BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Populasi manusia di dunia meningkat dalam
setiap waktunya sedangkan kebutuhan manusia terhadap pangan sumber protein pun
tidak terbatas sehingga diperlukan usaha-usaha tertentu yang mampu memenuhi
kebutuhan pangan tersebut salah satunya adalah usaha ternak potong. Hewan
ternak seperti sapi, kambing, dan domba memiliki potensi yang besar dalam
memenuhi kebutuhan protein hewani tersebut serta disukai oleh masyarakat
sehingga diperlukan adanya peningkatan populasi, kuantitas serta kualitas untuk
mendapatkan daging yang disukai masyarakat.
Akhir-akhir ini industri ternak potong terutama ternak sapi telah
berkembang pesat dikarenakan kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi daging
yang merupakan salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh tubuh.
Industri yang baik didukung oleh manajemen yang baik pula. Berbagai komoditas
usaha peternakan sangat diharapkan untuk dapat mencukupi kebutuhan daging masyarakat
yang semakin tinggi. Komoditas yang sangat lekat dengan kehidupan masyarakat,
terutama peternak kecil atau skala petani peternak usaha kambing dan domba
sangat diminati, karena membutuhkan modal harga ternak yang tidak terlalu
mahal, namun kemampuan berkembangbiaknya relative lebih tinggi dibandingkan
komoditas lain.
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu
dilakukan praktikum sistem pemeliharaan ternak potong khususnya komoditas sapi
agar para mahasiswa peternakan dapat memahami dan menjalankan fungsi manajemen
dan pemeliharaan yang baik.
Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum sistem pemeliharaan ternak
potong sapi adalah untuk mengetahui cara dan sistem pemeliharaan ternak potong
khususnya sapi.
Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum sistem pemeliharaan
ternak potong sapi adalah mahasiswa dapat memahami sistem pemeliharaan yang
baik seperti manajemen seleksi, manajemen recording, manajemen perawatan,
manajemen sanitasi, pencegahan penyakit, manajemen pakan, manajemen
perkandangan, dan penanganan limbah.
BAB II
KEGIATAN
PRAKTIKUM
Pemilihan
dan Seleksi Ternak
Pemilihan ternak
Kriteria bibit untuk pembesaran. Kriteria
bibit untuk pembesaran sapi potong yaitu saat dipilih kondisi mata dipilih mata yang bening, bukan
yang kemerahan. Kondisi mulut dipilih yang bersih dari luka dan tidak berlendir.
Kondisi tulang belakang berbentuk yang lurus dan tidak melengkung ke bawah. Wilayah
dada bentuknya agak menonjol. Memiliki berat lahir yang tinggi. Tidak ada cacat
dari lahir. Keadaan fisiologinya sehat.
Syafrial et al. (2007) menjelaskan,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu bangsa, kondisi fisik
yang sehat, dan umur nya dari 6 bulan sampai 1,5 tahun. Pendapat tersebut
diperkuat oleh Prabowo (2010) untuk memilih bibit sapi potong yang baik perlu diperhatikan
mutu genetik dari ternak yang memiliki daya adaptasi dengan lingkungan. Saat membeli bibit sebaiknya kita memimilih
sapi yang sehat. Sapi yang sehat dapat tercermin dari keadaan tubuhnya, sikap dan tingkah lakunya,
pernapasannya, denyut jantungnya, pencernaan dan pandangan sapi tersebut. Perbandingan antara hasil dan literatur yang
ada maka hasil yang didapat sudah sesuai.
Kriteria indukan dan pejantan. Kriteria induk dan/ pejantan sebagai berikut. Pemilihan calon untuk induk memiliki kriteria
memiliki fertilitas yang tinggi. Induk memiliki silsilah kelahiran yang normal dan
mortalitas anak yang rendah. Tidak memiliki silsilah mengalami retensi plasenta
dan prolapsus. Memiliki performa reproduksi yang baik antara lain angka s/c
yang rendah. Memiliki angka panen anak yang tinggi. Litter sizenya yang tinggi
dan angka konsepsi/kebuntingan yang tinggi. Induk memiliki sifat keibuan yang baik dan tidak
memiliki kelainan pada ambing dan jumlah puting. Pemilihan calon untuk pejantan memiliki
kriteria yaitu memiliki libido dan fertilitas tinggi. Kaki kuat dan kondisi
fisik bagus serta sehat. Kantung dan
buah zakar normal. Jumlah testis
sepasang, memiliki kualitas sperma yang baik (secara volume, konsentrasi dan
motilitas).
Hartati et al., (2010) menjelaskan bahwa
kriteria untuk induk pejantan dan betina sapi potong sebagai berikut. Sapi jantan yang digunakan harus memiliki libido dan
kualitas semen yang baik serta
karakteristik morfologis yng unggul dibanding sapi jantan di lingkungan
sekitarnya. Untuk dapat memperoleh bibit perlu dilakukan seleksi atau pemilihan
sapi-sapi jantan dengan kriteria sebagai berikut: kepala panjang, dahi lebar, moncong pendek, badan tinggi, dada dalam, kulit tipis, kaki dan kuku kuat, punggung lurus, pinggul tidak terlalu turun, kondisi tubuh
tidak terlalu kurus . Kriteteria khusus untuk pejantan yang sangat baik, yaitu
sapi jantan berasal dari luar wilayah pelayanan pejantan alami. Umur pejantan
minimal 2,5 tahun (bergigi seri tetap 1 sampai 2 pasang atau I1 sampai I3) .
Memiliki bobot badan awal lebih dari 300 kg dan tinggi gumba lebih dari 140 cm
. Ternak sehat dan bebas penyakit reproduksi (Brucellosis, Leptospirosis, Enzootic, Bovine Leucosisdan Infectious
Bovine Rhinotracheitis). Warna bulu sesuai dengan bangsa sapi (PO/Brahman
warna putih, Bali merah dengan garis hitam dipunggung dan putih di mata kaki
dan pantat, Madura kecoklatan, Simmental
merah dengan warna putih di kepala, Limousin warna merah dan Angus warna hitam).
Pendapat tersebut diperkuat oleh Susilawati
dan Masito (2010), menjelaskan ciri-ciri
calon pejantan yang baik ialah rangka badan besar, libido sex tinggi, memiliki
temperamen yang tenang, nafsu makan tinggi, buah zakar lonjong dan besar dan
simetris, memiliki berat badan berkisar antara 250 kg atau lingkar dada sekitar
157 cm.
Yulianto dan Saparinto (2014) menjelaskan bahwa kriteria induk haruslah memiliki fisik
yang baik, kesehatan ternak baik, kondisi
reproduksi baik, kondisi ambing yang baik untuk menghasilkan susu. Hal
ini dikarenakan peran induk sebagai menjaga performa. Semakin banyak kriteria
yang baik yang terpenuhi akan menghasilkan keturunan yang baik pula.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Sodiq dan Budiono
(2012) menambahkan, calon indukan yang baik memiliki estrus pertama post-partum
harus berkisar 35 hari sehingga indukan dapat memiliki kesempatan kawin dua
kali sebelum bunting. Hubungan antara kandungan nutrien ransum dan cadangan
energi tubuh induk dapat mempengaruhi munculnya siklus estrus yang lancar
(Winugroho (2002) cit. Sodiq dan
Budiono (2012)). Perbandingan antara hasil dan literatur yang ada maka hasil
yang didapat sudah sesuai.
Kriteria
bakalan untuk penggemukan. Kriteria bakalan untuk penggemukan umur
pada laju pertumbuhan yang tinggi yaitu 1,5 sampai 2 tahun, nafsu makan tinggi,
memiliki tubuh yang sehat, kulit lentur, diutamakan yang jantan dikarenakan
jantan memiliki pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan betina. Syafrial et
al. (2007), menambahkan bangsa sapi
yang biasa digunakan untuk penggemukan adalah bangsa yang memiliki
produktivitas yang tinggi, jenis kelamin diupayakan memilih yang jantan, umur
berada pada laju pertumbuhan tertinggi sekitar 1,5 sampai 2 tahun. Perbandingan
antara hasil dan literatur yang ada maka hasil yang didapat sudah sesuai
Metode seleksi ternak. Metode seleksi yang dilakuan selaman praktikum adalah metode
pengamatan langsung atau visual dengan cara melihat dan mengamati ternak secara
langsung. Lebih spesifiknya metode seleksi ternak yang digunakan di
dalam kandang adalah skor kondisi tubuh. Pawere et al. (2012), menambahkan salah satu cara atau metode seleksi
ternak adalah dengan Body Condition Score
(BCS) atau skor kondisi tubuh. Skor kondisi tubuh juga sangat mempengaruhi
keberhasilan usaha penggemukan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
(2007) menjelaskan, fungsi replacement ternak pada perusahaan sapi potong
adalah untuk memperbaiki produktivitas sekaligus meningkatkan populasi sapi
potong. Perbandingan antara hasil dan literatur yang ada maka hasil yang
didapat sudah sesuai.
Penilaian ternak
Kegiatan penilaian selama pemeliharaan
ternak yang dilakukan adalah pengamatan secara visual terhadap berbagai bangsa
sapi yang ada di kandang dengan acuan skor kondisi tubuh (BCS). Hasil yang
diperoleh pada saat praktikum metode penilaian ternak yang digunakan adalah
melihat skor kondisi tubuh. Penilaian ternak untuk usaha breeding memiliki
penilaian antara skor 1 sampai 9 sedangkan penilaian ternak untuk usaha
penggemukan antara skor 1 sampai 4.
Tabel 1. Penilaian ternak sapi
Bangsa
|
No. Identifikasi
|
Nilai
|
Ciri-ciri
|
PO
|
|
3
|
Kurus tidak terlihat tulang rusuk yang menonjol
|
Jawa
|
|
2
|
Tulang rusuk terlihat kurang
dari tiga, tidak ada lemak pada pangkal ekor.
|
Hasil terhadap Penilaian Skor sapi
PO dan jawa adalah 3 dan 2. Body
Condition Score (BCS) digunakan
untuk menilai kondisi tubuh ternak. Skor 1 memiliki ciri-ciri tidak adanya
lemak pada pangkal ekor, iga pendek, ternak terlalu kurus, ternak bermutu
rendah, dan mungkin sebelumnya pernah sakit. Skor 2 memiliki ciri-ciri iga
pendek dan agak tumpul, pada pangkal ekor terdapat sedikit lemak, ternak
bermutu cukup atau sedang. Skor 3 memiliki ciri-ciri iga pendek, sulit
dirasakan, dan pangkal ekor mulai gemuk. Skor 4 memiliki ciri-ciri ternak telah
mencapai tingkat gemuk sehingga penambahan berat signifikan (cocok digunakan
sebagai ternak potong) (Purnomoadi, 2003).
Ngadiyono (2007) cit. Pawere et al. (2012), menjelaskan
sapi bakalan yang baik untuk dipelihara atau digemukkan adalah sapi
dengan nilai skor kondisi tubuh 2 sampai 3). Faktor
yang mempengaruhi skor kondisi tubuh adalah adanya ketidakseimbangan hubungan
antara kandungan nutrien dengan cadangan energi tubuh sehingga skor kondisi
tubuh kecil (Pawere et al., 2012). Perbandingan hasil dengan literatur yang ada maka hasil
yang diperoleh cukup sesuai.
Gambar 1.
BCS (Body Condition Score) Sapi
Penanganan ternak
sebelum program pemeliharaan
Sapi potong baik
jantan maupun betina yang baru datang mendapat penempatan khusus dikandang yang
dekat dengan anak anak kandang. Tujuannya adalah agar ternak dapat diobservasi
tingkah lakunya, kondisi kesehatannya dan terpantau nafsu makannya. Ternak yang
sakit langsung diberi obat sesuai dengan petunjuk penggunaannya. Ternak
kemudian diberi air gula dan selanjutnya dimandikan agar bersih dan
meminimalisir adanya parasit. Hasil diskusi menunjukan bahwa dahulu
ternak sapi yang diimpor dari negara pengimpor sapi seperti Australia
dikarantina di pelabuhan namun untuk sekarang ternak sapi langsung dibawa ke
perusahaan-perusahaan besar untuk selanjutnya dikarantina. Jika ada sapi yang
sakit akan langsung dikembalikan ke pelabuhan namun jika tidak maka akan
diidentifikasi, diberi obat cacing lalu ternak akan langsung dimasukkan dalam
kandang. Pemasukkan kandang disesuaikan dengan tujuan pemeliharaan.
Safitri (2011), penanganan anak dilakukan
dengan penimbangan. Kegiatan pada saat penimbangan awal meliputi pemasangan ear tag, penimbangan individu, treatment berupa vitamin (injectamin) dengan dosis 5 ml/ekor,
vaksinasi serta pengelompokan ternak berdasarkan jenis kelamin, berat, dan
kondisi kesehatan. Rianto dan
Endang (2010), menambahkann bahwa sebelum program pemeliharaan dilakukan
penanganan ternak yaitu kebersihan kandang, karantina, vaksinasi dan recording estrus. Kegiatan pembersihan
kandang, adanya karantina dan vaksinasi dilakukan agar ternak terhindar dari
bibit penyakit dan menciptakan kenyamanan bagi lingkungan. Kegiatan recording dilakukan agar ternak dapat
terdata dengan baik sehingga produktivitas dapat terhitung dengan baik). Perbandingan hasil dengan literatur yang ada maka hasil
yang diperoleh cukup sesuai.
Recording
Tahapan recording
Recording adalah proses pengambilan data yang atau menerjemahkan informasi ke format rekaman yang disimpan pada
beberapa media penyimpanan , yang sering disebut sebagai
catatan atau, terutama jika
media auditori atau visual, rekaman (Mcwilliams,1997). Tahapan recording pada
praktikum sistem pemeliharaan sapi dilakukan dengan pengamatan dan diskusi
bersama asisten. Hasil diskusi didapatkan tahpan recording kandang laboratorium ternak potong, kerja dan kesayangan
fakultas peternakan universitas Gadjah Mada, saat ternak lahir, datang, dan
atau mati. Ternak didata dan diindentifikasi jenis banga sapi, jenis kelamin
dan berat badanternak diidentifikasi terlebih dahulu selanjutnya dilakukan
proses pengelompokkan agar memudahkan dalam mengambil data. Langkah terakhir
adalah recording dari segala aspek.
Ayu (2015), manfaat recording adalah memudahkan pengenalan terhadap ternak, memudahkan
dalam melakukan penanganan, memudahkan manajemen pemeliharaan ternak,
menghindari dan mengurangi kesalahan nama, memudahkan dalam melakukan seleksi
ternak, menghindari terjadinya inbreeding,
dan menjadikan pekerjaan lebih efektif. Perbandingan
antara hasil dengan literatur yang ada menunjukan hasil yang didapat sudah
sesuai.
Macam recording
Recording identifikasi ternak data yang diambil meliputi bangsa, warna, jenis
kelamin. Recording ternak data yang
diambil meliputi jenis ternak yang dipelihara, recording pakan data yang diambil meliputi pemberian pakan dan jenis pakan. Recording kesehatan data
yang diambil meliputi kondisi kesehatan selama pemeliharaan. Recording perkawinan data yang diambil
meliputi tanggal perkawinan, identitas betina dan pejantan. Recording kelahiran data yang diambil meliputi waktu dan tanggal
lahir. Recording penimbangan bobot
badandata yang diambil meliputi berat badan, ADG. Recording mobilisasi ternakdata
yang diambil meliputi ternak ke
kandang satu ke kandang lainnya. Recording
pemotongandata yang diambil meliputi
berat karkas dan perbandingan MBR. Recording
finansial data yang diambil meliputi
keuntungan, kerugian, BEP, harga jual dan beli.
Macam recording meliputi identifikasi,
dokumentasi, catatan khusus dan sertifikat ternakmenurut Sunardi (2015).
Pendapat tesebut secara spesifik dijelaskan oleh Baliarti et al., (2013) bahwa macam recording yaitu recording identifikasi, recording klasifikasi dan pengelompokan
ternak, recording segala aspek
(pakan, kesehatan, breeding, fattening,
recordingbedasarkan periode (harian,
mingguan, bulanan dan tahunan), recording
bedasarkan jumlah (individu dan kelompok. Ayu (2015)
menambahkan bahwa secara umum macam recording adalah recording identitas,
recording dokumentasi, recoding catatan khusus seperti recording kelahiran,
reproduksi dan kematian, dan recording sertifikat ternak meliputi asal usul
tetua. Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan literatur. Perbandingan antara hasil dengan literatur
yang ada menunjukan hasil yang didapat sudah sesuai.
Komposisi
dan Struktur Ternak
Kegiatan
praktikum yang dilakukan meliputi identifikasi bangsa dan perhitungan jumlah
ternak menurut bangsa. Langkah selanjutnya jumlah ternak dihitung secara total.
Berikut adalah hasil yang diperoleh selama praktikum.
Tabel 2 . Komposisi dan struktur ternak sapi
Bangsa
|
Anak
|
Muda
|
Dewasa
|
Total
|
|||
Jantan
|
Betina
|
Jantan
|
Betina
|
Jantan
|
Betina
|
||
Jawa
|
1
|
1
|
0
|
2
|
0
|
4
|
8
|
PO
|
|
|
|
3
|
|
1
|
4
|
Total
|
1
|
1
|
1
|
5
|
|
5
|
12
|
Hasil praktikum menunjukan komposisi struktur ternak pada
kandang adalalah sebagai berikut. Ternak yang diamati adalah ternak bangsa jawa
dan Peranakan Ongol. Jumlah sapi jawa pada tahap pedet jantan dan betina
masing-masing satu ekor. Jumlah sapi jawa pada tahap ternak betina hanya 2
ekor. Jumlah sapi PO betina dewasa adalah 1 ekor. Redaksi
AgroMedia (2009), menyatakan bahwa dalam usaha penggemukan sapi yang digunakan
adalah sapi jantan dikarenakan sapi jantan memiliki pertambahan berat badan
harian yang lebih besar dari sapi betina. Pendapat tersebut diperjelas oleh Susilawati
dan Masito (2010) bahwa sapi peranakan
ongole merupakan persilangan antara pejantan sapi Sumba Ongole dengan sapi
betina lokal di Jawa yang berwarna putih. Perbandingan antara hasil dan
literatur yang ada maka hasil yang didapat sudah sesuai.
Perkandangan
Lokasi
Lokasi praktikum sistem pemeliharaan
ternak potong adalah di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan
Kesayangan. Kandang tersebut berdekatan dengan akses jalan raya, berdekatan
dengan lahan hijauan pakan, jauh dengan pemukiman. Departemen Pengembangan
Akses Keuangan dan UMKM BI (2013), menjelaskan bahwa, hal yang menentukan dalam pemilihan suatu
lokasi adalah ketersediaan pakan agar sistem produksi tetap berjalan secara
berkelanjutan. Jumlah ternak yang dipelihara harus sesuai dengan kapasitas
tampung kandang. Persyaratan lokasi adalah topografi relatif datar, kesuburan
tanah cukup untuk penanaman hijauan, sarana dan prasarana memadai, dan mudah
terjangkau oleh kendaraan.
Susilawati dan Masito (2010) meperkuat gagasan tersebut bahwa lokasi yang ideal
untuk mebangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman
penduduk tetapi mudah dicapai, kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan
jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran
kandang. Syarat lainnya adalah tersedianya sumber air untuk minum, memandikan
ternak, dan membersihkan kandang, dekat dengan sumber pakan, transportasi
mudah, terutama untuk pengadaan pakan dan pemasaranan serta areal yang ada
dapat diperluas. Berdasarkan literatur, hasil yang diperoleh pada saat
praktikum belum sesuai dengan literatur sehingga lokasi kandang Laboratorium
Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan belum ideal.
Tata letak kandang
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan
tataletak kandang sebagai berikut.
U
|
Keterangan :
1.Kandang
kelinci
2. Kandang Peranakan Etawa 1
3. Kandang Peranakan Etawa 2
4. Kandang Jepit
5. Kandang Beranak 1
6.Kandang Beranak 2
7. Kandang Beranak 3
8. Kandang Beranak 4
9. Garasi
10. Kandang domba 1
11.Kandang domba 2.
12.Kandang domba 3.
13.Kandang domba 4
14.Kandang domba 5.
15. Kandang sapi 1
16. Kandang sapi 2
17. Kandang sapi 3
18 Kandang
sapi 4
19. Kandang sapi 5
20. Kandang sapi 6
21. Kandang sapi 7
22. Kandang sapi 8
23. Kandang sapi 9
24.Kandang umbaran kambing 1
25.Kandang umbaran kambing 2
26.Kandang lepas sapih 1
27.Kandang lepas sapih2
28.Kandang lepas sapih3
29.Kandang lepas sapih4
30.Kandang lepas sapih5
31.Kandang lepas sapih6
32.Kandang lepas sapih7
33.Kandang lepas sapih8
34.Kandang umbaran lepas sapih
35. Kandang umbaran kuda
36.Kandang kuda 1
37.Kandang kuda 2
38.Kandang kuda 3
39.Kandang kuda 4
40.Kandang kuda 5
|
Gambar 2. Tata
letak kandang sapi
Fungsi layout
perkandangan dalam skala industri peternakan ternak potong memiliki peranan
yang sangat penting, karena dengan membuat sketsa (layout) terlebih dahulu seorang peternak dapat merencanakan dengan
matang tata letak kandang yang efektif dan efisien untuk kegiatan produksi.
Hardiansyah (2013), fungsi dari layout
adalah memaksimalkan peralatan dengan baik, meminimumkan kebutuhan tenaga
kerja, membuat aliran produksi efisien dari waktu dan tenaga, mengurangi
kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan, serta meningkatkan kerapihan dan
kebersihan.
Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa
fasilitas kandang yang ada di kandang milik Laboratorium Ilmu Ternak Potong,
Kerja, dan Kesayangan sudah cukup lengkap. Fasilitas tersebut diantaranya
gudang pakan yang berfungsi menyediakan pakan konsentrat bagi beberapa sapi
yang ada di kandang. Fasilitas selanjutnya adalah aula yang dipergunakan untuk
tempat pertemuan, berbagai macam kandang seperti kandang kuda, kandang
reproduksi, kandang lepas sapih, kandang umbaran, kandang induk, dan kandang
kelinci. Ruang asisten dan ruang diskusi dipergunakan untuk fasilitas bagi
praktikan untuk berdiskusi dengan asisten. Lahan hijauan untuk menyediakan
pakan bagi para ternak.
Rianto dan Endang (2010) meyatakan bahwa,
bangunan yang ada di lingkungan kandang antara lain gudang pakan, silo, reservoir air, kamar obat, rumah
karyawan, kantor kepala, prasarana transportasi, padang gembala, rumah
timbangan ternak, tempat umbaran, kandang air, drainase, tempat pembuangan
kotoran. Perbandingan hasil dengan literatur yang ada
maka hasil yang diperoleh cukup sesuai.
Karakteristik kandang
Kegiatan praktikum yang dilakukan
adalah pengamatan secara visual terhadap karakteristik setiap kandang.
Penyediaan kandang untuk sapi dimaksudkan sebagai tempat bernaung terhadap
cuaca, tempat beristirahat, dan juga mempermudah dalam pemeliharaan. Misalnya
dalam proses penggemukkan, kandang dibuat untuk membatasi ruang gerak agar
penimbunan daging dan lemak cepat terjadi serta penambahan bobot badan lebih
cepat (Syafrial et al., 2007).
Tabel 3. Hasil pengamatan karakteristik kandang sapi
Pengamatan
|
Kandang
|
||
1
|
2
|
3
|
|
Jenis
kandang
|
Individu
|
Umbaran
|
Induk
|
Atap
|
Bentuk:
monitor
Bahan: Asbes
|
-
|
Bentuk: monitor
Bahan: Genteng
|
Dinding
|
Semen
|
-
|
Semen
|
Alas
|
Semen
|
Paving block
|
Semen
|
Ukuran lokal
kandang
|
18,88 m2
|
-
|
20 m2
|
Isi ternak
|
5
|
7
|
3
|
Ukuran
bangunan kandang
|
379 m2
|
188 m2
|
327 m2
|
Ukuran tempat
pakan
|
19,82 m3
|
17,6 m3
|
13,25 m3
|
Ukuran tempat
minum
|
14,04 m3
|
8,28 m3
|
11,52 m3
|
Ukuran
selokan
|
8,4 m3
|
6,4 m3
|
7,56 m3
|
Kemiringan
kandang
|
2%
|
0
|
2%
|
Kemiringan
selokan
|
1%
|
1%
|
1%
|
Floor space
|
9,44 m2/ekor
|
94,37 m2/ekor
|
109,44 m2/ekor
|
Pesyaratan kandang
menurut Rianto (2004) yaitu kandang
hendaknya dibuat dari bahan yang murah, kuat serta mudah didapatkan, pertukaran
udara berlangsung baik, sinar matahari dapat masuk , kandang mudah dibersihkan,
kandang jauh dari tempat tinggal, lingkungan kandang bersih dan kering serta
tidak banyak dilewati lalu lintas umum . Pendapat tersebut diperjelas oleh
Departemen Pengembangan dan Akses Keuangan dan UMKM (2013), persyaratan kandang
yang baik antara lain (1) kontruksi kandang harus kuat, (2) terbuat dari bahan
yang ekonomis dan mudah diperoleh, (3) sirkulasi udara dan sinar matahari
cukup, drainase dan saluran pembuangan limbah baik dan mudah dibersihkan, (4)
kandang mudah diakses terhadap transportasi, dekat dengan sumber air, (5) tidak
menganggu sumber air, (6) tidak mengganggu lingkungan, (7) serta lokasi yang
kering dan tidak tergenang saat hujan.
Jenis kandang. Terdapat
tiga jenis kandang yang diamati yaitu kandang umbaran, kandang kandang indukan. Abidin (2002) menyatakan
bahwa secara umum terdapat dua tipe kandang yaitu kandang individu dan kandang
koloni. Kandang individu dapat memacu
pertumbuhan sapi potong lebih pesat dimana ruang gerak sapi terbatas, sehingga
jenis kandang ini cocok untuk pemeliharaan dengan tujuan penggemukan.
Pendapat tersebut diperjelas oleh Syafrial et al. (2007) menjelaskan bahwa,
penyediaan kandang untuk sapi yang digemukkan dimaksudkan sebagai tempat
bernaung terhadap cuaca dan untuk membatasi ruang gerak agar penimbungan daging
dan lemak cepat terjadi serta penambahan bobot badan lebih cepat. Penggunaan
alas kandang diperlukan agar sapi tidak kotor, untuk menyerap urine dan
kotoran. Ukuran kandang sapi kurang lebih 2 x 1,25 meter. Kondisi sapi di kandang individual lebih tenang dan tidak mudah stres.
Kandang koloni dipergunakan bagi sapi bakalan dalam satu
periode penggemukan yang ditempatkan dalam satu kandang dengan luas minimum 6 m2.
Model kandang koloni memiliki kelemahan karena dapat terjadi persaingan antara
sapi dalam memperebutkan pakan, akibatnya sapi yang menang akan memilki
pertumbuhan yang cepat. Dibandingkan dengan tipe kandang individu, pertumbuhan
sapi di kandang koloni relatif lebih lambat karena ada energi yang terbuang
akibat gerakan sapi yang lebih leluasa. Kebersihan kandang juga harus
diperhatikan karena kotoran dan urin sapi akan segera terinjak-injak oleh sapi.
Kandang koloni menurut Rianto
(2004) menyatakan bahwa kandang koloni merupakan kandang yang tidak
mempunyai penyekat, atau apabila diberi sekat, ukuran kandang reatif luas untuk
memelihara kambing dan domba sekaligus. Kandang ini cocok untuk membesarkan
bakalan, atau memelihara betina calon induk dan induk kering (betina yang tidak
bunting atau menyusui). Perbandingan antara hasil yang didapat dengan literatur
yang ada maka hasil sudah sesuai
Atap kandang. Selama pengamatan atapa yang
diidentifikasi adalah atap jenis monitor untuk atap jenis 1 dan 3 , sementara
atap kandang jenis 2 adalah tidak beratap. Berhubung kandang dibuat pada
dataran rendah, kandang yang paling baik adalah jenis monitor. Model atap
monitor lebih cocok untuk daerah dataran rendah, karena atap monitor efisien
menyerap panas. Pendapat tersebut diperkuat oleh Hartati
(2007), pembuatan atap kandang harus memerhatikan iklim. Pembuatan kandang pada
daerah panas (dataran rendah), sebaiknya mengunakan bahan genting sebagai atap
kandang. Bentuk dan model atap kandang hendaknya menghasilkan sirkulasi udara
yang baik di dalam kandang, sehingga kondisi lingkungan dalam kandang
memberikan kenyamanan ternak. Atap kandang yang paling baik dihadapkan menghadap
ketimur. Hal ini dikarenakan sinar
matahari pagi secara langsung dan untuk menghindari teriknya sinar matahari
waktu siang, dengan demikian sinar matahari sebagai pembunuh kuman dan
pengering kandang dapat dimanfaatkan secara optimal (Neufert, 2002). Perbandingan antara hasil yang didapat dengan
literatur yang ada maka hasil sudah sesuai.
Dinding dan
alas. Selama praktikum dinding dan alas yang ditemui sebagai
berikut. Dinding-dinding terbauat dari semen dan alas kandang 1 dan 3 terbuat
dari semen serta alas kandang 3 terbuat dari palving block. Ngadiyono (2012), menyatakan bahwa dinding kandang
harus dibuat sesuai dengan kondisi ternak yang akan dipelihara. Dinding kandang
sebagai penahan angin secara langsung harus dibuat tidak mudah lepas dan kuat.
Bahan untuk pembuatan dinding dapat dari kayu, bambu atau tembok.
Susilawati dan Masito (2010) menyatakan
bahwa lantai kandang harus kuat, tahan lama, tidak licin dan tidak terlalu
kasar, mudah dibersihkan dan mampu menopang beban yang ada diatasnya. Lantai
kandang dapat berupa tanah yang dipadatkan, beton atau kayu yang kedap air. Biasanya
lantai tanah diberi tambahan litter berupa serbuk gergaji atau sekam, dan bahan
lainnya seperti kapur atau dolomite sebagai dasar alas. Bila kondisi litter
kandang becek, dilakukan penambahan serbuk gergaji yang dicampur dengan kapur
atau dolomite. Lantai kandang berupa beton atau kayu sebaiknya dibuat miring ke
belakang untuk memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga kondisi lantai tetap
kering. Perbandingan antara
hasil dan literatur yang ada maka hasil yang didapat sudah sesuai.
Ukuran lokal kandang. Ukuran lokal kandang sapi pada kandang Fakultas Peternakan UGM yaitu pada
kandang koloni adalah 24,31 m x 6,25 m, individu I 3,6 m x 3 m, individu II
3,77 m x 3 m. Ukuran bangunan kandang koloni adalah 24,31 m x 6,25 m, individu
I 24,85 m x 10,2 m, individu II 27,8 m x 11,7 m. Sugeng (2003) menambahkan kapasitas kandang kelompok untuk
pedet umur 4 sampai dengan 8 minggu adalah 1 m per ekor, dan umur 8 sampai
dengan 12 minggu adalah 1,5 m/ ekor. Ketinggian dinding keliling 1 meter.
Setiap kelompok sebaiknya tidak melebihi 4 ekor. Karena dapat menekan
penyebaran penyakit, terutama scours. Kapasitas kandang untuk ternak dewasa adalah 10 ekor ternak per 150 m2 . Santosa (2010) berpendapat bahwa kandang
koloni memiliki ukuran standar yang dapat digunakan sapi, yaitu tidak boleh
kurang dari 4,67 m2/ekor dengan volume kandang adalah 5 hingga 6 m3/ekor
dan floor space 2 m2/ekor.
Kemiringan kandang adalah selesih tinggi permukaan air pada selang ukur
dibagi jarak tinggi pengukuran dikali
100%.
Ukuran tempat pakan dan tempat
minum. Hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa tempat pakan dan
tempat minum ukuran dan bentuknya bervariasi. Namun, kurang sesuai dengan
literatur. Tempat pakan dan tempat minum
dibuat didepan kandang dengan perbandingan 2:1. Tempat pakan dan tempat minum
itu dibuat setinggi 0,5 sampai 1 meter dari permukaan tanah sehingga sapi dapat
mudah makan dan minum. Tempat pakan dan
tempat minum dibuat dari bahan semen atau papan kayu dengan dasar rapat agar
pakan tidak mudah tercecer dan mudah dibersihkan (Fikar
et al., 2010). Tempat pakan berukuran ( 60 x 80 x 40 ) cm, sedangkan tempat
minum berukuran ( 60 x 40 x 40 ) cm tiap ekor ternak (Syafrial et al., 2007).
Kemiringan kandang dan selokan Kemiringan kandang dan selokan yang ideal untuk suatu usaha didasarkan oleh jenis bahan yang melapisi permukaan jalan air
yang mengalir. Berhubung posisi kandang
yang miring dan selokan dilapisi beton maka kemiringannya berkisar 4 sampai 6% dan selokan dengan kemrigan 1% sangat efektif
diperkotaan (Ditjen Bina Marga, 2006). Perbandingan
antara hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai.
Floor space. Berdasarkan hasil pengamatan,
kepadatan kandang (floor space) dapat
diperoleh dari perhitungan luas kandang dibagi dengan jumlah ternak. Kepadatan
kandang sapi individu yaitu 9,44 m2/ekor, kepadatan
kandang sapi umbaran yaitu 9,437 m2/ekor, kepadatan kandang sapi induk yaitu
10,08 m2/ekor. Kepadatan kandang tersebut tidak sesuai
dengan literatur karena terlalu padat kandangnya. Kepadatan kadang sapi harus diperhatikan agar tidak saling berdesakan
sehingga dapat menimbulkan efek negatif. Kebutuhan ternak dewasa untuk pemelihraan
rata-rata 3 sampai 4 m2/ekor (Reksohadiprojo cit. Oktaviani, 2009).
Fasilitas pendukung, perlengkapan, dan peralatan kandang
Kegiatan praktikum
yang dilakukan adalah mengamati berbagai fasilitas, perlengkapan dan peralatan
yang ada di kandang. Langkah kedua adalah dihitung jumlah yang ada lalu
diidentifikasi fungsi dari setiap benda yang ditemukan di kandang. Fasilitas
kadang yang dijumpai antara lain tiga buah kamar mandi yang berfungsi sebagai
tempat mandi, membersihkan diri, dan buang air. Sebuah aula yang berfungsi
untuk tempat berkumpul, tiga buah gudang pakan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan pakan hijauan dan konsentrat, sebuah ruang diskusi, sebuah dapur,
sebuah mushola, ruang asisten sebagai tempat asisten berkumpul dan sebuah
garasi.
Perlengkapan
kandang berupa 20 buah tempat pakan, 19 buah tempat minum dan sebuah mesin
copper yang berfungsi untuk mencacah hijauan sedangkan peralatan yang dapat
dijumpai disekitar kandang diantaranya sekop berfungsi untuk membersihkan
feses, ember untuk berfungsi mengangkut pakan, troli berfungsi untuk membantu
distribusi pakan.
Departemen
Pengembangan Akses keuangan UMKM BI (2013), perlengkapan yang ada dikandang
meliputi tempat pakan dan tempat minum sedangkan peralatan yang biasa digunakan
di kandang antara lain ember, sabit, sekop, dan kereta dorong atau troli.
Berdasarkan literatur, berbaga perlengkapan dan peralatan yang ada di kandang
saat praktikum sesuai dengan literatur sehingga kandang yang digunakan cukup
ideal untuk sistem pemeliharaan.
Suhu dan kelembaban
Pengamatan suhu dan
kelembaban dilakukan pada pagi pukul 06.40 WIB, siang pukul 13.30 WIB dan sore
pukul 16.00 dengan cara melihat hygrotermometer.
Hasil yang diperoleh pada pagi hari adalah suhu 27,2 , kelembaban 96% dan THI (Temperature Humidity Indeks) sebesar 70,12.
Siang hari diperoleh suhu 32,6, kelembaban 66% dan THI (Temperature Humidity Indeks) sebesar
76,42 sedangkan sore hari diperoleh suhu 30,6 , kelembaban 78% dan THI (Temperature Humidity Index) sebesar
70,92.
Abidin (2008), temperatur optimum untuk
sapi potong tumbuh dengan baik berada di kisaran 10 sampai 27ºC dan kelembaban
ideal antara 60 sampai 80%. Sapi termasuk hewan yang peka terhadap perubahan
suhu lingkungan, terutama perubahan yang drastis sehingga suhu yang tinggi bisa
menyebabkan konsumsi pakan menurun dan berakibat pada menurunnya laju
pertumbuhan dan kemampuan reproduksi. Indeks kelembaban
suhu (THI) dikembangkan sebagai indikator risiko beban panas.THI menggabungkan
pengukuran suhu lingkungan dan kelembaban.THI tidak memasukkan dampak dari
radiasi matahari atau kecepatan angin dan karena itu adalah beban ukuran panas
lebih akurat daripada indeks yag lain untuk mengukur input ini.
Rumus untuk memperkirakan THI adalah: 0,8 * T
+ RH * (T-14.4) + 46.4di mana T = ambien atau suhu kering-bola dalam ° C dan RH
= kelembaban relatif dinyatakan sebagai proporsi yaitu 75% kelembaban
dinyatakan sebagai 0,75. Hasil yang didapat kemudian dicocokan
dengan tabel 4. Hasil
THI menurut Livecorp (2015) yang
dikutip dari veterinary handbook cattle,
sheep and goatmenunjukan bahwa ternak yang diamti jika diimplementasi ke
dalam tabel tidak sesuai karena menunjuka level sangat setres. Ketidaksesuaian tersebut
dikarenakan ternak dalam kondisi THI
tidak mengalami hambatan atau kesakitan
dalam melangsungkan aktivitas hidupnya. Perbandingan antara hasil dan literatur
yang ada maka hasil yang didapat tidak sesuai.
Tabel
4. THI sapi
(Livecorp, 2015)
Pakan
Bahan pakan
Hasil diskusi diperoleh bahwa
bahan pakan yang digunakan dalam pemeliharaan ternak sapi di kandang
laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan adalah konsentrat berupa
Nutrifeed dengan BK 86%, PK 13%, berasal dari Klaten dengan harga Rp. 2.000.00,-/kg.
Bahan pakan selanjutnya adalah kleci dengan BK 89,75%, PK 15,06%, berasal dari
Bantul dengan harga Rp. 3.700.00,-/kg. Bahan pakan yang lainnya adalah hijauan
berupa rumput raja dengan BK 28% yang berasal dari lahan hijauan yang dimiliki
oleh kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan. Kleci
menurut Supriyadi (2013) menyebutkan bahwa kandungan PK 2,1 % , LK 3,54 % ,SK20,97%, abu 1,6%, TDN 42,74%, BK 90,22%.
Nutrifeed memiliki kandungan PK 14,44 % , LK 2,77%, SK 15,72%, abu 10,25% dalam
keadaan as feed (Nutrifeed, 2013). Kandungan nutrisi pada
rumput raja terdiri dari protein kasar 13,5%, lemak 3,5%, NDF 59,7%, abu 18,6%,
kalsium 0,37%, fosfor 0,35% (Hartadi et
al, 2005)
Utomo et
al. (2008) menjelaskab bahwa, bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat
dimakan, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, tanpa mengganggu kesehatan
pemakannya. Dedak padi, ampas tahu, ampas tapioka sering digunakan sebagai
pakan penguat untuk sapi penggemukan dan sebagian kecil peternak telah
menggunakan mollases, multi nutrien block dan vitamin supplements (Sodiq, 2011 cit. Sodiq dan Budiono, 2012). Perbandingan
antara hasil dan literatur yang ada maka hasil yang didapat sudah sesuai.
Proses penyusunan pakan
Hasil diskusi yang diperoleh, diketahui bahwa proses penyusunan pakan dilakukan
langsung di kandang dengan cara memberikan hijauan yang sudah dicopper dan konsentrat kering secara
langsung lalu dicampurkan dengan presentase hijauan sore hari lebih banyak dari
pagi hari. Sarwono dan Arianto (2003) menjelaskan pakan sapi untuk pada umumnya berupa hijauan segar dan
konsentrat. Susilawati dan Masito (2010) menambahkan bahwa konsentrat adalah campuran
dari beberapa bahan pakan untuk melengkapi kekurangan gizi dari hijauan pakan
ternak. Campuran bahan pakan konsentrat yang diberikan pada ternak sangat
tergantung kepada harga dan ketersediaan bahan pakan di sekitar lokasi usaha
penggemukan ternak sapi. Perbandingan antara hasil dan literatur yang ada maka
hasil yang didapat sudah sesuai
Metode pemberian pakan
Hasil diskusi yang diperoleh,
diketahui bahwa metode pemberian pakan hijauan adalah mencacah dengan bantuan
mesin copper selanjutnya pemberian
konsentrat dengan kondisi kering. Jumlah hijauan yang diberikan setiap sore
hari adalah 15 kg/ekor sedangkan jumlah pemberian konsentrat yang diberikan setiap
pagi adalah 5 kg/ekor.
Halifah
(2010) menjelaskan bahwa, waktu pemberian pakan diatur 2 kali sehari pagi dan
sore dalam bentuk pakan hijauan dan konsentrat. Jumlah pemberian hijauan kurang
lebih 10% dari bobot badan sapi, lebih baik dipotong-potong (2 sampai 5 cm)
agar lebih mudah dicerna. Santoso (2001) menambahknan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi jumlah dan metode pemberian pakan, yaitu bangsa, jenis kelamin,
populasi ternak, umur, status reproduksi, jenis tempat pakan, dan kondisi
kesehatan ternak. Pemberian dilakukan secara ad libitum dimana pakan yang
diberikan tersedia terus menerus (Utomo, 2012).Perbandingan antara hasil dan
literatur yang ada maka hasil yang
didapat sudah sesuai.
Reproduksi
Deteksi birahi
Pengamatan yang diperoleh selama pemeliharaan adalah sebagai
berikut. Tanda-tanda birahi adalah ternak gelisah, sering menaiki ternak lain
atau diam dinaiki ternak lain, vulva merah, bengkak, dan hangat. Berdasarkan
pengamatan pada saat praktikum tidak ada ternak sapi yang terdeteksi birahi. Abidin et al., (2012) menjelaskan bahwa, birahi
merupakan fisiologi reproduksi yang sangat penting dalam usaha peningkatan
populasi dengan menggunakan inseminasi buatan. Susilawati dan Masito (2010) menambahkan
tanda-tanda birahi adalah sapi gelisah dan terlihat sangat tidak tenang, sapi
sering melenguh-lenguh, mencoba menaiki sapi lain dan akan tetap diam bila
dinaiki sapi lain, pangkal ekor terangkat sedikit dan keluar lendir jernih
transparan yang mengalir melalui vagina dan vulva, sapi menjadi diam dan nafsu
makan berkurang.
Pertamakali dikawinkan
Hasil diskusi diperoleh bahwa umur betina
pertama kali dikawinkan adalah 1,5 sampai 2 tahun sedangkan umur jantan pertama
kali dikawinkan adalah 2,5 tahun. Susilawati dan Masito (2010) menjelaskan
bahwa ada dua cara perkawinan yaitu kawin alam dengan melalui distribusi
pejantan unggul terseleksi dari bangsa lokal atau impor dan kawin buatan dengan
proses pembuatan mudah, dapat dikerjakan oleh kelompok tani, motilitas dan
sperma hidup lebih tinggi serta dapat disimpan dalam kulkas dengan suhu 5 selama 7 sampai 10 hari serta mudah diterapkan
di lapangan sedangkan kekurangannya adalah daya simpan hanya 10 hari. Gagasan
tersebut diperkuat oleh Guntoro (2002) bahwa sapi potong dapat mengalami
pubertas pada umur 1,5 tahun, siap dikawinkan 2 tahun dengan masa kebuntingan
280 sapi 290 hari. Perbandingan antara
hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai.
Penentuan saat mengawinkan
Hasil diskusi yang diperoleh,
diketahui bahwa penentuan saat mengawinkan ialah harus sudah dewasa kelamin dan
dewasa tubuh. Selain itu ternak betina harus dalam keadaan estrus. Penentuan
dikawinkan berjarak antara 9 sampai 18 jam setelah puncak estrus. Penentuan
saat mengawinkan di kandang Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan sebagai
berikut. Perkawinan ternak secara umum tergantung pada siklus estrus, usia
dewasa kelamin, lama birahi, dan lama bunting.
AAK
(2000) menjelaskan bahwa antara dewasa kelamin dan dewasa tubuh tidak
berlangsung secara bersamaan, tetapi dewasa kelamin terlebih dahulu. Oleh
karena itu, pada saat mengalami birahi yang pertama sapi belum dapat dikawinkan
karena harus menunggu sampai mencapai dewasa tubuh. Sapi yang birahi pada pagi
hari maka pada pagi hari berikutnya segera dikawinkan dan sebaliknya, jika
birahi pada sore hari, maka pagi berikutnya dikawinkan (Darmono, 1995).
Perbandingan antara hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil
sudah sesuai.
Metode perkawinan
Hasil diskusi yang
diperoleh, diketahui bahwa metode perkawinan yang digunakan pada sistem
pemeliharaan di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan
adalah inseminasi buatan. Desinawati dan Isnaini (2010) menjelaskan dalam
mengawinkan sapi peternak menggunakan 100% sistem perkawinan Inseminasi Buatan
(IB). Kelebihan dari kawin buatan dengan proses pembuatan mudah, dapat dikerjakan
oleh kelompok tani, motilitas dan sperma hidup lebih tinggi serta dapat
disimpan dalam kulkas dengan suhu 5 selama 7 sampai 10 hari serta mudah diterapkan
di lapangan sedangkan kekurangannya adalah daya simpan hanya 10 hari. Perbandingan
antara hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai.
Deteksi kebuntingan
Deteksi
kebuntingan merupakan semua tindakan yang dilakukan untuk mengetahui status
kebuntingan ternak dalam waktu tertentu. Deteksi kebuntingan dilakukan dengan cara USG, palpasi rektal dan
pengamatan tingkah laku. Deteksi kebuntingan dapat dilakukan dengan biopsi
vaginal (mengambil perbedaan tinggi epitel vagina dan kandungan sel), radiologi
(bedasarkan tulang belakang fetal pada gambaran x-ray), uji DEEA Gestdect (
bedasarkan corpus luteum persistan) (Widayati, 2008). Secara visual kita dapat mengamati kondisi ternak
bunting. Ternak yang bunting ciri-cirinya tempramennya tenang dan tidak
minta kawin lagi, menjelang 5 bulan ambing dan perutnya membesar pada bagian
kanan, pada umur kebuntingan tua ditandai dengan gerakan dari anak dalam perut,
dan tingginya progesteron dalam susu pada ternak. Ciri-ciri ternak bunting menurut Rismayanti
(2010) tanda-tanda umum yang tampak adalah birahi berikutnya tidak timbul lagi.
Ternak lebih tenang. Tidak suka dekat dengan pejantan. Nafsu makan agak
meningkat. Terkadang menggesekan badannya ke dinding atau menjilati dinding
kandang. Pertengahan kebuntingaan ternak, perutnya nampak besar pada bagian
kanan dan ambing agak turun posisinya.Mafaat kita mengetahui ternak bunting
adalah memiliki nilai ekonomis yang penting yaitu susu dan anak, mengetahui
perlakuan yang tepat, kehilangan waktu untuk produksi dapat dikurangi
karena infertilitas , berkurangnya biaya
bereeding / progm yang mahal seperti perlakuan dengan hormon.
Hastuti
(2008) menambahkan, tanda-tanda sapi potong bunting adalah peningkatan nafsu makan,
tidak menunjukkan gejala birahi lagi dan perilaku menjadi lebih tenang.
Kebuntingan pada sapi potong secara pasti dapat diketahui dengan memeriksa
secara teliti terhadap sapi yang telah di IB tersebut. Hasil yang diperoleh
pada saat praktikum telah sesuai dengan literatur.
Penanganan kelahiran
Hasil diskusi
yang diperoleh, diketahui bahwa penanganan ternak pada saat kelahiran ada tiga
macam, yaitu penanganan ternak sebelum kelahiran, penanganan ternak pada saat
kelahiran, dan penanganan ternak sesudah kelahiran. Penanganan ternak sebelum
kelahiran meliputi pemisahan induk bunting dengan ternak lainnya, dan lantai
kandang diberi beding atau alas biasanya adalah jerami yang berfungsi untuk
menyelamatkan pedet yang baru lahir. Penangan ternak pada saat kelahiran
meliputi indukan yang sedang melahirkan diberi sedikit air gula agar menambah
energi, penanganan selanjutnya adalah apabila induk mengalami kesusahan saat
melahirkan maka bisa diberikan suntikan hormon seperti hormon oksitosin.
Penanganan ternak sesudah kelahiran untuk induk adalah
mengarahkan agar induk menjilati anaknya untuk menghilangkan lendir berlebih
namun jika induk tidak ingin menjilati anakannya maka anakan ditaburi oleh
garam agar meningkatkan palatabilitas indukan. Penanganan selanjutnya adalah
ambing induk diberi air hangat, lalu induk diberi obat cacing. Penanganan
anakan setelah kelahiran diantaranya adalah pemotongan tali pusar kemudian
diberikan iodine, penanganan selanjutnya adalah pemberian kolostrum dan obat
cacing selama tiga bulan. Hal
tersebut sesuai dengan penjelasan Ngadiyono (2007), yaitu semua lendir yang ada
pada bagian mulut hidung, dan tubuh harus dibersihkan. Tali pusarnya dipotong
sepanjang 10 cm dan diolesi dengan iodin untuk mencegah infeksi atau radang
pusar. Ambing induk dibersihkan dengan air hangat agar pada saat pedet menyusu,
ambing sudah bersih dan tidak terkontaminasi bakteri. Perbandingan antara
hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai
Perawatan dan Kesehatan Ternak
Perawatan ternak
Hasil praktikum yang diperoleh,
diketahui bahwa ada tiga macam kegiatan
perawatan ternak yaitu perawatan ternak masuk, pemeliharaan ternak, dan
perawatan ternak keluar. Perawatan ternak masuk meliputi dikarantina, ditimbang,
diberi obat cacing, dan direcording.
Pemeliharaan ternak yaitu diberi pakan, dimandikan, pencukuran kambing atau
domba, dan pemberian obat cacing tiga bulan sekali. Perawatan ternak keluar
yaitu ternak ditimbang dan direcording.
Syafrial et al. (2007) menjelaskan, tindakan
pencegahan penyakit pada sapi adalah dengan menjaga kebersihan kandang beserta
peralatannya termasuk memandikan sapi, sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi
sehat sehingga bisa dilakukan pengobatan, mengusahakan lantai kandang selalu
kering, dan memeriksa kesehatan sapi secara teratur selain itu dilakukan
vaksinasi sesuai petunjuk Pendapat tersebut diperjelas oleh Todingan (2009),
ciri-ciri sapi sehat ialah sapi yang memiliki keadaan tubuh bulat berisi, kulit
lemas, tidak ada kerontokan pada bulu, selaput lendir dan gusi berwarna merah
muda, bebas bergerak, tanda-tanda fisisologis berada pada kisaran normal, ujung
hidung bersih, keempat kaki memperoleh titik berat yang sama, dan peka terhadap
lingkungan.
Pencegahan dan pengendalian penyakit
Hasil praktikum yang diperoleh,diketahui
bahwa pencegahan penyakit berupa sanitasi lingkungan, sanitasi ternak, dan
apabila ada ternak sakit maka ternak dipisahkan. Pengendalian penyakit adalah
dengan pengobatan. Kusumawardana (2010) menjelaskan bahwa, pengendalian
penyakit merupakan hal yang sangat penting dilakukan di setiap peternakan. Fikar
dan Ruhyadi (2010) menambahkan selain dimandikan upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan memotong kuku sapi saat usia 2
tahun , membersihkan kotoran dikandang dan membersihkan tempat makan serta
minum.
Astiti (2010) memperkuat gagasan tersebut
bahwa pencegahan dan pengendalian penyakit penting. Hal ini dikarenakan
penyakit pada ternak dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar
bagi peternak khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Karena banyak
penyakit ternak yang tidak hanya menyerang ternak tetapi juga dapat menular
kepada manusia disebut penyakit zoonosis. Perbandingan antara
hasil dengan literatur yang ada
penanganan kesehatan ternak telah sesuai namun kebersihan lingkungan
kandang kurang diperhatikan. Terlihat feses di bawah kandang umbaran dibiarkan
menumpuk yang seharusnya di bersihkan secara rutin.
Pemantauan ternak
Pemantuan ternak yang terdapat pada perusahaan sebagai berikut.
Pemantauan ternak dilakukan secara
rutin setiap hari bersamaan dengan
pemberian pakan. Pemantuan dilakukan pada semua ternak pada tiap pertumbuhan meliputi chempe, ternak
muda, ternak yang sedang bunting. Pemantauan ternak seiring perkembangan zaman
semakin modern. Perkembangan teknologi dan inovasi dalam pemantauan ternak
ditujukan agar dapar meminimalkan kehilangan ternak selama pemeliharaan.
Perkembangan tersebut salah satunya merupakan penelitian monitoring pergerakan
hewan ternak dengan menggunakan teknologi RFID. Alat berfungsi untuk mencegah
terjadinya pencurian hewan ternak sebagai peringatan dini apabila ada hal-hal
yang tidak sesuai dengan kondisi seharusnya. Cara kerja alat ini mengadopsi
sistem geombang radio. Alat yang disebut tag RFID memancarkan gelombang yang
akan diterima oleh penerima (RFID Reader).Setiap tag memiliki identitas unik
yang akan ditransmisikan dan akan dikirim kekomputer untuk diolah. Pengolahan
data tersebut diaplikasi di komputer dan memberikan gambaran secara visual
tentang status hewan ternak yang masih berada dilokasi yang telah ditentukan.
Metode pemantauan ternak
Metode pemantauan
ternak sebagai berikut. Metode pementauan ternak yang dilaksanakan selama
proses pemeliharaan adalah dengan metode
observasi. Observasi menurut Alwi (2015)
merupakan peninjauan secara cermat. Observasi
penting dikarenakan akan memperoleh pemahaman lebih baik tentang
konteks dalam hal yang diteliti ada atau terjadi.
Ciri- ciri ternak sehat dan sakit
Hasil yang diperoleh pada saat
praktikum, diketahui bahwa ciri-ciri
ternak sehat yaitu mata bersinar, nafsu makan baik, tidak keluar lendir
berlebih, dan kaki kuat. Ciri-ciri
ternak sakit yaitu mata sayu, nafsu makan berkurang, kaki tidak simetris. Todingan
(2009), ciri-ciri sapi sehat ialah sapi yang memiliki keadaan tubuh bulat
berisi, kulit lemas, tidak ada kerontokan pada bulu, selaput lendir dan gusi
berwarna merah muda, bebas bergerak, tanda-tanda fisisologis berada pada
kisaran normal, ujung hidung bersih, keempat kaki memperoleh titik berat yang
sama, dan peka terhadap lingkungan. Ciri-ciri sapi sakit ialah adanya
kerontokan pada bulu, selaput lendir memerah, tanda-tanda fisiologis seperti
respirasi, pulsus dan temperatur rektal berada diatas atau dibawah kisaran
normal, kegiatan memamah biak dilakukan dengan tergesa-gesa, mengalami
ketidakseimbangan pada keempat kakinya, dan tidak peka terhadap lingkungan. Perbandingan
antara hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai
Penyakit yang sering muncul
Hasil yang diperoleh pada saat praktikum,
diketahui bahwa penyakit yang sering
muncul di kandang Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan antara
lain adalah cacingan dengan gejala rambut berdiri dan penyebabnya adalah
cacingan. Penyakit skabies memiliki gejala seperti korengan dan penyebabnya
adalah Sarcoptes scabiei, penyakit
diare memiliki gejala yaitu feses encer dengan penyebab adalah E. Coli, dan kembung dengan gejala
ternak gelisah, nafsu makan berkurang dengan penyebab terlalu banyak memakan
hijauan segar.
Murtidjo (2012),
bahwa penyakit parasit cacing merupakan penyakit yang secara ekonomis
merugikan, karena sapi yang terserang penyakit ini akan akan mengalami hambatan
pertambahan berat tubuh. Beberapa jenis penyakit yang sering menyerang ternak
sapi diantaranya skabies (kudis) dengan penyebab sarcoptes memiliki gejala bulu rontok dan gatal, dan terdapat kerak
diatas bulu yang gatal. Penyakit selanjutnya adalah penyakit kembung perut
dengan penyebab pakan hijauan yang terlalu banyak, gejala yang timbul adalah
lambung bagian kiri membesar, nafsu makan berkurang, dan sapi gelisah (Syafrial
et al., 2007). Perbandingan antara
hasil yang didapat dengan literatur yang ada maka hasil sudah sesuai .
Obat yang sering
digunakan
Obat yang sering
digunakan sebagai berikut. Valbendasol yang mengandung albendazol 112,5 mg/ml, berfunsi untuk obat
cacing dengan dosis pemberian 10% BB(ml). Vermiprazol yang mengandung albendazol 100mg/ml, berfungsi untuk obat cacing dengan dosis pemberian 10%
BB(ml). Carbasunt yang mengandung carbonat, berfunsi untuk obat luka dengan
dosis pemberian secukupnya.
Povidone yang mengandung iodine,
berfungsi untuk antiseptik dengan dosis
pemberian secukupnya.Gusanex yang mengandung larvisida dan antiseptik,
berfungsi untuk mencegah luka membusuk
dengan dosis pemberian secukupnya. Ivervet yang mengandung invermectin injeksi subkutan dengan dosis pemberian
1ml/50kg BB. Norit yang mengandung karbon aktif, berfungsi untuk obat mencret dengan dosis pemberian 6 sampai 9 tablet.
Diambung yang mengandung karbon aktif,
berfungsi untuk obat mencret dengan dosis pemberian 6 sampai 9
tablet. Coliboot yang mengandung bolus sulfat diazin trimetoprin obat,
berfungsi untuk mencret dengan dosis
pemberian 1 tablet. Neo yang mengandung kaokina kaolin, pectia obat mencret
dengan dosis pemberian 5ml/50kg BB. Aquaprim yang mengandung sulfida
diazine obat injmineksi intramuskular.
Vit. B Kompleks yang mengandung B1, B2,
B6, danE, berfungsi untuk menyuplai
vitamin dengan dosis pemberian 10%
BB(ml). Medoxin L oksitetrasin, berfungsi
untuk antiseptik dengan dosis pemberian tibiotik10% BB(ml). Novaldon
yang mengandung menthampiron, berfungsi
untuk antipiretik dengan dosis pemberian secukupnya.
Penanganan ternak sakit
Selama
pemliharaan tidak ditemukan ternak yang sakit dikarenakan semua ternak sapi
dalam keadaan baik. Syafrial et al.
(2007) menjelaskan bahwa, diperlukan tindakan pencegahan agar menjaga kesehatan
sapi yaitu menjaga kebersihan kandang dan peralatan, sapi yang sakit dipisahkan
dan segera dilakukan pengobatan, mengusahakan lantai kandang selalu kering, dan
memeriksa kesehatan sapi secara teratur serta dilakukan vaksinasi sesuai
petunjuk.
Penanganan Limbah
Macam limbah yang dihasilkan
Macam limbah yang diketahui selama proses pemeliharaan, yaitu
feses,urin, dan sisa pakan. Feses ditangani dengan diproses dibuat pupuk
kompos. Urin ditangani dengan dibersihkan rutin pada pagi dan sore hari dan
sisa pakan dibuang pada pagi hari dan dijadikan dengan feses ternak. Limbah
ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha
pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan
sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti
feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit, lemak, darah, rambut, kuku, tulang,
tanduk, isi rumen, dan lain-lain. Semakin berkembangnya usaha peternakan,
limbah yang dihasilkan semakin meningkat. Total limbah yang dihasilkan
peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai
kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak
yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak
ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba (Sihombing, 2000). Hasil
pengamatan menunjukan kondisi perusahaan belum baik karena ditemui kotoran
ternak yang dibiarkan pada bagian bawah belum dibersihkan. Solusinya dapat
merubah bentuk selokan sehingga mempermudah pembersihan dan diberlakukannya
sanitasi berkala.
Penampungan dan
pengolahan limbah
Limbah yang
dihasilkan dari ternak di kandang laboratorium ternak
potong, kerja, dan kesayangan ditangani dengan cara ditampung, tetapi
tidak ada pengolahan lebih lanjut dari limbah tersebut. Feses hasil
pemeliharaan akan dijual, tetapi untuk urin dan sisa pakan akan langsung dibuang.
Ilmu pengetahuan dan teknologi limbah peternakan dapat dikonversi menjadi pupuk
organik, bahan bakar dan biomassa protein sel tunggal atau etanol Sudiarto
(2008). Konversi limbah menjadi pupuk organik paling sering dilakukan menjadi
produk yang bermanfaat, maka selain pencemaran lingkungan hidup dapat diatasi,
juga diperoleh nilai tambah pendapatan bagi pengusaha peternakan. Limbah
peternakanjuga sangat potensial sebagai bahan baku pembuatan biomassa protein
sel tunggal (PST) sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak, udang dan ikan.
Demikian juga sebagai bahan bakar, limbah peternakan merupakan sumberdaya yang
sangat potensial.
BAB III
PERMASALAHAN DAN SOLUSI
Permasalahan
yang ada dalam praktikum sistem pemeliharaan kambing dan domba di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan adalah pengolahan limbah
yang belum sesuai. Limbah yang dihasilkan dari ternak yang berupa feses, urin
dan sisa pakan ditumpuk di belakang kandang. lanjut. Hal ini akan menimbulkan pencemaran lingkungan dan dapat
menimbulkan sumber penyakit bagi ternak dan lingkungan sekitar.
Solusi dari permasalahan penanganan limbah adalah adanya pengolahan limbah yang dihasilkan ternak. Limbah
dapat diolah menjadi pupuk organik.Pengolahan limbah selain dapat mengurangi
pencemaran lingkungan, juga dapat memberikan nilai tambah.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
diperoleh simpulan bahwa pemilihan bibit untuk pembesaran, pemilihan calon
induk dan pejantan juga pemilihan bakalan untuk penggemukan dimaksudkan untuk
menghasilkan produksi yang baik. Pakan merupakan salah satu faktor penting
dalam pemeliharaan ternak karena memiliki pengaruh sekitar 70% dari biaya
produksi, sehingga perlu dipilih dan disusun dengan baik agar produksi maksimal
dan efisien. Deteksi birahi merupakan suatu cara untuk mengetahui saat ternak
sedang birahi. Kesehatan ternak merupakan faktor yang sangat menentukan
keberhasilan usaha peternakan. Pencegahan penyakit di kandang milik
laboratorium ternak potong yaitu dengan sanitasi kandang, ternak, tempat pakan,
minum, dan kebersihan ternaknya sehingga meminimalisir berkembangnya sumber
penyakit yang dapat merugikan.
Saran
Dihimbau
untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas breeding
sapi yang ada di kandang Laboratorium Ternak Potong, Kerja dan Kesayangan
seharusnya dilakukan pemilihan manajemen kandang yang tepat agar diperoleh
ternak yang unggul. Manajemen pakan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan
keadaan ternak agar pakan yang diberikan dapat seefektif. Selain itu perlu dilakukan optimalisasi pengolahan limbah ternak agar lebih
dapat termanfaatkan.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 2000. Petunjuk Praktis
Beternak Sapi Perah. Kanisius, Yogyakarta.
Abidin, Z. 2008. Penggemukan
Sapi Potong. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Abidin,
Z., Y. S. Ondho Dan B. Sutiyono. 2012. Penampilan Berahi Sapi Jawa Berdasarkan Poel 1, Poel 2, Dan Poel 3. Animal Agriculture Journal,
Vol. 1. No. 2.
Alwi, Hasan.
2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Astiti, L.G.S. 2010.
Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit padaTernak Sapi. BPTP,
NTB
Baliarti,
Endang., N. Ngadiyono.,G. Murdjito., I.G.S.Buidiastra., Panjono., T.S.M. Widi dan M.D.E. Yulianto.
2013. Ilmu Ternak Potong, Kerja, dan Kesayangan. Fakultas Peternakan UGM,
Yogyakarta.
Darmono.
1995. Tatalaksana usaha sapi kereman. Yogyakarta: Kanisius
Departemen Pengembangan
Akses Keuangan dan UMKM BI. 2013. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Menengah. BI.
Jakarta.
Desinawati, N., dan Isnaini, N. 2010. Penampilan
Reproduksi Sapi Peranakan Simmental di Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Jurnal
Ternak Tropika. Vol. 11. No. 2.
Direktorat Perbibitan Ternak. 2012.
Pedoman Pelaksanaan Uji Performan Sapi Potong. Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan. Kementrian Pertanian. Jakarta.
Dirjen Bina Mrga. 2006.
Petunjuk Drainase Permukaan Jalan. Kementrian Perjaan
Umum, Jakarta.
Fikar,
Samsil dan dadi Ruhyadi. 2010. Beternak dan Bisnis Sapi Potong. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka
Guntoro, S. 2002.
Membudidaykan Sapi. Yogyakarta: Kanisius
Halifah,
J. dan Qomariah N. 2010. Budidaya Penggemukan Sapi Potong. BPTP Sulawesi
Selatan. Makassar.
Hardiansyah, Ismail. 2013. Pentingnya Perencanaan Tata Letak Kandang. www.saungdomba.com. Diakses pada 29 April 2015 pukul
13.52.
Hartati,
A. R. 2007. Petunjuk Teknis
Perkandangan Sapi Potong. Pusat Penelitian
dan Perkembangan Peternakan. Departemen Pertanian,
Jakarta.
Hartadi, Hari., Tillman, A.D., S. Reksohadiprodjo,
S. Prawiro Kusuma Dan S.Lebdosoekoekojo.
2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta
Hartiati., A. Rasyid., dan J. Efendy. 2010. Pemeliharaan Jantan Pemacak Sapi Potong. Kementrian Pertanian,
Indonesia.
Hasyarif,
S.Y., A. Achmad., dan M. Niswar. 2014.
Monitoring Ternak Menggunakan Teknologi RFID. Pasca UNHAS
Kusumawardana, Chandra.
2010. Manajemen Breeding Sapi Potong Di Dinas peternakan Dan Perikanan
kabupaten Sragen. Universitas Sebelas Maret. Surakarta Mutidjo, B. A. 2012. Sapi Potong. Kanisius.
Yogyakarta.
Livecrop. 2015. Veterinary
Handbook for Cattle, Sheep & Goats. Australian
Livestock Export Corporation Limited, Australia
McWilliams, Jerry. 1979. The
Preservation and Restoration of Sound Recordings.
Tenn :
American Association for State and
Local History, Nashville.
Mentri Pertanian. 2003. No.
240/Kpts/OT.210/4/2003. Kementrian Pertanian, Indonesia.
Murtidjo. 2012. Strategi
Ternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta.
Neufert, Ernst. 2002. Data
Arsitek. Erlangga Jakarta
Ngadiyono,
N. 2007. Beternak Sapi. PT Citra Aji Pratama. Yogyakarta.
Pawere, F. R., E. Baliarti.,
dan S. Nurtini. 2012. Proporsi Bangsa, Umur, Bobot Badan Awal dan Skor Kondisi
Tubuh Sapi Bakalan pada Usaha Penggemukan. Buletin Peternakan. Vol. 36. No. 3.
Poultry Shop Semarang. 2012.
http://www.poultryshopsemarang.com/
2012/06/carbasunt-spray-obat-luka-dan-anti.html. Diakses pada tanggal 6 April 2014.
Prabowo,
Sigid. 2010. Ciri Eksortir Bibit Sapi Potong yang Baik. Dikases pada
22/03/2015http://sigid.blog.ugm.ac.id/2010/04/12/ciri- eksterior-bibit-sapi-potong-yang-baik/
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. 2007. Sistem Perbibitan Sapi Potong. Departemen
Pertanian.
Rianto, Edy. 2004. Kandang Kambing.
LPKM UNDIP, Semarang
Rianto, E dan Endang, P.
2010. Panduan Lengkap Ternak Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rismayanti,
Yayan. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Domba. Departemen Pertanian,
Jawa Barat.
Redaksi AgroMedia. 2009.
Petunjuk Praktis Menggemukkan Domba, Kambing, dan Sapi Potong. PT AgroMedia
Pustaka. Jakarta.
Santoso,
U. 2001. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Swadaya. Jakarta.
Sarwono, B dan H.B. Arianto.
2003. Penggemukan Sapi Potong secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudiarto, B. 2008.
Pengelolaan Limbah Peternakan Terpadu dan Agribisnis
yang Berwawasan Lingkungan. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner, Bandung
Supriyadi. 2013. Macam
Bahan Pakan Sapi dan Kandungan Gizinya. yogya.litbang.pertanian.go.id/.../index.php?...kandungan23:37 pada
12/05/15
Syafrial., E. Susilawati., dan Bustami. 2007.
Manajemen Pengelolaan Penggemukan Sapi Potong. Balai Penelitian dan
pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jambi.
Sodiq, A., dan Budiono, M. 2012. Produktivitas Sapi
Potong pada Kelompok Tani Ternak di pedesaan. Vol. 12. No. 1. Agripet.
Sugeng,
Y. B. 2003. Sapi Potong.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunardi. 2005.
Manfaat Recording Terhadap Dunia Peternakan. BBIB Singosari, Malang.
Susilawati, E., dan Masito.
2010. Teknologi Pembibitan Ternak Sapi. Balai Teknologi Pertanian Jambi. Kementrian
Pertanian.
Todingan, L. 2009. Pemilihan dan Penilaian Ternak
Sapi Potong Calon Bibit. Dinas Peternakan. Sulawesi Selatan.
Utomo,
Ristianto. 2012. Evaluasi Pakan dengan Metode Noninvasif. PT Citra
Parama, Yogyakartaa
Utomo, R., S.P.S. Budhi, A.
Agus, C.T. Noviandi. 2008. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Widayati, D.T, Kustono.,
Ismaya., S. Bintara. 2008. Ilmu Reproduksi Ternak.
Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada
Yulianto,
Purnawan dan C. Saparinto. 2011. Pembesaran Sapi Potong Secara Itensif. PS, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar