam-garam mineral, asam-asam amino, vitamin, sumber karbon dan energi (gula) serta zat pengatur tumbuh (ZPT) dengan komposisi tertentu. Ada beberapa jenis ZPT yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman, seperti auksin (α-napthaleneacetic acid (NAA), 2,4 dichlorophenoxyaceticacid (2,4-D), Indole-3-aceticacid (IAA), IBA, dll.), dan sitokinin (benzyladenin (BA), kinetin (KI), dan zeatin (ZI). Respon tumbuhan terhadap ZPT yang ditambahkan ke dalam media berbeda-beda, tergantung pada jenis tanaman yang dikultur. Efisiensi dan efektifitas dari hormon pertumbuhan juga berbeda terhadap jenis tanaman yang berbeda. Seperti kinetin sangat efektif untuk kultur buku batang (Carimi, et al., 1995), sementara sitokinin konsentrasi rendah dapat memacu perkembangan tunas sedangkan konsentrasi tinggi merangsang penggandaan tunas (Nurwahyuni, 2004). Auksin pada konsentrasi rendah dapat memacu pertumbuhan akar dan pada konsentrasi tinggi dapat merangsang pertumbuhan kalus (Magoon dan Singh, 1995).Pendapat tersebut diperjelas oleh Suprapto (2004) bahwa auksin merupakan senyawa dengan ciri-ciri mempunyai kemampuan dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucukdengan struktur kimia indolering. Kandungan auksin dalamtanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Auksin sebagai salah satu pengatur tumbuh bagi tanaman mempunyaipengaruh terhadap pengembangan sel, fototropisme, geotropime, apikaldominansi, pertumbuhan akarpartenokarpi, absission, pembentukan kalusdan respirasi. Zat pengatur tumbuh didalam media sangat menentukan terhadap keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan kultur. Perbanyakan tanaman dibutuhkan pemilihan perbandingan konsentrasi auksin, sitokinin dan suplemen yang tepat, karena hal ini akan menentukan dalam derajat keberhasilan pembentukan tanaman baru (Nurwahyuni dan Tjondronegoro, 1994). Tahapan Kerja dalam Kultur Jaringan Tahapan dalam pembuatan kultur jaringan ada 4, yaitu persiapan, inokulasi, pemeliharaan, dan aklimatisasi. Persiapan yang dilakukan meliputi sterilisasi alat, pembuatan medium, sterilisasi medium, perkecambahan tanaman dalam media kultur. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril(Jumin, 1992). Menurut Soetrisno etal. (2008), kultur jaringan merupakan suatu proses yang sebagian kecil jaringan hidup (eksplan) diisolasi dari suatu organisme dan ditumbuhkan secara aseptis selama periode tertentu pada medium nutrien. Ukuran eksplan bervariasi, berkisar dari sebesar seedling dan organ (seperti pada kultur embrio dan ovulum) sampai sekecil sel tunggal dan protoplas. Manfaat Kultur Jaringan Teknik perbanyakan tanaman dengan cara teknik kultur in vitro disebut juga mikropropogasi karena potongan tanaman atau eksplan tersebut berukuran kecil. Manfaat dari kultur in vitro ini antara lain menyediakan bibit tanaman yang sehat dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, dalam areal yang kecil, tidak tergantung pada musim dan memungkinkan manipulasi genetik (Yusnita, 2004). Metode kultur in vitro dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional (Harianto, 2009). Manfaat kultur jaringan bagi ternak sangat besar. Kultur jaringan dilkaukan untuk menghasilkan ternak dengan produksi dan performan yang baik, dibutuhkan pakan dengan kualitas yang baik pula. Menjaga kualitas tanaman pakan agar tetap baik dilakukan tidak cukup hanya mengandalkan metode pengembangan tanaman akan dengan metode yang biasa. Kultur jaringan muncul sebagai solusi dari masalah tanaman pakan. Kultur jaringan mampu memproduksi tanaman pakan dalam jumlah yang banyak dengan kualitas yang sama baiknya (Marlina, 2004 ).   MATERI DAN METODE Materi Alat. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini atara lain adalah botol kultur, pinset, skalpel, LAF (Laminar Air Flow) autoklaf, tabung reaksi, cawan petri, kertas saring, dan pipet steril. Bahan.Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah meristem apikal dari akar tanaman kacang hijau (Vigna radiata), medium Murashige dan Skoog (MS) dengan zat pengatur tumbuh auksin dan kinetin, spirtus, alkohol 60%, bayclin, dan aquades steril. Metode Tahapan dalam pembuatan kultur jaringan ada 4, yaitu persiapan, inokulasi, pemeliharaan, dan aklimatisasi. Tahapan persiapan yang dilakukan dalam praktikum meliputi sterilisasi alat, pembuatan medium, dan persiapan sumber/eksplan. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Autoklaf diisi dengan aquades agar tidak menimbulkan korosi, dilakukan dalam suhu 121oC dan tekanan 15 atm selama 15 sampai 30 menit. Tahapan inokulasi meliputi penanaman eksplan. Pemeliharaan dilakukan selama inokulasi pada temperatur 25oC sampai 28oC. Tahapan aklimatisasi merupakan proses adaptasi. Jaringan meristem dari tunas tanaman kacang hijau(Vigna radiata) diambil dalam lingkungan yang steril, bagian meristem batang dipotong menggunakan pisau/skalpel dengan ukuran 2 mm sampai 3 mm, dilakukan inokulasi dalam botol yang berisi medium Murashige dan Skoog, diinkubasikan pada ruang kultur bersuhu 20oC dan pencahayaan menggunakan lampu 40 watt, kemudian diamati pembentukan akar, tunas dan kalusnya setiap hari dan ada tidaknya kontaminasi jamur, serta dicatat pertumbuhannya pada hari ke-7 dan ke-14. Ada 3 variabel yang diamati dalam praktikum ini, yaitu medium, eksplan, dan cahaya. Medium meliputi perbandingan konsentrasi hormon pertumbuhan auksin dan sitokinin. Medium yang digunakan pada pertumbuhan kalus perbandingan auksin dan sitokinin adalah 5 : 1, sedangkan medium yang digunaan pada pertumbuhan tunas, perbandingan auksin dan sitokinin adalah 1 : 5.Eksplan yang digunakan dalam praktikum meliputi bagian akar dan tunas tanaman. Perlakuan yang diterapkan meliputi penempatan kultur tunas dan kalus pada tempat gelap dan terang. Variebel terkontrol dalam pengamatan kultur jaringan yaitu kultur jaringan kalus dan tunas. Variebel bebas dalam pengamatan ini adalah kondisi lingkungan.   BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Jumin (1992), mengungkapkan bahwaprinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Praktikum kultur jaringan yang telah dilakukan bertujuan mengetahui teknik perkembangbiakan tanaman dengan metode aseptis. Tahapan dalam pembuatan kultur jaringan ada 4, yaitu persiapan, inokulasi, pemeliharaan, dan aklimatisasi. Persiapan yang dilakukan meliputi sterilisasi alat, persiapan/pembuatan medium, dan persiapan sumber/eksplan. Sterilisasi alat dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Autoklaf diisi dengan aquades agar tidak menimbulkan korosi, dilakukan dalam suhu 121oC dan tekanan 15 atm selama 15 sampai 30 menit. Alat sebelum dimasukkan kedalam autoklaf dibungkus dengan kertas payung. Tahapan Inokulasi meliputi penanaman eksplan. Tahapan pemeliharaan dilakukan selama inokulasi pada temperatur 25 sampai 28oC. Tahapan aklimatisasi merupakan proses adaptasi. Tanaman yang di tanam secara kultur jaringan adalah kacang hijau. Biji kacang hijau (Vigna radiata) yang sebelumnya sudah digerminasi menggunakan petri disk dan kertas saring yang steril diinkubasi selama 2 sampai 3 hari, setelah itu jaringan meristemdari tunas tanaman kacang hijau dalam lingkungan yang steril dan ditanam pada medium. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril(Jumin, 1992). Menurut Soetrisno etal.. (2008), kultur jaringan merupakan suatu proses dimana sebagian kecil jaringan hidup (eksplan) diisolasi dari suatu organisme dan ditumbuhkan secara aseptis selama periode tertentu pada medium nutrien. Ukuran eksplan bervariasi, berkisar dari sebesar seedling dan organ (seperti pada kultur embrio dan ovulum) sampai sekecil sel tunggal dan protoplas. Teknik perbanyakan tanaman dengan cara teknik kultur in vitro disebut juga mikropropogasi karena potongan tanaman atau eksplan tersebut berukuran kecil. Berdasarkan hasil praktikum, eksplan yang digunakan dalam praktikum adalah bagian tumbuhan yang telah di potong kecil. Berdasarkan hasil perbandingan antara literatur dengan data yang didapatkan dalam praktikum, dapat diketahui bahwa tahapan kultur jaringan yang dilakukan dalam praktium sudah baik. Kontaminasi pada Medium dan Eksplan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data kontaminasi pada medium dan eksplan tertera pada tabel 2 sebagai berikut. Tabel 6.1 Kontaminasi pada medium dan eksplan Hari ke- Eksplan (kelompok 14) Eksplan (kelompok 15) Daun Akar Daun Akar 3 Normal Normal Tercemar Tercemar 6 Normal Normal Tercemar Tercemar 9 Tercemar Tercemar Tercemar Tercemar 12 Tercemar Tercemar Tercemar Tercemar 15 Tercemar Tercemar Tercemar Tercemar 18 Tercemar Tercemar Tercemar Tercemar 21 Tercemar Tercemar Tercemar Tercemar Berdasarkan tabel diatas, hasil menunjukan bahwa data kelompok 14 dan kelompok 15, baik perlakukan gelap maupun terang terhadap induksi kalus dan tunas dari hari ke 9 sampai 21 mengalami kontaminasi.Eksplan yang terkontaminasi bedasarkan diskusi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau berwarna hitam sampai terlihat busuk (disebabkan bakteri).Eksplan atau kultur menurut pendapat Smith (2000) dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Pendapat tersebut diperjelas oleh Gunawan dalam Susilowati dan Listyawati (2001) bahwa sumber kontaminasi dapat berasal darieksplan tumbuhan, organisme kecil yangmasuk ke dalam media, alat yang tidak sterildan lingkungan kerja yang kotor, maka yangharus dilakukan adalah sterilisasi lingkungan kerja,alat-alat, media dan bahan tanaman. Serangan jamur dapat dipicu oleh pencucian bibit kultur yang kurang bersih dari media in vitro sebelum ditanam pada media berikutnya (Lestari etal., 2001). Spekulasi terhadap kontaminasi kultur jaringan pada kelompok 14 adalah jamur Rhizopuskarena mengkontaminasi dengan menyelimuti media. Hal ini bedasarkan pendapat Susilowati dan Listyawato (2001) bahwa Mucordan Rhizopusditemukanhampir di semua kultur in vitro yang terkontaminasi. Pertumbuhan miseliumnyasangat lebat dan mendominasi seluruhpermukaan media kultur. Hampir 80% darikultur in vitroyang diamati pada penelitian inidiserang oleh kedua cendawan ini. Kontaminasi dapat dicegah dengan cara sterilisasi yang maksimal. Teknisi menggunakan masker dan sarung tangan, tidak menyentuh permukaan obyek steril yang terbuka (misalnya media atau penutup botol). Botol kultur dipegang pada dasarnya dan tangan dijauhkan dari tabung atau petri yang menerima cairan tersebut saat penuangan cairan steril. Area kerja harus dilap dengan kain yang telah direndam dengan alkohol 70% sebelum melakukan prosedur sterilisasi apapun (Soetrisno etal., 2008).Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum, media kelompok 14 dan kelompok 15 dapat tergolong tidak baik, hal ini dikarenakan media yang digunakan telah tercemar. Induksi Kalus Kalus merupakan sel yang memiliki massa yang aktif membelah dan tak terorganisir yang biasanya muncul sebagai respon terhadap pelukaan jaringan dan organ yang telah mengalami deferensiasi (Prawiro,1992). Pertumbuhan akar pada tanaman dapat dibantu dengan penambahan auksin dan sitokinin. Auksin merupakan senyawa dengan ciri-ciri mempunyai kemampuan dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada bagian pucuk. Auksin berpengaruh terhadap perkembangan sel, fototropisme, geotropisme, apikal dominansi, pertumbuhan akar partenokarpi, abission, pembentukan kalus dan respirasi. Auksin juga memperbanyak akar lateral dan merangsang terbentuknya ajar adventif. Sitokinin merupakan hormon yang berperan dalam pembelahan sel, menentukan terjadinya deferensiasi sel pada akar dan tunas (Suprapto, 2004).Efek dari hormon sitokinin berlawanan dengan hormon auksin pada tumbuhan. Sitokinin yang banyak diberikan pada tumbuhan maka akan banyak tumbuh tunas, tetapi jika sedikit diberikan pada tumbuhan maka akan terbentuk banyak akar. Hal ini terjadi karena sitokinin dapat menghentikan dominasi pertumbuhan kuncup atas (apikal) dan merangsang pertumbuhan kuncup samping (lateral). Penundaan penuaan atau kerusakan pada hasil pemanenan sehingga daya tahan hasil panen lebih lama, serta menaikkan tingkat mobilitas unsur-unsur dalam tanaman (Rukmana, 2012). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data produksi kalus tertera pada tabel 2 sebagai berikut. Tabel 6.2 Produksi kalus Hari ke- Eksplan Kelompok 14 Kelompok 15 3 - - 6 - - 9 - - 12 - - 15 - - 18 - - 21 - - Berdasarkan praktikum yang dilakukan, produksi kaluskelompok 14 dan 15 dari penanaman hari pertama sampai hari ke 21 tidak terjadi pertumbuhan sama sekali. Hal ini dikarenakan kultur jaringan pada kelompok 14 dan kelompok 15,kalus mengalami kontaminasi olehjamur. Mulyaningsih dan Aluh (2004) menyatakan bahwa produksi kalus yang tidak terkontaminasi jamurakan berkorelasi dengan intensitas cahaya dan lama penyinaran sehingga membuat pertumbuhan kalus semakin tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan kalus menurut Reksohadiprojo (1995) ialah komposisi medium nutrien dan faktor-faktor fisik seperti suhu, kelembapan dan medium. Ruangan harus terisolasi dengan baik sehingga tidak terpengaruh oleh perubahan suhu eksternal. Pencahayaan biasanya diberikan oleh lampu fluorosens. Keberhasilan kultur jaringan in vitrotergantung pada banyak faktor, jika salah satu faktor tidak terpenuhi dapat menyebabkan kegagalan seluruh pekerjaan yang dilakukan atau setidaknya hasil yang diperoleh akan berbeda dengan yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut berupa eksplan, media, dan lingkungan fisik kultur. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan antara lain genotip, umur tanaman, umur jaringan atau organ, keadaan fisiologis tanaman, keadaan kesehatan tanaman, kondisi pertumbuhan tanaman, posisi eksplan pada tanaman, ukuran eksplan, pelukaan, metode inokulasi, ruang kultur, dan cahaya, suhu, kelembaban, ketersediaan air, oksigen pada ruang inkubasi (Soetrisno etal., 2008). Produksi Tunas Tunas menurut Alwi (2007) tumbuhan muda yang baru timbul dari tunggul, ketiak daun. Munculnya tunas dapat timbul akibat adanya sitokinin dan auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan dalam kultur jaringan tanaman. Sitokinin seperti benzylaminopurine (BAP) sangat berperan dalam pembentukan dan penggandaan tunasin vitro, sedangkan auksin seperti naphtaleneaceticacid (NAA) berperan dalam pembentukan akar dan perpanjangan sel (Imelda et al., 2008). Perlakuan pada induksi tunas dilakukan dengan penempatan atau diinkubasi pada suhu 25 sampai 28° dan pH 5,4 sampai 5,8 dalam ruangan terang. Efek dari hormon sitokinin berlawanan dengan hormon auksin pada tumbuhan. Sitokinin banyak diberikan pada tumbuhan, maka yang akan banyak tumbuh tunas, tetapi jika sedikit diberikan pada tumbuhan maka akan terbentuk banyak akar. Hal ini terjadi karena sitokinin dapat menghentikan dominasi pertumbuhan kuncup atas (apikal) dan merangsang pertumbuhan kuncup samping (lateral). Penundaan penuaan atau kerusakan pada hasil pemanenan sehingga daya tahan hasil panen lebih lama, serta menaikkan tingkat mobilitas unsur-unsur dalam tanaman (Rukmana, 2012).Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data produksi kalus tertera pada tabel 3 sebagai berikut. Tabel 6.3 Produksi tunas Hari ke- Eksplan Kelompok 14 Kelompok 15 3 - - 6 - - 9 - - 12 - - 15 - - 18 - - 21 - - Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa produksi tunas dengan perlakuan gelap dari penanaman dari hari pertama sampai hari ke 21 pada kelompok 14 dan kelompok 15 tidak terjadi pertumbuhan sama sekali. Hal ini dikarenakan kultur jaringan kaluskelompok 14 mengalami kontaminasi dengan jamur. Produksi tunas yang tidak terkontaminasi jamur akan berkorelasi dengan intensitas cahaya dan lama penyinaran sehingga membuat pertumbuhan kalus semakin tinggi (Mulyaningsih dan Aluh, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan kalus menurut Reksohadiprojo (1995) ialah komposisi medium nutrien dan faktor-faktor fisik seperti suhu dan kelembapan dan medium yang digunakan seperti pada praktikum ini yaitu medium MS (Murashige dan Skoog) atau modifikasinya. ruang kultur baik untuk riset maupun aplikasi praktis, suhu dan cahayanya harus dapat dikontrol. Ruangan harus terisolasi dengan baik sehingga tidak terpengaruh oleh perubahan suhu eksternal. Pencahayaan biasanya diberikan oleh lampu fluorosens. Keberhasilan kultur jaringan in vitrotergantung pada banyak faktor, jika salah satu faktor tidak terpenuhi dapat menyebabkan kegagalan seluruh pekerjaan yang dilakukan atau setidaknya hasil yang diperoleh akan berbeda dengan yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut berupa eksplan, media, dan lingkungan fisik kultur. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan antara lain genotip, umur tanaman, umur jaringan atau organ, keadaan fisiologis tanaman, keadaan kesehatan tanaman, kondisi pertumbuhan tanaman, posisi eksplan pada tanaman, ukuran eksplan, pelukaan, metode inokulasi, nurse effect, ruang kultur, dan cahaya, suhu, kelembaban, ketersediaan air, oksigen pada ruang inkubasi (Soetrisno etal., 2008),.   KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa proses perkembangbiakan secara kultur jaringan yang dilakukan oleh kelompok 14 dan kelompok 15 belum berhasil karena inokulasi yang terkontaminasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan antara lain genotip, umur tanaman, umur jaringan atau organ, keadaan fisiologis tanaman, keadaan kesehatan tanaman, kondisi pertumbuhan tanaman, posisi eksplan pada tanaman, ukuran eksplan, pelukaan, metode inokulasi, ruang kultur, dan cahaya, suhu, kelembaban, ketersediaan air, oksigen pada ruang inkubasi.   DAFTAR PUSTAKA Carimi, F. DePasquable, F. Dan Crescimanno, F.G., .1995. Somatic embryogenesis in Citrus from Styles Culture, Plant Science 105: 81-86 Genta. 1997. Budidaya Tanaman Pangan. Agritec. Surabaya. Dinarti, D., A. Purwito, dan A.D. Susila. 2007. Optimasi Daya Regenerasi dan Multiplikasi Tunas In vitro Bawang Merah untuk Mendukung Penyediaan Bibit Berkualitas. Jurnal Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Harianto,Wijaya,2009, Pengenalan teknik in vitro, Jakarta : Bumi Aksara. Henivili, Victoria.2013. Kultur Jaringan Tanaman. FMIPA UNY,Yogyakarta. Imelda, Maria.,A. Wulansari., Y.S. Poerba. 2008. Regenerasi Tunas dari Kultur Tangkai Daun Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume). Biodiversitas, Bogor. Jumin, H. B. 1992. Etiologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologi. Rajawali Press. Jakarta. Kardji, A.K. dan Buchory.2007. Pengaruh NAA dan BAP terhadap pertumbuhanJaringan Meristem Bawang Putih pada Media B5.J.Hort,Bandung. Kosmiatin,Mia.,A. Husni., I. Mariska. 2015. Perkecambahan danPerbanyakan Gaharu secara In vitro. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Lestari, E.G., D. Sukmadjaya, I. Mariska, M. Kosmiatin, Y. Rusyadi, dan S. Rahayu. 2001. Perbanyakan In vitro dan Pengujian Lanjutan pada Nomor-Nomor Harapan Panili dan Lada yang Tahan Penyakit. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman, Bogor, 30−31 Januari 2001. hlm. 109-119. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan. Bogor. Maggon, R. dan Singh, B.d., 1995. Promotion of adventure bud regeneration by ABA in Combination with BAP in epicotyl and hypocotyl explants sweet orange (Citrus sinensis L. Osbeck), Scientia horticulturae 63: 123-128. Marlina, Nina. 2004. Teknik Modifikasi Media Murashige dan Skoog (MS) untuk Konservasi In vitro Mawar (Rossa spp.) Mulyaningsih T & Aluh N. 2004. Faktor-faktor yang berpengaruh pada keberhasilan. Mikropropagasi. Unram.ac.id Nurwahyuni,I. 1994. Perbanyakan tanaman kopi arabika (Cofea arabica L) secara kultur jaringan, komunikasi penelitian 11 (2):88-102. Prawiro. 1990. Peningkatan Produksi Pertanian. Kedaong. Bandung. Radji, Maskum. 2005. Peranan Biotek dan Mikrobia Endofit dalam Pengembangan Obat Hebal . Majalah Ilmu Farmasi UI, Depok. Reksohadiprodjo, S. 1995. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik Edisi Revisi BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Rukmana, R. 2012. Teknik Perbanyakan Tanaman Hias. Kanisius.Yogyakarta. Rusdianto dan A. Indrianto. 2013. Induksi Kalus Embriogenik Pada Wortel Menggunakan 2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid. UNM, Malang. Smith, R.H. 2000. Plant Tissue Culture : Techniques and Experiments. Academic press : London. Sumaryono dan M.M. Sinta .2011. Peningkatan Laju Multiplikasi Tunas dan Keragaan Plantlet Stevia Rebaudiana pada Kultur In vitro. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Bogor. Suprapto, Agus. 2004. Auksin : Zat Pengatur Tumbuh Penting Meningkatkan Mutu Stek Tanaman Fakultas Pertanian Tidar, Magelang. Tuhuteru, S., M. L. Hehanussa., S.H.T. Raharjo. 2012. Pertumbuhan danPerkembangan Anggrek Dendrobium anosmumpada Media Kultur In vitro dengan Berbagai Konsesntrasi Air Kelapa. Jurusan BudidayaPertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura, Ambon. Soetrisno, R. D., Bambang Suhartanto, Nafiatul Umami, dan Nilo Suseno. 2008. Bahan Ajar Pengantar Kultur Jaringan Tanaman Pakan. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Susilowati, Ari dan S. Listyawati. 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber Kontaminasi Kultur In vitrodi Sub-Lab.Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS. Jurusan Biologi FMIPA UNS, Surakarta. Widarto.1996. Pengembangan Tanaman Secara Vegetatif. Dinas pertanian propinsi jawa timur. Surabaya. Yunita. 2004. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. Agromedia Pustaka. Jakarta. Lampiran BAB VII HERBARIUM Tinjauan Pustaka Definisi Herbarium Herbarium adalah suatu bahan yang digunakan untuk studi taksonomi yang berupa tumbuhan segar yang masih hidup, tetapi biasanya berupa bahan tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan dengan metode tertentu. Bridson dan Forman (1998), menyatakan bahwa herbarium adalah koleksi spesies tanaman yang diawetkan. Bagian yang diawetkan dapat berupa tanaman utuh atau bagian dari tanaman itu saja.Herbarium merupakan tempat penyimpanan tanaman yang telah diawetkan dengan cara dikeringkan. Herbarium ini berguna sebagai data asli dari suatu tanaman yang telah diidentifikasi atau bisa juga disebut museum tanaman. Spesies yang dipakai untuk herbarium bisa digunakan sebagai katalog atau mengidentifikasi flora dalam suatu area. Koleksi yang banyak dari suatu area yang kecil digunakan untuk mengetahui atau petunjuk tanaman-tanaman apa saja yang bisa ditanam di situ (Rugayah et al., 2004). Manfaat Herbarium Herbarium berguna sebagai penyedia data asli dari suatu tanaman yang telah diidentifikasi atau bisa juga disebut museum tanaman. Herbarium penting untuk mempelajari taksonomi tumbuhan, mempelajari distribusi geografisnya dan stabilitas nomenklaturnya. Peneliti tidak hanya menyimpannya, tetapi juga meneliti tanaman tersebut, yang biasanya digunakan untuk materi referensi dalam menyusun taksonomi (Sutrisna et al., 1998). Rugayah et al (2004) menyatakan bahwa spesies yang dipakai untuk herbarium bisa digunakan sebagai katalog atau alat identifikasi flora pada suatu area. Koleksi yang banyak dari suatu area yang kecil digunakan untuk mengetahui atau menunjukkan tanaman-tanaman apa saja yang bisa ditanam disitu. Cara Pembuatan Herbarium Proses pertama kali pembuatan herbarium adalah pengambilan. Syarat-syarat dalam pengambilan tanaman adalah tanaman harus lengkap (terdiri dari daun, bunga, buah, dan bagian lainnya). Pengambilan tanaman di dalamnya terdapat pula antisipasi yang dilakukan ketika tanaman yang ingin diidentifikasikan tidak terdapat bunga atau buah, maka yang dilakukan adalah mengambil batang tanaman tersebut, dari pucuk daun dapat diketahui rumpun maupun suku dari tanaman tersebut. Proses kedua yaitu pengovenan, sebelum dilakukan pengovenan, alat-alat proses pengovenan harus dipersiapkan seperti sasak kayu yang terdiri atas kayu, lembaran logam, , dan kertas koran, perlu diketahui bahwa alur-alur yang terdapat dalam kertas kardus harus sama dengan alur pada lembaran logam, kemudian bahan-bahan tersebut disusun sedemikan rupa dan daun yang dimiliki ditaruh di dalam kertas koran, kemudian ditumpuk kembali, sasak kayu kemudian diikat dengan tali tahan panas. Satu sasak kayu bisa memuat lebih dari satu spesimen atau data. Suhu dalam pengovenan mencapai 70°C dan dilakukan selama dua hari. Apabila daun yang diidentifikasi besar dan tebal, maka bisa mencapai dua hari, setelah itu proses pengeplakan. Setelah daun kering, maka seluruh daun tersebut ditaruh di atas kertas dan ujung-ujung daun ditempel dengan selotip, pada batang digunakan benang untuk mengikat agar tidak jatuh, setelah proses pengeplakan selesai maka disimpan di lemari yang didesain khusus anti-serangga. Suhu seharusnya adalah 20°C, dengan tidak menutup kemungkinan bahwa suhu di luar itu tidak apa-apa. Spesimen dalam freezer, biasanya digunakan suhu 20°C (Rugayah et al., 2004). Materi dan Metode Materi Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum herbarium antara lain kertas koran, bambu, gunting, lakban, tali rafia, pensil, dan etiket. Bahan. Bahan yang digunakan pada acara praktikum herbarium adalah tanaman legum, yaitu Desmodiium rensonii. Metode Metode yang digunakan dalam praktikum herbarium adalah pengambilan, pengawetan, dan pembuatan herbarium. Tanaman yang digunakan berupa tanaman legum yaitu Desmodium rensonii, diambil dari lahan Hijauan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Bagian tanaman yang diambil lengkap yakni mengandung akar, batang, daun, dan bunga. Herbarium dikeringkan dan diatur dalam kertas yang kasar dan kering yang dapat menyerap air yaitu beruap kertas koran. Kertas koran disusun berlapis-lapis kemudian ditekan mengunakan bambu dengan cara megikatkan tali rafia ditepi-tepi kertas. Selanjutnya tanaman Desmodiium rensonii dibiarkan sampai kering selama dua minggu. Setelah tanaman kering tanaman diambil dan ditempel pada kertasdengan pita perekat, diberi etiket tempel (meliputi familia, genus, spesies, nama daerah, tanggal pengambilan) dan diberi etiket gantung dengan ukuran 3 cm x 7 cm ditulis nomor / kode / tanggal pengambilan. Penulisan etiket dilakukan menggunakan pensil. Hasil dan Pembahasan Desmodium rensonii yang memiliki nama lain Desmodium cineureum merupakan tanaman perennial yang berasal dari Filipina dan dikenal sebagai tanaman pagar (Sablan dan Marutani, 2003). Menurut Suhartanto (1997), Desmodium rensonii dikenal di Indonesia dengan sebutan Rensonii merupakan spesies legum, memiliki bunga kupu-kupu yang berwarna putih, kuning, ungu dan terkadang ditemukan dengan sedikit warna hijau di sebagian besar rangkaian malai. Memiliki daun trifoliat yang berbentuk elips sampai oval dengan panjang 2 sampai 8 cm dan lebar 1 sampai 3 cm dan dapat tumbuh tegak sampai ketinggian 1 sampai 2 m dari permukaan tanah dengan batang berkayu. Termasuk legum tidak memanjat, perdu untuk potongan atau perenggutan. Suherman dan Herdiawan, (2014), menyatakan bahwa tanaman Desmodium rensonii atau Desmodium cinereum merupakan tanaman asli dari bagian barat Meksiko dan Amerika Tengah. Tanaman ini termasuk kedalam family Fabaceae ,berbentuk pohon/semak setinggi 1-3 m. Tanaman ini lebih dikenal sebagai hijauan pakan pada dataran rendah Indo-Cina, Malaysia, Filipina, Indonesia, Amerika Tengah dan Selatan. Tanaman Desmodium rensonii paling sering digunakan sebagai pakan ternak dalam sistem lorong dan tanaman pagar. Budidaya tanaman Desmodium rensonii dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Interval pemanenan dapat dilakukan setiap 1 bulan sekali, intensitas pemangkasan minimal 1 m, dengan rataan produksi berat kering sebesar 139,9 g/tanaman. Sebagai leguminosa, daun tanaman tersebut kaya akan nitrogen, sehingga sangat baik untuk hijauan pakan kambing, sapi, domba, kelinci, dan babi, disamping itu biji tanaman seringkali digunakan sebagai pakan ternak unggas. Kandungan protein kasar (PK) sebesar 20 sampai 22%, Neutral detergent Fiber (NDF) sebesar 44,13%, abu 8,62%, energy 4288,0 kkal/kg, konsumsi hijauan bahan kering 88,2 g/hari dan kecernaan in vitro 46,07%.. Desmodium rensonii banyak dimanfaatkan sebagai tanaman konservasi untuk mengendalikan erosi sekaligus penghasil pupuk hijau. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat dijelaskan bahwa proses pembuatan herbarium dimulai dengan pengambilan, pengeringan, dan pembuatan herbarium itu sendiri. Proses pembuatan herbarium, tanaman yang digunakan dalam praktikum adalah Desmodium rensonii yang terdiri atas akar, batang, daun, dan bunga. Desmodium rensonii memiliki familia Fabaceae dan genus Desmodium. Tahap awal pembuatan herbarium adalah tanaman Desmodium rensonii yang telah diambil langsung dilakukan tahap pengeringan. Tujuan dari pengeringan ini adalah agar kadar air yang ada pada tanaman tersebut dapat berkurang sehingga tanaman bisa di treatment, dalam hal ini tanaman menjadi layu (tidak kaku). Tahap pembuatan pra herbarium, tanaman Desmodiium rensonii diletakkan di atas koran dan disusun dengan rapi, sehingga bagian daun paling ujung dan akar dapat berada di koran. Penggunaan koran dalam hal ini koran dapat berfungsi menyerap air untuk pernapasan tanaman selama dilakukan pengeringan, kemudian dilakukan pelurusan pada daun yang melengkung diluruskan, kemudian bagian-bagian dari Desmodiium rensonii tersebut diselotip dengan rapi dan antara bagian daun satu dengan daun lainnya tidak saling tumpang tindih, perlakuan tersebut berfungsi untuk menahan adanya udara yang masuk ke dalam koran. Perlakuan yang selanjutnya adalah dilakukan penataan pada kertas koran yang dibutuhkan, hal ini dikarenakan agar daun tidak nampak bagian-bagian yang tadinya telah diselotip, hal ini bertujuan agar tanaman tidak bergeser saat diberi tumpukan koran. Kemudian, pada bagian atas dan bawah koran diberi bambu yang dibentuk seperti pigura. Kayu disusun dengan rapi lalu diikat dengan tali rafia dan diusahakan tali tersebut diikat secara kencang agar kayu tersebut tidak bergeser. Beberapa perlakuan tersebut bertujuan agar tanaman benar-benar dalam keadaan tertutup, sehingga proses pengeringan menjadi sempurna. Tanaman disimpan dalam lemari agar bahan-bahan tersebut nantinya menjadi awet. Menurut Rugayah et al. (2004), proses pembuatan herbarium terdiri dari tiga tahapan, yaitu pengambilan, pengovenan, dan pengawetan. Proses pengawetan, suhu yang direkomendasikan adalah 20°C, dengan tidak menutup kemungkinan bahwa suhu di luar itu tidak apa-apa. Berdasarkan praktikum yang dilakukan teknik herbarium yang digunakan adalah herbarium kering yaitu herbarium yang cara pengawetannya dangan cara dikeringkan. Menurut Triharto (1996), Herbarium kering biasanya dilakukan dengan sinar matahari, kecuali bila ada pertimbangan-pertimbangan lain misalnya keadaan cuaca atau pada musim penghujan, pengeringan tidak dapat berlangsung cepat sehingga bahan yang dikeringkan kadang-kadang terganggu oleh jamur. Proses pembuatan herbarium selanjutnya adalah penyimpanan tanaman Desmodiium rensonii yang telah terbungkus koran ke dalam lemari sampai tanaman menjadi awet. Waktu yang dibutuhkan untuk tahap pengawetan adalah selama 2 minggu penyimpanan. Desmodium diambil untuk segera diproses menjadi herbarium. Tanaman Desmodiium rensonii yang digunakan dalam proses pembuatan herbarium adalah tanaman Desmodiium rensonii yang telah diawetkan dan keringkan diletakkan pada kertas koran dan disusun secara rapi. Bagian dari tanaman Desmodiium rensonii yang panjang dan tidak dapat ditampung pada kertas koran, dipotong dan dilakukan penyambungan pada bagian daun bekas pemotongan tadi. Kemudian bagian-bagian tanaman tersebut disusun secara rapi dan diselotip agar tidak bergeser. Pemasangan etiket tempel tanamanmeliputifamilia tanaman, spesies tanaman, tanggal pengambilan tanaman, dan nama umum tanaman yang digunakan. Menurut Onrizal (2005), selain material herbarium harus lengkap, perlu diperhatikan pula bahwa pada saat pengambilan material herbarium harus dilakukan pencatatan data tumbuhannya, terutama karakter atau sifat yang akan hilang jika diawetkan. Setelah dilakukan pencatatan data, maka kertas tersebut ditempel di sebelah kiri bagian bawah pada kertas karton. Kemudian Desmodiium rensonii yang telah ditempel pada kertas karton beserta identifikasinya ditutup menggunakan plastik supaya terlihat rapi dan tidak kotor. Plastik tersebut dilekatkan dengan selotip sambil ditekan agar selotip tersebut lengket dan plastik tidak mengkerut. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa herbarium yang telah disusun sedemikian rupa dapat disimpan sebagai arsip dan penyimpanan data, dan dapat diambil kembali apabila suatu waktu herbarium tersebut dibutuhkan untuk bahan ajar, referensi dan kepentingan lainnya. Rugayah et al (2004) mengatakan bahwa, manfaat dari pembuatan herbarium ini antara lain untuk mengidentifikasi flora dalam suatu area. Bridson dan Forman (1998), menambahkan bahwa manfaat pembuatan herbarium adalah mempelajari taksonomi tumbuhan, mempelajari distribusi geografisnya dan stabilitas nomenclatur Kesimpulan Berdasarkan pratikum herbarium disimpulkan bahwa herbarium merupakan suatu koleksi tumbuhan atau bagian tumbuhan yang diawetkan, yang akan digunakan untuk mempelajari taksonomi tumbuhan. Proses pembuatan herbarium Desmodium rensonii dilakukan proses pengeringan terlebih dahulu baru dibuat herbarium pada kertas herbarium dan selanjutnya ditutup dengan plastik mika. Daftar Pustaka Bridson, D., L. Forman. 1998. The Herbarium Handbook. 3rd Edition.Royal Botanic Gardens, Kew. Onrizal. 2005. Teknik Pembuatan Herbarium. Jurusan KehutananFakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara. Rugayah, Retnowati, A., Windadri, F.I., dan A. Hidayat. 2004. Pedoman Pengumpulan Data Keanakaragaman Flora. Pusat Penelitian Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Sablan, P., M. Marutani. 2003. Desmodium rensonii: Nitrogen Fixing Tree. AGFacts. Suhartanto.Bambang, The effect of planting space and age of defoliation on dry matter production, lignocellulose content and in-sacco degradation of Desmodium rensonii, Bulletin Peternakan, vol. Supplement, 1997. Suherman, Dadang., Herdiawan, Iwan. 2014. Tanaman Legum Pohon Desmodium rensonii Sebagai tanaman Pakan Ternak Bermutu. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Sutrisna, U. T. Kalima Dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia Yayasan ROSA Bogor dan pusat Diklat Pegawai Dan SDM Kehutanan. Bogor. Triharto, Ahmad. 1996. Dasar-dasar perlindungan Tanaman. UGM press : Yogyakarta. LAMPIRAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger

Sedang apa hari ini

Sedang apa hari ini
Kegitan sehari-hari

Translate