Sabtu, 11 Juli 2015

Laporan Praktikum Industri Ternak Potong Komoditas Kambing & Domba

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Populasi manusia di dunia meningkat dalam setiap waktunya sedangkan kebutuhan manusia terhadap pangan sumber protein pun tidak terbatas sehingga diperlukan usaha-usaha tertentu yang mampu memenuhi kebutuhan pangan tersebut salah satunya adalah usaha ternak potong. Hewan ternak seperti sapi, kambing, dan domba memiliki potensi yang besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani tersebut serta disukai oleh masyarakat sehingga diperlukan adanya peningkatan populasi, kuantitas serta kualitas untuk mendapatkan daging yang disukai masyarakat.
Akhir-akhir ini industri ternak potong terutama ternak sapi telah berkembang pesat dikarenakan kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi daging yang merupakan salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh tubuh. Industri yang baik didukung oleh manajemen yang baik pula. Berbagai komoditas usaha peternakan sangat diharapkan untuk dapat mencukupi kebutuhan daging masyarakat yang semakin tinggi. Komoditas yang sangat lekat dengan kehidupan masyarakat, terutama peternak kecil atau skala petani peternak usaha kambing dan domba sangat diminati, karena membutuhkan modal harga ternak yang tidak terlalu mahal, namun kemampuan berkembangbiaknya relative lebih tinggi dibandingkan komoditas lain.
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan praktikum sistem pemeliharaan ternak potong khususnya komoditas sapi agar para mahasiswa peternakan dapat memahami dan menjalankan fungsi manajemen dan pemeliharaan yang baik.


Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum sistem pemeliharaan ternak potong sapi adalah untuk mengetahui cara dan sistem pemeliharaan ternak potong khususnya sapi.

Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum sistem pemeliharaan ternak potong sapi adalah mahasiswa dapat memahami sistem pemeliharaan yang baik seperti manajemen seleksi, manajemen recording, manajemen perawatan, manajemen sanitasi, pencegahan penyakit, manajemen pakan, manajemen perkandangan, dan penanganan limbah.


BAB II
KEGIATAN PRAKTIKUM

Pemilihan dan Seleksi Ternak
Pemilihan ternak
            Kriteria bibit untuk pembesaran. Kriteria bibit untuk pembesaran sapi potong yaitu saat dipilih kondisi  mata dipilih mata yang bening, bukan yang kemerahan. Kondisi mulut dipilih yang bersih dari luka dan tidak berlendir. Kondisi tulang belakang berbentuk yang lurus dan tidak melengkung ke bawah. Wilayah dada bentuknya agak menonjol. Memiliki berat lahir yang tinggi. Tidak ada cacat dari lahir. Keadaan fisiologinya sehat.
Syafrial et al. (2007) menjelaskan,  ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu bangsa, kondisi fisik yang sehat, dan umur nya dari 6 bulan sampai 1,5 tahun. Pendapat tersebut diperkuat oleh Prabowo (2010) untuk memilih bibit sapi potong yang baik perlu diperhatikan mutu genetik dari ternak yang memiliki daya adaptasi dengan lingkungan.  Saat membeli bibit sebaiknya kita memimilih sapi yang sehat. Sapi yang sehat dapat tercermin dari  keadaan tubuhnya, sikap dan tingkah lakunya, pernapasannya, denyut jantungnya, pencernaan dan pandangan sapi tersebut.  Perbandingan antara hasil dan literatur yang ada maka hasil yang didapat sudah sesuai.
            Kriteria indukan dan pejantan. Kriteria induk dan/ pejantan sebagai berikut. Pemilihan calon untuk induk memiliki kriteria memiliki fertilitas yang tinggi. Induk memiliki silsilah kelahiran yang normal dan mortalitas anak yang rendah. Tidak memiliki silsilah mengalami retensi plasenta dan prolapsus. Memiliki performa reproduksi yang baik antara lain angka s/c yang rendah. Memiliki angka panen anak yang tinggi. Litter sizenya yang tinggi dan angka konsepsi/kebuntingan yang tinggi. Induk  memiliki sifat keibuan yang baik dan tidak memiliki kelainan pada ambing dan jumlah puting.  Pemilihan calon untuk pejantan memiliki kriteria yaitu memiliki libido dan fertilitas tinggi. Kaki kuat dan kondisi fisik bagus serta sehat. Kantung dan  buah zakar normal.  Jumlah testis sepasang, memiliki kualitas sperma yang baik (secara volume, konsentrasi dan motilitas).
Hartati et al., (2010) menjelaskan bahwa kriteria untuk induk pejantan dan betina sapi potong sebagai berikut.  Sapi jantan yang digunakan harus memiliki libido dan kualitas  semen yang baik serta karakteristik morfologis yng unggul dibanding sapi jantan di lingkungan sekitarnya. Untuk dapat memperoleh bibit perlu dilakukan seleksi atau pemilihan sapi-sapi jantan dengan kriteria sebagai berikut:  kepala panjang, dahi lebar, moncong pendek,  badan tinggi,  dada dalam,  kulit tipis, kaki dan  kuku kuat,  punggung lurus,  pinggul tidak terlalu turun, kondisi tubuh tidak terlalu kurus . Kriteteria khusus untuk pejantan yang sangat baik, yaitu sapi jantan berasal dari luar wilayah pelayanan pejantan alami. Umur pejantan minimal 2,5 tahun (bergigi seri tetap 1 sampai 2 pasang atau I1 sampai I3) . Memiliki bobot badan awal lebih dari 300 kg dan tinggi gumba lebih dari 140 cm . Ternak sehat dan bebas penyakit reproduksi (Brucellosis, Leptospirosis, Enzootic, Bovine Leucosisdan Infectious Bovine Rhinotracheitis). Warna bulu sesuai dengan bangsa sapi (PO/Brahman warna putih, Bali merah dengan garis hitam dipunggung dan putih di mata kaki dan pantat, Madura  kecoklatan, Simmental merah dengan warna putih di kepala, Limousin warna merah dan Angus warna hitam).  Pendapat tersebut diperkuat oleh Susilawati dan Masito (2010), menjelaskan  ciri-ciri calon pejantan yang baik ialah rangka badan besar, libido sex tinggi, memiliki temperamen yang tenang, nafsu makan tinggi, buah zakar lonjong dan besar dan simetris, memiliki berat badan berkisar antara 250 kg atau lingkar dada sekitar 157 cm.
Yulianto dan Saparinto (2014) menjelaskan  bahwa kriteria induk haruslah memiliki fisik yang baik, kesehatan ternak baik, kondisi  reproduksi baik, kondisi ambing yang baik untuk menghasilkan susu. Hal ini dikarenakan peran induk sebagai menjaga performa. Semakin banyak kriteria yang baik yang terpenuhi akan menghasilkan keturunan yang baik pula.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Sodiq dan Budiono (2012) menambahkan, calon indukan yang baik memiliki estrus pertama post-partum harus berkisar 35 hari sehingga indukan dapat memiliki kesempatan kawin dua kali sebelum bunting. Hubungan antara kandungan nutrien ransum dan cadangan energi tubuh induk dapat mempengaruhi munculnya siklus estrus yang lancar (Winugroho (2002) cit. Sodiq dan Budiono (2012)). Perbandingan antara hasil dan literatur yang ada maka hasil yang didapat sudah sesuai.
Kriteria bakalan untuk penggemukan. Kriteria bakalan untuk penggemukan umur pada laju pertumbuhan yang tinggi yaitu 1,5 sampai 2 tahun, nafsu makan tinggi, memiliki tubuh yang sehat, kulit lentur, diutamakan yang jantan dikarenakan jantan memiliki pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan betina.  Syafrial et al. (2007),  menambahkan bangsa sapi yang biasa digunakan untuk penggemukan adalah bangsa yang memiliki produktivitas yang tinggi, jenis kelamin diupayakan memilih yang jantan, umur berada pada laju pertumbuhan tertinggi sekitar 1,5 sampai 2 tahun. Perbandingan antara hasil dan literatur yang ada maka hasil yang didapat sudah sesuai
            Metode seleksi ternak. Metode seleksi yang dilakuan selaman praktikum adalah metode pengamatan langsung atau visual dengan cara melihat dan mengamati ternak secara langsung. Lebih spesifiknya metode seleksi ternak yang digunakan di dalam kandang adalah skor kondisi tubuh. Pawere et al. (2012), menambahkan salah satu cara atau metode seleksi ternak adalah dengan Body Condition Score (BCS) atau skor kondisi tubuh. Skor kondisi tubuh juga sangat mempengaruhi keberhasilan usaha penggemukan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2007) menjelaskan, fungsi replacement ternak pada perusahaan sapi potong adalah untuk memperbaiki produktivitas sekaligus meningkatkan populasi sapi potong. Perbandingan antara hasil dan literatur yang ada maka hasil yang didapat sudah sesuai.
 Penilaian ternak
Kegiatan penilaian selama pemeliharaan ternak yang dilakukan adalah pengamatan secara visual terhadap berbagai bangsa sapi yang ada di kandang dengan acuan skor kondisi tubuh (BCS). Hasil yang diperoleh pada saat praktikum metode penilaian ternak yang digunakan adalah melihat skor kondisi tubuh. Penilaian ternak untuk usaha breeding memiliki penilaian antara skor 1 sampai 9 sedangkan penilaian ternak untuk usaha penggemukan antara skor  1 sampai 4.
Tabel 1. Penilaian ternak sapi
Bangsa
No. Identifikasi
Nilai
Ciri-ciri
PO

3
Kurus tidak terlihat tulang rusuk yang menonjol
Jawa

2
Tulang rusuk terlihat kurang  dari tiga, tidak ada lemak pada pangkal ekor.
            Hasil terhadap Penilaian Skor sapi PO dan jawa adalah 3 dan 2. Body Condition Score (BCS) digunakan untuk menilai kondisi tubuh ternak. Skor 1 memiliki ciri-ciri tidak adanya lemak pada pangkal ekor, iga pendek, ternak terlalu kurus, ternak bermutu rendah, dan mungkin sebelumnya pernah sakit. Skor 2 memiliki ciri-ciri iga pendek dan agak tumpul, pada pangkal ekor terdapat sedikit lemak, ternak bermutu cukup atau sedang. Skor 3 memiliki ciri-ciri iga pendek, sulit dirasakan, dan pangkal ekor mulai gemuk. Skor 4 memiliki ciri-ciri ternak telah mencapai tingkat gemuk sehingga penambahan berat signifikan (cocok digunakan sebagai ternak potong) (Purnomoadi, 2003).
            Ngadiyono (2007) cit. Pawere et al. (2012), menjelaskan  sapi bakalan yang baik untuk dipelihara atau digemukkan adalah sapi dengan nilai skor kondisi tubuh 2 sampai 3). Faktor yang mempengaruhi skor kondisi tubuh adalah adanya ketidakseimbangan hubungan antara kandungan nutrien dengan cadangan energi tubuh sehingga skor kondisi tubuh kecil (Pawere et al., 2012). Perbandingan hasil dengan literatur yang ada maka hasil yang diperoleh cukup sesuai.
Description: bcs
Gambar 1. BCS (Body Condition Score) Sapi

Penanganan ternak sebelum program pemeliharaan
Sapi potong baik jantan maupun betina yang baru datang mendapat penempatan khusus dikandang yang dekat dengan anak anak kandang. Tujuannya adalah agar ternak dapat diobservasi tingkah lakunya, kondisi kesehatannya dan terpantau nafsu makannya. Ternak yang sakit langsung diberi obat sesuai dengan petunjuk penggunaannya. Ternak kemudian diberi air gula dan selanjutnya dimandikan agar bersih dan meminimalisir adanya parasit. Hasil diskusi menunjukan bahwa dahulu ternak sapi yang diimpor dari negara pengimpor sapi seperti Australia dikarantina di pelabuhan namun untuk sekarang ternak sapi langsung dibawa ke perusahaan-perusahaan besar untuk selanjutnya dikarantina. Jika ada sapi yang sakit akan langsung dikembalikan ke pelabuhan namun jika tidak maka akan diidentifikasi, diberi obat cacing lalu ternak akan langsung dimasukkan dalam kandang. Pemasukkan kandang disesuaikan dengan tujuan pemeliharaan.
Safitri (2011), penanganan anak dilakukan dengan penimbangan. Kegiatan pada saat penimbangan awal meliputi pemasangan ear tag, penimbangan individu, treatment berupa vitamin (injectamin) dengan dosis 5 ml/ekor, vaksinasi serta pengelompokan ternak berdasarkan jenis kelamin, berat, dan kondisi kesehatan. Rianto dan Endang (2010), menambahkann bahwa sebelum program pemeliharaan dilakukan penanganan ternak yaitu kebersihan kandang, karantina, vaksinasi dan recording estrus. Kegiatan pembersihan kandang, adanya karantina dan vaksinasi dilakukan agar ternak terhindar dari bibit penyakit dan menciptakan kenyamanan bagi lingkungan. Kegiatan recording dilakukan agar ternak dapat terdata dengan baik sehingga produktivitas dapat terhitung dengan baik). Perbandingan hasil dengan literatur yang ada maka hasil yang diperoleh cukup sesuai.

Recording
Tahapan recording
            Recording adalah proses pengambilan data yang atau menerjemahkan informasi ke format rekaman yang disimpan pada beberapa media penyimpanan , yang sering disebut sebagai catatan atau, terutama jika media auditori atau visual, rekaman (Mcwilliams,1997). Tahapan recording pada praktikum sistem pemeliharaan sapi dilakukan dengan pengamatan dan diskusi bersama asisten. Hasil diskusi didapatkan tahpan recording kandang laboratorium ternak potong, kerja dan kesayangan fakultas peternakan universitas Gadjah Mada, saat ternak lahir, datang, dan atau mati. Ternak didata dan diindentifikasi jenis banga sapi, jenis kelamin dan berat badanternak diidentifikasi terlebih dahulu selanjutnya dilakukan proses pengelompokkan agar memudahkan dalam mengambil data. Langkah terakhir adalah recording dari segala aspek.
Ayu (2015), manfaat recording adalah memudahkan pengenalan terhadap ternak, memudahkan dalam melakukan penanganan, memudahkan manajemen pemeliharaan ternak, menghindari dan mengurangi kesalahan nama, memudahkan dalam melakukan seleksi ternak, menghindari terjadinya inbreeding, dan menjadikan pekerjaan lebih efektif. Perbandingan antara hasil dengan literatur yang ada menunjukan hasil yang didapat sudah sesuai.
Macam recording
Recording identifikasi ternak data yang diambil meliputi bangsa, warna, jenis kelamin. Recording ternak data yang diambil meliputi jenis ternak yang dipelihara, recording pakan data yang diambil meliputi  pemberian pakan  dan jenis pakan. Recording kesehatan data yang diambil meliputi kondisi kesehatan selama pemeliharaan. Recording perkawinan data yang diambil meliputi tanggal perkawinan, identitas betina dan pejantan. Recording kelahiran data  yang diambil meliputi waktu dan tanggal lahir. Recording penimbangan bobot badandata yang diambil meliputi berat badan, ADG. Recording mobilisasi ternakdata  yang diambil meliputi   ternak ke kandang satu ke kandang lainnya. Recording pemotongandata yang diambil meliputi  berat karkas dan perbandingan MBR. Recording finansial data yang diambil meliputi  keuntungan, kerugian, BEP, harga jual dan beli.
Macam recording meliputi identifikasi, dokumentasi, catatan khusus dan sertifikat ternakmenurut Sunardi (2015). Pendapat tesebut secara spesifik dijelaskan oleh Baliarti et al., (2013) bahwa macam recording yaitu recording identifikasi, recording klasifikasi dan pengelompokan ternak, recording segala aspek (pakan, kesehatan, breeding, fattening, recordingbedasarkan periode (harian, mingguan, bulanan dan tahunan), recording bedasarkan jumlah (individu dan kelompok. Ayu (2015) menambahkan bahwa secara umum macam recording adalah recording identitas, recording dokumentasi, recoding catatan khusus seperti recording kelahiran, reproduksi dan kematian, dan recording sertifikat ternak meliputi asal usul tetua. Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan literatur. Perbandingan antara hasil dengan literatur yang ada menunjukan hasil yang didapat sudah sesuai.



Komposisi dan Struktur Ternak
            Kegiatan praktikum yang dilakukan meliputi identifikasi bangsa dan perhitungan jumlah ternak menurut bangsa. Langkah selanjutnya jumlah ternak dihitung secara total. Berikut adalah hasil yang diperoleh selama praktikum.
Tabel 2 . Komposisi dan struktur ternak sapi
Bangsa
Anak
Muda
Dewasa
Total
Jantan
Betina
Jantan
Betina
Jantan
Betina
Jawa
1
1
0
2
0
4
8
PO



3

1
4
Total
1
1
1
5

5
12
Hasil praktikum menunjukan komposisi struktur ternak pada kandang adalalah sebagai berikut. Ternak yang diamati adalah ternak bangsa jawa dan Peranakan Ongol. Jumlah sapi jawa pada tahap pedet jantan dan betina masing-masing satu ekor. Jumlah sapi jawa pada tahap ternak betina hanya 2 ekor. Jumlah sapi PO betina dewasa adalah 1 ekor.          Redaksi AgroMedia (2009), menyatakan bahwa dalam usaha penggemukan sapi yang digunakan adalah sapi jantan dikarenakan sapi jantan memiliki pertambahan berat badan harian yang lebih besar dari sapi betina. Pendapat tersebut diperjelas oleh Susilawati dan Masito (2010)  bahwa sapi peranakan ongole merupakan persilangan antara pejantan sapi Sumba Ongole dengan sapi betina lokal di Jawa yang berwarna putih. Perbandingan antara hasil dan literatur yang ada maka hasil yang didapat sudah sesuai.



Perkandangan
Lokasi
             Lokasi praktikum sistem pemeliharaan ternak potong adalah di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan. Kandang tersebut berdekatan dengan akses jalan raya, berdekatan dengan lahan hijauan pakan, jauh dengan pemukiman. Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM BI (2013), menjelaskan bahwa,  hal yang menentukan dalam pemilihan suatu lokasi adalah ketersediaan pakan agar sistem produksi tetap berjalan secara berkelanjutan. Jumlah ternak yang dipelihara harus sesuai dengan kapasitas tampung kandang. Persyaratan lokasi adalah topografi relatif datar, kesuburan tanah cukup untuk penanaman hijauan, sarana dan prasarana memadai, dan mudah terjangkau oleh kendaraan.                                            Susilawati dan Masito (2010) meperkuat gagasan tersebut bahwa lokasi yang ideal untuk mebangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai, kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang. Syarat lainnya adalah tersedianya sumber air untuk minum, memandikan ternak, dan membersihkan kandang, dekat dengan sumber pakan, transportasi mudah, terutama untuk pengadaan pakan dan pemasaranan serta areal yang ada dapat diperluas. Berdasarkan literatur, hasil yang diperoleh pada saat praktikum belum sesuai dengan literatur sehingga lokasi kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan belum ideal.


Tata letak kandang
             Berdasarkan hasil praktikum didapatkan tataletak kandang sebagai berikut.
40
 
Kantor
 
K. Kuda
 
39
 
     U
Lahan hijauan pakan
 
 










Kandang umbaran sapi
 
T. Penampungan limbah
 
G. Pakan    R. Diskusi

KM                            21

R.Chopper        23

 
                                    22
 
12
 
14
 
13
 
*      1
 
11
 
10
 
19
 
16
 
18
 
17
 

 
15
 
R. Asisten         20
 

Keterangan :
1.Kandang kelinci
2. Kandang Peranakan Etawa 1
3. Kandang Peranakan Etawa 2
4. Kandang Jepit
5. Kandang Beranak 1
6.Kandang Beranak 2
7. Kandang Beranak 3
8. Kandang Beranak 4
9. Garasi
10. Kandang domba 1
11.Kandang domba 2.
12.Kandang domba 3.
13.Kandang domba 4
14.Kandang domba 5.
15. Kandang sapi 1
16. Kandang sapi 2
17. Kandang sapi 3
18  Kandang sapi 4
19. Kandang sapi 5
20. Kandang sapi 6
21. Kandang sapi 7
22. Kandang sapi 8
23. Kandang sapi 9
24.Kandang umbaran kambing 1
25.Kandang umbaran kambing 2
26.Kandang lepas sapih 1
27.Kandang lepas sapih2
28.Kandang lepas sapih3
29.Kandang lepas sapih4
30.Kandang lepas sapih5
31.Kandang lepas sapih6
32.Kandang lepas sapih7
33.Kandang lepas sapih8
34.Kandang umbaran lepas sapih
35. Kandang umbaran kuda
36.Kandang kuda 1
37.Kandang kuda 2
38.Kandang kuda 3
39.Kandang kuda 4
40.Kandang kuda 5

Gambar 2. Tata letak kandang sapi
Fungsi layout perkandangan dalam skala industri peternakan ternak potong memiliki peranan yang sangat penting, karena dengan membuat sketsa (layout) terlebih dahulu seorang peternak dapat merencanakan dengan matang tata letak kandang yang efektif dan efisien untuk kegiatan produksi. Hardiansyah (2013), fungsi dari layout adalah memaksimalkan peralatan dengan baik, meminimumkan kebutuhan tenaga kerja, membuat aliran produksi efisien dari waktu dan tenaga, mengurangi kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan, serta meningkatkan kerapihan dan kebersihan.
Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa fasilitas kandang yang ada di kandang milik Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan sudah cukup lengkap. Fasilitas tersebut diantaranya gudang pakan yang berfungsi menyediakan pakan konsentrat bagi beberapa sapi yang ada di kandang. Fasilitas selanjutnya adalah aula yang dipergunakan untuk tempat pertemuan, berbagai macam kandang seperti kandang kuda, kandang reproduksi, kandang lepas sapih, kandang umbaran, kandang induk, dan kandang kelinci. Ruang asisten dan ruang diskusi dipergunakan untuk fasilitas bagi praktikan untuk berdiskusi dengan asisten. Lahan hijauan untuk menyediakan pakan bagi para ternak.
Rianto dan Endang (2010) meyatakan bahwa, bangunan yang ada di lingkungan kandang antara lain gudang pakan, silo, reservoir air, kamar obat, rumah karyawan, kantor kepala, prasarana transportasi, padang gembala, rumah timbangan ternak, tempat umbaran, kandang air, drainase, tempat pembuangan kotoran. Perbandingan hasil dengan literatur yang ada maka hasil yang diperoleh cukup sesuai.
Karakteristik kandang
             Kegiatan praktikum yang dilakukan adalah pengamatan secara visual terhadap karakteristik setiap kandang. Penyediaan kandang untuk sapi dimaksudkan sebagai tempat bernaung terhadap cuaca, tempat beristirahat, dan juga mempermudah dalam pemeliharaan. Misalnya dalam proses penggemukkan, kandang dibuat untuk membatasi ruang gerak agar penimbunan daging dan lemak cepat terjadi serta penambahan bobot badan lebih cepat (Syafrial et al., 2007).



Tabel 3. Hasil pengamatan karakteristik kandang sapi
Pengamatan
Kandang
1
2
3
Jenis kandang
Individu
Umbaran
Induk
Atap
Bentuk: monitor
Bahan: Asbes
-
Bentuk: monitor
Bahan: Genteng
Dinding
Semen
-
Semen
Alas
Semen
Paving block
Semen
Ukuran lokal kandang
18,88 m2
-
20 m2
Isi ternak
5
7
3
Ukuran bangunan kandang
379 m2
188 m2
327 m2
Ukuran tempat pakan
19,82 m3
17,6 m3
13,25 m3
Ukuran tempat minum
14,04 m3
8,28 m3
11,52 m3
Ukuran selokan
8,4   m3
6,4  m3
7,56  m3
Kemiringan kandang
2%
0
2%
Kemiringan selokan
1%
1%
1%
Floor space
9,44 m2/ekor
94,37 m2/ekor
109,44 m2/ekor
 Pesyaratan kandang menurut Rianto (2004) yaitu kandang hendaknya dibuat dari bahan yang murah, kuat serta mudah didapatkan, pertukaran udara berlangsung baik, sinar matahari dapat masuk , kandang mudah dibersihkan, kandang jauh dari tempat tinggal, lingkungan kandang bersih dan kering serta tidak banyak dilewati lalu lintas umum . Pendapat tersebut diperjelas oleh Departemen Pengembangan dan Akses Keuangan dan UMKM (2013), persyaratan kandang yang baik antara lain (1) kontruksi kandang harus kuat, (2) terbuat dari bahan yang ekonomis dan mudah diperoleh, (3) sirkulasi udara dan sinar matahari cukup, drainase dan saluran pembuangan limbah baik dan mudah dibersihkan, (4) kandang mudah diakses terhadap transportasi, dekat dengan sumber air, (5) tidak menganggu sumber air, (6) tidak mengganggu lingkungan, (7) serta lokasi yang kering dan tidak tergenang saat hujan.
Jenis kandang.  Terdapat tiga jenis kandang yang diamati yaitu kandang umbaran, kandang kandang indukan. Abidin (2002) menyatakan bahwa secara umum terdapat dua tipe kandang yaitu kandang individu dan kandang koloni. Kandang individu dapat  memacu pertumbuhan sapi potong lebih pesat dimana ruang gerak sapi terbatas, sehingga jenis kandang ini cocok untuk pemeliharaan dengan tujuan penggemukan.
            Pendapat tersebut diperjelas oleh Syafrial et al. (2007) menjelaskan bahwa, penyediaan kandang untuk sapi yang digemukkan dimaksudkan sebagai tempat bernaung terhadap cuaca dan untuk membatasi ruang gerak agar penimbungan daging dan lemak cepat terjadi serta penambahan bobot badan lebih cepat. Penggunaan alas kandang diperlukan agar sapi tidak kotor, untuk menyerap urine dan kotoran. Ukuran kandang sapi kurang lebih 2 x 1,25 meter. Kondisi sapi di kandang individual lebih tenang dan tidak mudah stres.
            Kandang koloni dipergunakan bagi sapi bakalan dalam satu periode penggemukan yang ditempatkan dalam satu kandang dengan luas minimum 6 m2. Model kandang koloni memiliki kelemahan karena dapat terjadi persaingan antara sapi dalam memperebutkan pakan, akibatnya sapi yang menang akan memilki pertumbuhan yang cepat. Dibandingkan dengan tipe kandang individu, pertumbuhan sapi di kandang koloni relatif lebih lambat karena ada energi yang terbuang akibat gerakan sapi yang lebih leluasa. Kebersihan kandang juga harus diperhatikan karena kotoran dan urin sapi akan segera terinjak-injak oleh sapi. Kandang koloni menurut Rianto (2004) menyatakan bahwa kandang koloni merupakan kandang yang tidak mempunyai penyekat, atau apabila diberi sekat, ukuran kandang reatif luas untuk memelihara kambing dan domba sekaligus. Kandang ini cocok untuk membesarkan bakalan, atau memelihara betina calon induk dan induk kering (betina yang tidak bunting atau menyusui). Perbandingan antara hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai
            Atap kandang.  Selama pengamatan atapa yang diidentifikasi adalah atap jenis monitor untuk atap jenis 1 dan 3 , sementara atap kandang jenis 2 adalah tidak beratap. Berhubung kandang dibuat pada dataran rendah, kandang yang paling baik adalah jenis monitor. Model atap monitor lebih cocok untuk daerah dataran rendah, karena atap monitor efisien menyerap panas. Pendapat tersebut diperkuat oleh Hartati (2007), pembuatan atap kandang harus memerhatikan iklim. Pembuatan kandang pada daerah panas (dataran rendah), sebaiknya mengunakan bahan genting sebagai atap kandang. Bentuk dan model atap kandang hendaknya menghasilkan sirkulasi udara yang baik di dalam kandang, sehingga kondisi lingkungan dalam kandang memberikan kenyamanan ternak. Atap  kandang yang paling baik dihadapkan menghadap ketimur.  Hal ini dikarenakan sinar matahari pagi secara langsung dan untuk menghindari teriknya sinar matahari waktu siang, dengan demikian sinar matahari sebagai pembunuh kuman dan pengering kandang dapat dimanfaatkan secara optimal (Neufert, 2002).  Perbandingan antara hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai.
Dinding dan alas. Selama praktikum dinding dan alas yang ditemui sebagai berikut. Dinding-dinding terbauat dari semen dan alas kandang 1 dan 3 terbuat dari semen serta alas kandang 3 terbuat dari palving block. Ngadiyono (2012), menyatakan bahwa dinding kandang harus dibuat sesuai dengan kondisi ternak yang akan dipelihara. Dinding kandang sebagai penahan angin secara langsung harus dibuat tidak mudah lepas dan kuat. Bahan untuk pembuatan dinding dapat dari kayu, bambu atau tembok.         
Susilawati dan Masito (2010) menyatakan bahwa lantai kandang harus kuat, tahan lama, tidak licin dan tidak terlalu kasar, mudah dibersihkan dan mampu menopang beban yang ada diatasnya. Lantai kandang dapat berupa tanah yang dipadatkan, beton atau kayu yang kedap air. Biasanya lantai tanah diberi tambahan litter berupa serbuk gergaji atau sekam, dan bahan lainnya seperti kapur atau dolomite sebagai dasar alas. Bila kondisi litter kandang becek, dilakukan penambahan serbuk gergaji yang dicampur dengan kapur atau dolomite. Lantai kandang berupa beton atau kayu sebaiknya dibuat miring ke belakang untuk memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga kondisi lantai tetap kering. Perbandingan antara hasil dan literatur yang ada maka hasil yang didapat sudah sesuai.
            Ukuran lokal kandang. Ukuran lokal kandang sapi pada kandang Fakultas Peternakan UGM yaitu pada kandang koloni adalah 24,31 m x 6,25 m, individu I 3,6 m x 3 m, individu II 3,77 m x 3 m. Ukuran bangunan kandang koloni adalah 24,31 m x 6,25 m, individu I 24,85 m x 10,2 m, individu II 27,8 m x 11,7 m.  Sugeng (2003)  menambahkan kapasitas kandang kelompok untuk pedet umur 4 sampai dengan 8 minggu adalah 1 m per ekor, dan umur 8 sampai dengan 12 minggu adalah 1,5 m/ ekor. Ketinggian dinding keliling 1 meter. Setiap kelompok sebaiknya tidak melebihi 4 ekor. Karena dapat menekan penyebaran penyakit, terutama scours. Kapasitas kandang untuk ternak dewasa adalah 10 ekor ternak per 150 m2 . Santosa (2010) berpendapat bahwa kandang koloni memiliki ukuran standar yang dapat digunakan sapi, yaitu tidak boleh kurang dari 4,67 m2/ekor dengan volume kandang adalah 5 hingga 6 m3/ekor dan floor space 2 m2/ekor. Kemiringan kandang adalah selesih tinggi permukaan air pada selang ukur dibagi  jarak tinggi pengukuran dikali 100%.    
            Ukuran tempat pakan dan tempat minum. Hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa tempat pakan dan tempat minum ukuran dan bentuknya bervariasi. Namun, kurang sesuai dengan literatur.  Tempat pakan dan tempat minum dibuat didepan kandang dengan perbandingan 2:1. Tempat pakan dan tempat minum itu dibuat setinggi 0,5 sampai 1 meter dari permukaan tanah sehingga sapi dapat mudah makan dan minum.  Tempat pakan dan tempat minum dibuat dari bahan semen atau papan kayu dengan dasar rapat agar pakan tidak mudah tercecer dan mudah dibersihkan  (Fikar et al., 2010). Tempat pakan berukuran ( 60 x 80 x 40 ) cm, sedangkan tempat minum berukuran ( 60 x 40 x 40 ) cm tiap ekor ternak (Syafrial et al., 2007).
            Kemiringan kandang dan selokan  Kemiringan kandang dan selokan  yang ideal untuk suatu usaha  didasarkan oleh  jenis bahan yang melapisi permukaan jalan air yang  mengalir. Berhubung posisi kandang yang miring dan selokan dilapisi beton maka kemiringannya berkisar 4 sampai 6%  dan selokan dengan kemrigan 1% sangat efektif diperkotaan (Ditjen Bina Marga, 2006). Perbandingan antara hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai.
Floor space. Berdasarkan hasil pengamatan, kepadatan kandang (floor space) dapat diperoleh dari perhitungan luas kandang dibagi dengan jumlah ternak. Kepadatan kandang sapi individu yaitu 9,44 m2/ekor, kepadatan kandang sapi umbaran  yaitu 9,437 m2/ekor, kepadatan kandang sapi induk yaitu 10,08 m2/ekor.  Kepadatan kandang tersebut tidak sesuai dengan literatur karena terlalu padat kandangnya. Kepadatan kadang sapi harus diperhatikan agar tidak saling berdesakan sehingga dapat menimbulkan efek negatif. Kebutuhan ternak dewasa untuk pemelihraan rata-rata 3 sampai 4 m2/ekor  (Reksohadiprojo cit. Oktaviani, 2009).
Fasilitas  pendukung, perlengkapan, dan peralatan kandang
            Kegiatan praktikum yang dilakukan adalah mengamati berbagai fasilitas, perlengkapan dan peralatan yang ada di kandang. Langkah kedua adalah dihitung jumlah yang ada lalu diidentifikasi fungsi dari setiap benda yang ditemukan di kandang. Fasilitas kadang yang dijumpai antara lain tiga buah kamar mandi yang berfungsi sebagai tempat mandi, membersihkan diri, dan buang air. Sebuah aula yang berfungsi untuk tempat berkumpul, tiga buah gudang pakan berfungsi sebagai tempat penyimpanan pakan hijauan dan konsentrat, sebuah ruang diskusi, sebuah dapur, sebuah mushola, ruang asisten sebagai tempat asisten berkumpul dan sebuah garasi.
            Perlengkapan kandang berupa 20 buah tempat pakan, 19 buah tempat minum dan sebuah mesin copper yang berfungsi untuk mencacah hijauan sedangkan peralatan yang dapat dijumpai disekitar kandang diantaranya sekop berfungsi untuk membersihkan feses, ember untuk berfungsi mengangkut pakan, troli berfungsi untuk membantu distribusi pakan.
            Departemen Pengembangan Akses keuangan UMKM BI (2013), perlengkapan yang ada dikandang meliputi tempat pakan dan tempat minum sedangkan peralatan yang biasa digunakan di kandang antara lain ember, sabit, sekop, dan kereta dorong atau troli. Berdasarkan literatur, berbaga perlengkapan dan peralatan yang ada di kandang saat praktikum sesuai dengan literatur sehingga kandang yang digunakan cukup ideal untuk sistem pemeliharaan.
Suhu dan kelembaban
            Pengamatan suhu dan kelembaban dilakukan pada pagi pukul 06.40 WIB, siang pukul 13.30 WIB dan sore pukul 16.00 dengan cara melihat hygrotermometer. Hasil yang diperoleh pada pagi hari adalah suhu 27,2 , kelembaban 96% dan THI (Temperature Humidity Indeks) sebesar 70,12. Siang hari diperoleh suhu 32,6, kelembaban 66% dan THI (Temperature Humidity Indeks) sebesar 76,42 sedangkan sore hari diperoleh suhu 30,6 , kelembaban 78% dan THI (Temperature Humidity Index) sebesar 70,92.
Abidin (2008), temperatur optimum untuk sapi potong tumbuh dengan baik berada di kisaran 10 sampai 27ºC dan kelembaban ideal antara 60 sampai 80%. Sapi termasuk hewan yang peka terhadap perubahan suhu lingkungan, terutama perubahan yang drastis sehingga suhu yang tinggi bisa menyebabkan konsumsi pakan menurun dan berakibat pada menurunnya laju pertumbuhan dan kemampuan reproduksi. Indeks kelembaban suhu (THI) dikembangkan sebagai indikator risiko beban panas.THI menggabungkan pengukuran suhu lingkungan dan kelembaban.THI tidak memasukkan dampak dari radiasi matahari atau kecepatan angin dan karena itu adalah beban ukuran panas lebih akurat  daripada  indeks yag lain  untuk mengukur input ini.
 Rumus untuk memperkirakan THI adalah: 0,8 * T + RH * (T-14.4) + 46.4di mana T = ambien atau suhu kering-bola dalam ° C dan RH = kelembaban relatif dinyatakan sebagai proporsi yaitu 75% kelembaban dinyatakan sebagai 0,75. Hasil yang didapat kemudian dicocokan dengan tabel  4.  Hasil  THI menurut Livecorp (2015)  yang dikutip dari veterinary handbook cattle, sheep and goatmenunjukan bahwa ternak yang diamti jika diimplementasi ke dalam tabel tidak sesuai karena menunjuka level sangat  setres. Ketidaksesuaian tersebut dikarenakan  ternak dalam kondisi THI tidak mengalami  hambatan atau kesakitan dalam melangsungkan aktivitas hidupnya. Perbandingan antara hasil dan literatur yang ada maka hasil yang didapat tidak sesuai.
Tabel 4. THI sapi
Description: http://www.veterinaryhandbook.com.au/images/handbook/contentImg21.jpg
                                                                                    (Livecorp, 2015)
Pakan
Bahan pakan
            Hasil diskusi diperoleh bahwa bahan pakan yang digunakan dalam pemeliharaan ternak sapi di kandang laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan adalah konsentrat berupa Nutrifeed dengan BK 86%, PK 13%, berasal dari Klaten dengan harga Rp. 2.000.00,-/kg. Bahan pakan selanjutnya adalah kleci dengan BK 89,75%, PK 15,06%, berasal dari Bantul dengan harga Rp. 3.700.00,-/kg. Bahan pakan yang lainnya adalah hijauan berupa rumput raja dengan BK 28% yang berasal dari lahan hijauan yang dimiliki oleh kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan. Kleci menurut Supriyadi (2013) menyebutkan bahwa kandungan PK  2,1 % , LK 3,54 % ,SK20,97%, abu 1,6%, TDN 42,74%, BK 90,22%. Nutrifeed memiliki kandungan PK 14,44 % , LK 2,77%, SK 15,72%, abu 10,25% dalam keadaan as feed (Nutrifeed, 2013). Kandungan nutrisi pada rumput raja terdiri dari protein kasar 13,5%, lemak 3,5%, NDF 59,7%, abu 18,6%, kalsium 0,37%, fosfor 0,35% (Hartadi et al, 2005)
            Utomo et al. (2008) menjelaskab bahwa, bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, tanpa mengganggu kesehatan pemakannya. Dedak padi, ampas tahu, ampas tapioka sering digunakan sebagai pakan penguat untuk sapi penggemukan dan sebagian kecil peternak telah menggunakan mollases, multi nutrien block dan vitamin supplements (Sodiq, 2011 cit. Sodiq dan Budiono, 2012). Perbandingan antara hasil dan literatur yang ada maka hasil yang didapat sudah sesuai.
Proses penyusunan pakan
             Hasil diskusi  yang diperoleh, diketahui  bahwa proses penyusunan pakan dilakukan langsung di kandang dengan cara memberikan hijauan yang sudah dicopper dan konsentrat kering secara langsung lalu dicampurkan dengan presentase hijauan sore hari lebih banyak dari pagi hari. Sarwono dan Arianto (2003) menjelaskan pakan sapi untuk  pada umumnya berupa hijauan segar dan konsentrat. Susilawati dan Masito (2010)  menambahkan bahwa konsentrat adalah campuran dari beberapa bahan pakan untuk melengkapi kekurangan gizi dari hijauan pakan ternak. Campuran bahan pakan konsentrat yang diberikan pada ternak sangat tergantung kepada harga dan ketersediaan bahan pakan di sekitar lokasi usaha penggemukan ternak sapi. Perbandingan antara hasil dan literatur yang ada maka hasil yang didapat  sudah sesuai
Metode pemberian pakan
            Hasil diskusi yang diperoleh, diketahui bahwa metode pemberian pakan hijauan adalah mencacah dengan bantuan mesin copper selanjutnya pemberian konsentrat dengan kondisi kering. Jumlah hijauan yang diberikan setiap sore hari adalah 15 kg/ekor sedangkan jumlah pemberian konsentrat yang diberikan setiap pagi adalah 5 kg/ekor.
            Halifah (2010) menjelaskan bahwa, waktu pemberian pakan diatur 2 kali sehari pagi dan sore dalam bentuk pakan hijauan dan konsentrat. Jumlah pemberian hijauan kurang lebih 10% dari bobot badan sapi, lebih baik dipotong-potong (2 sampai 5 cm) agar lebih mudah dicerna. Santoso (2001) menambahknan ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah dan metode pemberian pakan, yaitu bangsa, jenis kelamin, populasi ternak, umur, status reproduksi, jenis tempat pakan, dan kondisi kesehatan ternak. Pemberian dilakukan secara ad libitum dimana pakan yang diberikan tersedia terus menerus (Utomo, 2012).Perbandingan antara hasil dan literatur yang ada maka  hasil yang didapat sudah sesuai.

Reproduksi
Deteksi birahi
            Pengamatan yang  diperoleh selama pemeliharaan adalah sebagai berikut. Tanda-tanda birahi adalah ternak gelisah, sering menaiki ternak lain atau diam dinaiki ternak lain, vulva merah, bengkak, dan hangat. Berdasarkan pengamatan pada saat praktikum tidak ada ternak sapi yang terdeteksi birahi. Abidin et al., (2012) menjelaskan bahwa, birahi merupakan fisiologi reproduksi yang sangat penting dalam usaha peningkatan populasi dengan menggunakan inseminasi buatan. Susilawati dan Masito (2010) menambahkan tanda-tanda birahi adalah sapi gelisah dan terlihat sangat tidak tenang, sapi sering melenguh-lenguh, mencoba menaiki sapi lain dan akan tetap diam bila dinaiki sapi lain, pangkal ekor terangkat sedikit dan keluar lendir jernih transparan yang mengalir melalui vagina dan vulva, sapi menjadi diam dan nafsu makan berkurang.
Pertamakali dikawinkan
             Hasil diskusi diperoleh bahwa umur betina pertama kali dikawinkan adalah 1,5 sampai 2 tahun sedangkan umur jantan pertama kali dikawinkan adalah 2,5 tahun. Susilawati dan Masito (2010) menjelaskan bahwa ada dua cara perkawinan yaitu kawin alam dengan melalui distribusi pejantan unggul terseleksi dari bangsa lokal atau impor dan kawin buatan dengan proses pembuatan mudah, dapat dikerjakan oleh kelompok tani, motilitas dan sperma hidup lebih tinggi serta dapat disimpan dalam kulkas dengan suhu 5 selama 7 sampai 10 hari serta mudah diterapkan di lapangan sedangkan kekurangannya adalah daya simpan hanya 10 hari. Gagasan tersebut diperkuat oleh Guntoro (2002) bahwa sapi potong dapat mengalami pubertas pada umur 1,5 tahun, siap dikawinkan 2 tahun dengan masa kebuntingan 280 sapi 290 hari.  Perbandingan antara hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai.
Penentuan saat mengawinkan
             Hasil diskusi yang diperoleh, diketahui bahwa penentuan saat mengawinkan ialah harus sudah dewasa kelamin dan dewasa tubuh. Selain itu ternak betina harus dalam keadaan estrus. Penentuan dikawinkan berjarak antara 9 sampai 18 jam setelah puncak estrus. Penentuan saat mengawinkan di kandang Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan sebagai berikut. Perkawinan ternak secara umum tergantung pada siklus estrus, usia dewasa kelamin, lama birahi, dan lama bunting.
 AAK (2000) menjelaskan bahwa antara dewasa kelamin dan dewasa tubuh tidak berlangsung secara bersamaan, tetapi dewasa kelamin terlebih dahulu. Oleh karena itu, pada saat mengalami birahi yang pertama sapi belum dapat dikawinkan karena harus menunggu sampai mencapai dewasa tubuh. Sapi yang birahi pada pagi hari maka pada pagi hari berikutnya segera dikawinkan dan sebaliknya, jika birahi pada sore hari, maka pagi berikutnya dikawinkan (Darmono, 1995). Perbandingan antara hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai.
Metode perkawinan
            Hasil diskusi yang diperoleh, diketahui bahwa metode perkawinan yang digunakan pada sistem pemeliharaan di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan adalah inseminasi buatan. Desinawati dan Isnaini (2010) menjelaskan dalam mengawinkan sapi peternak menggunakan 100% sistem perkawinan Inseminasi Buatan (IB). Kelebihan dari kawin buatan dengan proses pembuatan mudah, dapat dikerjakan oleh kelompok tani, motilitas dan sperma hidup lebih tinggi serta dapat disimpan dalam kulkas dengan suhu 5 selama 7 sampai 10 hari serta mudah diterapkan di lapangan sedangkan kekurangannya adalah daya simpan hanya 10 hari. Perbandingan antara hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai.
Deteksi kebuntingan
            Deteksi kebuntingan merupakan semua tindakan yang dilakukan untuk mengetahui status kebuntingan ternak dalam waktu tertentu. Deteksi kebuntingan  dilakukan dengan cara USG, palpasi rektal dan pengamatan tingkah laku. Deteksi kebuntingan dapat dilakukan dengan biopsi vaginal (mengambil perbedaan tinggi epitel vagina dan kandungan sel), radiologi (bedasarkan tulang belakang fetal pada gambaran x-ray), uji DEEA Gestdect ( bedasarkan corpus luteum persistan) (Widayati, 2008).                  Secara visual kita dapat mengamati kondisi ternak bunting. Ternak yang bunting  ciri-cirinya tempramennya tenang dan tidak minta kawin lagi, menjelang 5 bulan ambing dan perutnya membesar pada bagian kanan, pada umur kebuntingan tua ditandai dengan gerakan dari anak dalam perut, dan tingginya progesteron dalam susu pada ternak.  Ciri-ciri ternak bunting menurut Rismayanti (2010) tanda-tanda umum yang tampak adalah birahi berikutnya tidak timbul lagi. Ternak lebih tenang. Tidak suka dekat dengan pejantan. Nafsu makan agak meningkat. Terkadang menggesekan badannya ke dinding atau menjilati dinding kandang. Pertengahan kebuntingaan ternak, perutnya nampak besar pada bagian kanan dan ambing agak turun posisinya.Mafaat kita mengetahui ternak bunting adalah memiliki nilai ekonomis yang penting yaitu susu dan anak, mengetahui perlakuan yang tepat, kehilangan waktu untuk produksi dapat dikurangi karena  infertilitas , berkurangnya biaya bereeding / progm yang mahal seperti perlakuan dengan hormon.
            Hastuti (2008) menambahkan, tanda-tanda sapi potong bunting adalah peningkatan nafsu makan, tidak menunjukkan gejala birahi lagi dan perilaku menjadi lebih tenang. Kebuntingan pada sapi potong secara pasti dapat diketahui dengan memeriksa secara teliti terhadap sapi yang telah di IB tersebut. Hasil yang diperoleh pada saat praktikum telah sesuai dengan literatur.
Penanganan kelahiran
            Hasil diskusi yang diperoleh, diketahui bahwa penanganan ternak pada saat kelahiran ada tiga macam, yaitu penanganan ternak sebelum kelahiran, penanganan ternak pada saat kelahiran, dan penanganan ternak sesudah kelahiran. Penanganan ternak sebelum kelahiran meliputi pemisahan induk bunting dengan ternak lainnya, dan lantai kandang diberi beding atau alas biasanya adalah jerami yang berfungsi untuk menyelamatkan pedet yang baru lahir. Penangan ternak pada saat kelahiran meliputi indukan yang sedang melahirkan diberi sedikit air gula agar menambah energi, penanganan selanjutnya adalah apabila induk mengalami kesusahan saat melahirkan maka bisa diberikan suntikan hormon seperti hormon oksitosin.
Penanganan ternak sesudah kelahiran untuk induk adalah mengarahkan agar induk menjilati anaknya untuk menghilangkan lendir berlebih namun jika induk tidak ingin menjilati anakannya maka anakan ditaburi oleh garam agar meningkatkan palatabilitas indukan. Penanganan selanjutnya adalah ambing induk diberi air hangat, lalu induk diberi obat cacing. Penanganan anakan setelah kelahiran diantaranya adalah pemotongan tali pusar kemudian diberikan iodine, penanganan selanjutnya adalah pemberian kolostrum dan obat cacing selama tiga bulan. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Ngadiyono (2007), yaitu semua lendir yang ada pada bagian mulut hidung, dan tubuh harus dibersihkan. Tali pusarnya dipotong sepanjang 10 cm dan diolesi dengan iodin untuk mencegah infeksi atau radang pusar. Ambing induk dibersihkan dengan air hangat agar pada saat pedet menyusu, ambing sudah bersih dan tidak terkontaminasi bakteri. Perbandingan antara hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai

Perawatan dan Kesehatan Ternak
Perawatan ternak
            Hasil praktikum yang diperoleh, diketahui  bahwa ada tiga macam kegiatan perawatan ternak yaitu perawatan ternak masuk, pemeliharaan ternak, dan perawatan ternak keluar. Perawatan ternak masuk meliputi dikarantina, ditimbang, diberi obat cacing, dan direcording. Pemeliharaan ternak yaitu diberi pakan, dimandikan, pencukuran kambing atau domba, dan pemberian obat cacing tiga bulan sekali. Perawatan ternak keluar yaitu ternak ditimbang dan direcording.
            Syafrial et al. (2007) menjelaskan, tindakan pencegahan penyakit pada sapi adalah dengan menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya termasuk memandikan sapi, sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat sehingga bisa dilakukan pengobatan, mengusahakan lantai kandang selalu kering, dan memeriksa kesehatan sapi secara teratur selain itu dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk Pendapat tersebut diperjelas oleh Todingan (2009), ciri-ciri sapi sehat ialah sapi yang memiliki keadaan tubuh bulat berisi, kulit lemas, tidak ada kerontokan pada bulu, selaput lendir dan gusi berwarna merah muda, bebas bergerak, tanda-tanda fisisologis berada pada kisaran normal, ujung hidung bersih, keempat kaki memperoleh titik berat yang sama, dan peka terhadap lingkungan.
Pencegahan dan pengendalian penyakit
            Hasil praktikum yang diperoleh,diketahui bahwa pencegahan penyakit berupa sanitasi lingkungan, sanitasi ternak, dan apabila ada ternak sakit maka ternak dipisahkan. Pengendalian penyakit adalah dengan pengobatan. Kusumawardana (2010) menjelaskan bahwa, pengendalian penyakit merupakan hal yang sangat penting dilakukan di setiap peternakan. Fikar dan Ruhyadi (2010) menambahkan selain dimandikan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan memotong kuku sapi saat usia 2 tahun , membersihkan kotoran dikandang dan membersihkan tempat makan serta minum.
             Astiti (2010) memperkuat gagasan tersebut bahwa pencegahan dan pengendalian penyakit penting. Hal ini  dikarenakan  penyakit pada ternak dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar bagi peternak khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Karena banyak penyakit ternak yang tidak hanya menyerang ternak tetapi juga dapat menular kepada manusia disebut penyakit zoonosis. Perbandingan antara hasil dengan literatur yang ada  penanganan kesehatan ternak telah sesuai namun kebersihan lingkungan kandang kurang diperhatikan. Terlihat feses di bawah kandang umbaran dibiarkan menumpuk yang seharusnya di bersihkan secara rutin.
Pemantauan ternak
             Pemantuan ternak  yang terdapat pada perusahaan sebagai berikut. Pemantauan ternak  dilakukan secara rutin  setiap hari bersamaan dengan pemberian pakan. Pemantuan dilakukan pada semua ternak  pada tiap pertumbuhan meliputi chempe, ternak muda, ternak yang sedang bunting. Pemantauan ternak seiring perkembangan zaman semakin modern. Perkembangan teknologi dan inovasi dalam pemantauan ternak ditujukan agar dapar meminimalkan kehilangan ternak selama pemeliharaan. Perkembangan tersebut salah satunya merupakan penelitian monitoring pergerakan hewan ternak dengan menggunakan teknologi RFID. Alat berfungsi untuk mencegah terjadinya pencurian hewan ternak sebagai peringatan dini apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan kondisi seharusnya. Cara kerja alat ini mengadopsi sistem geombang radio. Alat yang disebut tag RFID memancarkan gelombang yang akan diterima oleh penerima (RFID Reader).Setiap tag memiliki identitas unik yang akan ditransmisikan dan akan dikirim kekomputer untuk diolah. Pengolahan data tersebut diaplikasi di komputer dan memberikan gambaran secara visual tentang status hewan ternak yang masih berada dilokasi yang telah ditentukan.
Metode pemantauan ternak
             Metode pemantauan ternak sebagai berikut. Metode pementauan ternak yang dilaksanakan selama proses pemeliharaan adalah  dengan metode observasi. Observasi menurut  Alwi (2015) merupakan peninjauan secara cermat. Observasi  penting dikarenakan akan  memperoleh pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti ada atau terjadi.
Ciri- ciri ternak sehat dan sakit
            Hasil yang diperoleh pada saat praktikum, diketahui bahwa  ciri-ciri ternak sehat yaitu mata bersinar, nafsu makan baik, tidak keluar lendir berlebih, dan kaki kuat.  Ciri-ciri ternak sakit yaitu mata sayu, nafsu makan berkurang, kaki tidak simetris. Todingan (2009), ciri-ciri sapi sehat ialah sapi yang memiliki keadaan tubuh bulat berisi, kulit lemas, tidak ada kerontokan pada bulu, selaput lendir dan gusi berwarna merah muda, bebas bergerak, tanda-tanda fisisologis berada pada kisaran normal, ujung hidung bersih, keempat kaki memperoleh titik berat yang sama, dan peka terhadap lingkungan. Ciri-ciri sapi sakit ialah adanya kerontokan pada bulu, selaput lendir memerah, tanda-tanda fisiologis seperti respirasi, pulsus dan temperatur rektal berada diatas atau dibawah kisaran normal, kegiatan memamah biak dilakukan dengan tergesa-gesa, mengalami ketidakseimbangan pada keempat kakinya, dan tidak peka terhadap lingkungan. Perbandingan antara hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai
Penyakit yang sering muncul
            Hasil yang diperoleh pada saat praktikum, diketahui  bahwa penyakit yang sering muncul di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan antara lain adalah cacingan dengan gejala rambut berdiri dan penyebabnya adalah cacingan. Penyakit skabies memiliki gejala seperti korengan dan penyebabnya adalah Sarcoptes scabiei, penyakit diare memiliki gejala yaitu feses encer dengan penyebab adalah E. Coli, dan kembung dengan gejala ternak gelisah, nafsu makan berkurang dengan penyebab terlalu banyak memakan hijauan segar.
            Murtidjo (2012), bahwa penyakit parasit cacing merupakan penyakit yang secara ekonomis merugikan, karena sapi yang terserang penyakit ini akan akan mengalami hambatan pertambahan berat tubuh. Beberapa jenis penyakit yang sering menyerang ternak sapi diantaranya skabies (kudis) dengan penyebab sarcoptes memiliki gejala bulu rontok dan gatal, dan terdapat kerak diatas bulu yang gatal. Penyakit selanjutnya adalah penyakit kembung perut dengan penyebab pakan hijauan yang terlalu banyak, gejala yang timbul adalah lambung bagian kiri membesar, nafsu makan berkurang, dan sapi gelisah (Syafrial et al., 2007). Perbandingan antara hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai .
Obat yang sering digunakan
Obat yang sering digunakan sebagai berikut.  Valbendasol   yang mengandung  albendazol 112,5 mg/ml, berfunsi untuk obat cacing dengan dosis pemberian 10% BB(ml). Vermiprazol yang mengandung    albendazol 100mg/ml, berfungsi  untuk obat cacing dengan dosis pemberian 10% BB(ml). Carbasunt yang mengandung carbonat, berfunsi untuk obat luka dengan dosis pemberian secukupnya.
Povidone yang mengandung iodine, berfungsi  untuk antiseptik dengan dosis pemberian secukupnya.Gusanex yang mengandung larvisida dan antiseptik, berfungsi  untuk mencegah luka membusuk dengan dosis pemberian secukupnya. Ivervet yang mengandung     invermectin  injeksi subkutan dengan dosis pemberian 1ml/50kg BB. Norit yang mengandung karbon aktif, berfungsi  untuk obat mencret dengan dosis pemberian  6 sampai 9 tablet.
Diambung yang mengandung karbon aktif, berfungsi  untuk  obat mencret dengan dosis pemberian 6 sampai 9 tablet. Coliboot yang mengandung bolus sulfat diazin trimetoprin obat, berfungsi  untuk mencret dengan dosis pemberian 1 tablet. Neo yang mengandung kaokina kaolin, pectia obat mencret dengan dosis pemberian 5ml/50kg BB. Aquaprim yang mengandung sulfida diazine  obat injmineksi intramuskular. Vit. B Kompleks  yang mengandung B1, B2, B6, danE, berfungsi  untuk menyuplai vitamin dengan dosis pemberian  10% BB(ml). Medoxin L oksitetrasin, berfungsi  untuk antiseptik dengan dosis pemberian tibiotik10% BB(ml). Novaldon yang mengandung menthampiron, berfungsi  untuk antipiretik dengan dosis pemberian secukupnya.
Penanganan ternak sakit
            Selama pemliharaan tidak ditemukan ternak yang sakit dikarenakan semua ternak sapi dalam keadaan baik. Syafrial et al. (2007) menjelaskan bahwa, diperlukan tindakan pencegahan agar menjaga kesehatan sapi yaitu menjaga kebersihan kandang dan peralatan, sapi yang sakit dipisahkan dan segera dilakukan pengobatan, mengusahakan lantai kandang selalu kering, dan memeriksa kesehatan sapi secara teratur serta dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.

Penanganan Limbah
Macam limbah yang dihasilkan
            Macam limbah yang diketahui selama proses pemeliharaan, yaitu feses,urin, dan sisa pakan. Feses ditangani dengan diproses dibuat pupuk kompos. Urin ditangani dengan dibersihkan rutin pada pagi dan sore hari dan sisa pakan dibuang pada pagi hari dan dijadikan dengan feses ternak. Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit, lemak, darah, rambut, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain. Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat. Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba (Sihombing, 2000). Hasil pengamatan menunjukan kondisi perusahaan belum baik karena ditemui kotoran ternak yang dibiarkan pada bagian bawah belum dibersihkan. Solusinya dapat merubah bentuk selokan sehingga mempermudah pembersihan dan diberlakukannya sanitasi berkala.
Penampungan dan pengolahan limbah
            Limbah yang dihasilkan dari ternak di kandang laboratorium ternak potong, kerja, dan kesayangan ditangani dengan cara ditampung, tetapi tidak ada pengolahan lebih lanjut dari limbah tersebut. Feses hasil pemeliharaan akan dijual, tetapi untuk urin dan sisa pakan akan langsung dibuang. Ilmu pengetahuan dan teknologi limbah peternakan dapat dikonversi menjadi pupuk organik, bahan bakar dan biomassa protein sel tunggal atau etanol Sudiarto (2008). Konversi limbah menjadi pupuk organik paling sering dilakukan menjadi produk yang bermanfaat, maka selain pencemaran lingkungan hidup dapat diatasi, juga diperoleh nilai tambah pendapatan bagi pengusaha peternakan. Limbah peternakanjuga sangat potensial sebagai bahan baku pembuatan biomassa protein sel tunggal (PST) sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak, udang dan ikan. Demikian juga sebagai bahan bakar, limbah peternakan merupakan sumberdaya yang sangat potensial.


BAB III
PERMASALAHAN DAN SOLUSI

            Permasalahan yang ada dalam praktikum sistem pemeliharaan kambing dan domba di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan adalah pengolahan limbah yang belum sesuai. Limbah yang dihasilkan dari ternak yang berupa feses, urin dan sisa pakan ditumpuk di belakang kandang. lanjut. Hal ini akan menimbulkan pencemaran lingkungan dan dapat menimbulkan sumber penyakit bagi ternak dan lingkungan sekitar.
            Solusi dari permasalahan penanganan limbah adalah adanya pengolahan limbah yang dihasilkan ternak. Limbah dapat diolah menjadi pupuk organik.Pengolahan limbah selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan, juga dapat memberikan nilai tambah.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh simpulan bahwa pemilihan bibit untuk pembesaran, pemilihan calon induk dan pejantan juga pemilihan bakalan untuk penggemukan dimaksudkan untuk menghasilkan produksi yang baik. Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam pemeliharaan ternak karena memiliki pengaruh sekitar 70% dari biaya produksi, sehingga perlu dipilih dan disusun dengan baik agar produksi maksimal dan efisien. Deteksi birahi merupakan suatu cara untuk mengetahui saat ternak sedang birahi. Kesehatan ternak merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan. Pencegahan penyakit di kandang milik laboratorium ternak potong yaitu dengan sanitasi kandang, ternak, tempat pakan, minum, dan kebersihan ternaknya sehingga meminimalisir berkembangnya sumber penyakit yang dapat merugikan.

Saran
            Dihimbau untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas breeding sapi yang ada di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan seharusnya dilakukan pemilihan manajemen kandang yang tepat agar diperoleh ternak yang unggul. Manajemen pakan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan ternak agar pakan yang diberikan dapat seefektif. Selain itu perlu dilakukan optimalisasi pengolahan limbah ternak agar lebih dapat termanfaatkan.



DAFTAR PUSTAKA
AAK. 2000. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius, Yogyakarta.
Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Abidin, Z., Y. S. Ondho Dan B. Sutiyono. 2012. Penampilan Berahi Sapi    Jawa Berdasarkan Poel 1, Poel 2, Dan Poel 3. Animal Agriculture   Journal, Vol. 1. No. 2.
Alwi, Hasan. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai           Pustaka.
Astiti, L.G.S. 2010. Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit             padaTernak  Sapi.             BPTP, NTB
Baliarti, Endang., N. Ngadiyono.,G. Murdjito., I.G.S.Buidiastra., Panjono.,              T.S.M. Widi dan M.D.E. Yulianto. 2013. Ilmu  Ternak Potong,      Kerja, dan Kesayangan. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.
Darmono. 1995. Tatalaksana usaha sapi kereman. Yogyakarta: Kanisius
Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM BI. 2013. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Menengah. BI. Jakarta.
Desinawati, N., dan Isnaini, N. 2010. Penampilan Reproduksi Sapi Peranakan Simmental di Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Jurnal Ternak Tropika. Vol. 11. No. 2.
Direktorat Perbibitan Ternak. 2012. Pedoman Pelaksanaan Uji Performan Sapi Potong. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementrian Pertanian. Jakarta.
Dirjen Bina Mrga. 2006. Petunjuk Drainase Permukaan Jalan. Kementrian          Perjaan Umum, Jakarta.
Fikar, Samsil dan dadi Ruhyadi. 2010. Beternak dan Bisnis Sapi Potong.            Jakarta: PT AgroMedia Pustaka
Guntoro, S. 2002. Membudidaykan Sapi. Yogyakarta: Kanisius
Halifah, J. dan Qomariah N. 2010. Budidaya Penggemukan Sapi Potong. BPTP Sulawesi Selatan. Makassar.
Hardiansyah, Ismail. 2013. Pentingnya Perencanaan Tata Letak Kandang. www.saungdomba.com. Diakses pada 29 April 2015 pukul 13.52.
Hartati, A. R.  2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Perkembangan Peternakan. Departemen         Pertanian, Jakarta.
Hartadi, Hari., Tillman, A.D., S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusuma Dan           S.Lebdosoekoekojo. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar.        Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Hartiati., A. Rasyid., dan J. Efendy. 2010. Pemeliharaan Jantan Pemacak             Sapi Potong. Kementrian Pertanian, Indonesia.
Hasyarif, S.Y., A. Achmad., dan  M. Niswar. 2014. Monitoring  Ternak          Menggunakan Teknologi RFID. Pasca UNHAS
Kusumawardana, Chandra. 2010. Manajemen Breeding Sapi Potong Di Dinas peternakan Dan Perikanan kabupaten Sragen. Universitas Sebelas Maret. Surakarta Mutidjo, B. A. 2012. Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta.
Livecrop. 2015. Veterinary Handbook for Cattle, Sheep & Goats.     Australian Livestock Export Corporation Limited, Australia
McWilliams, Jerry. 1979. The Preservation and Restoration of Sound         Recordings. Tenn : American       Association for State and Local   History, Nashville.
Mentri Pertanian. 2003. No. 240/Kpts/OT.210/4/2003. Kementrian Pertanian,  Indonesia.
Murtidjo. 2012. Strategi Ternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta.
Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek. Erlangga Jakarta
Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. PT Citra Aji Pratama. Yogyakarta.
Pawere, F. R., E. Baliarti., dan S. Nurtini. 2012. Proporsi Bangsa, Umur, Bobot Badan Awal dan Skor Kondisi Tubuh Sapi Bakalan pada Usaha Penggemukan. Buletin Peternakan. Vol. 36. No. 3.
Poultry Shop Semarang. 2012. http://www.poultryshopsemarang.com/ 2012/06/carbasunt-spray-obat-luka-dan-anti.html. Diakses pada tanggal 6 April 2014.
Prabowo, Sigid. 2010. Ciri Eksortir Bibit Sapi Potong yang Baik. Dikases             pada   22/03/2015http://sigid.blog.ugm.ac.id/2010/04/12/ciri-           eksterior-bibit-sapi-potong-yang-baik/
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2007. Sistem Perbibitan Sapi Potong. Departemen Pertanian.
Rianto, Edy. 2004. Kandang Kambing. LPKM UNDIP, Semarang
Rianto, E dan Endang, P. 2010. Panduan Lengkap Ternak Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rismayanti, Yayan. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Domba.        Departemen Pertanian, Jawa Barat.
Redaksi AgroMedia. 2009. Petunjuk Praktis Menggemukkan Domba, Kambing, dan Sapi Potong. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Santoso, U. 2001. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Swadaya. Jakarta.
Sarwono, B dan H.B. Arianto. 2003. Penggemukan Sapi Potong secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudiarto, B. 2008. Pengelolaan Limbah Peternakan Terpadu dan Agribisnis yang        Berwawasan Lingkungan. Seminar Nasional             Teknologi Peternakan dan            Veteriner, Bandung

Supriyadi. 2013. Macam Bahan Pakan Sapi dan Kandungan Gizinya.             yogya.litbang.pertanian.go.id/.../index.php?...kandungan23:37 pada                     12/05/15

Syafrial., E. Susilawati., dan Bustami. 2007. Manajemen Pengelolaan Penggemukan Sapi Potong. Balai Penelitian dan pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jambi.
Sodiq, A., dan Budiono, M. 2012. Produktivitas Sapi Potong pada Kelompok Tani Ternak di pedesaan. Vol. 12. No. 1. Agripet.
Sugeng, Y. B. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunardi. 2005. Manfaat Recording Terhadap Dunia Peternakan. BBIB      Singosari, Malang.
Susilawati, E., dan Masito. 2010. Teknologi Pembibitan Ternak Sapi. Balai Teknologi Pertanian Jambi. Kementrian Pertanian.
Todingan, L. 2009. Pemilihan dan Penilaian Ternak Sapi Potong Calon Bibit. Dinas Peternakan. Sulawesi Selatan.
Utomo, Ristianto. 2012. Evaluasi Pakan dengan Metode Noninvasif. PT   Citra   Parama, Yogyakartaa
Utomo, R., S.P.S. Budhi, A. Agus, C.T. Noviandi. 2008. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Widayati, D.T, Kustono., Ismaya., S. Bintara. 2008. Ilmu Reproduksi          Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada

Yulianto, Purnawan dan C. Saparinto. 2011. Pembesaran Sapi Potong    Secara Itensif. PS,   Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger

Sedang apa hari ini

Sedang apa hari ini
Kegitan sehari-hari

Translate